Puisi: Gatoloco (Karya Goenawan Mohamad)

Puisi "Gatoloco" karya Goenawan Mohamad menciptakan atmosfer misteri dan refleksi tentang eksistensi manusia, pertanyaan filosofis tentang ....
Gatoloco

Aku bangun dengan 7.000.000 sistem matahari
bersatu pada suatu pagi

Beri aku es! teriakku,
Tiba-tiba kulihat Kau di sudut itu.

Keringatku tetes, Gusti, apakah yang telah terjadi?
"Tak ada yang terjadi. Aku datang kemari."

Memang kamar seperti dulu kembali.
Kulihat kusam sawang pada kisi-kisi.

Kulihat bekas hangus, tahi tikus.
Kulihat mata kelelawar.

Kulihat puntung separuh terbakar.
Kulihat hitam kayu oleh lampu, dan wajahku
pada kaca almari itu.

Tapi di luar tak ada angin, hanya awan lain.
Tak ada getar, hanya gerak. Tak ada warna,
hanya cahaya. Tak ada kontras, hanya ....

"Jangan cemas," gurau-Mu. "Aku tak 'kan menembakkan pistol
ke pelipismu yang tolol."

Tapi Kau datang kemari untuk menggugatku.
"Jadi kau tahu Aku datang menggugatmu."

Mimpikah aku? Mengapa tak tenang tempurung kepala
oleh celoteh itu?

"Celoteh dan cerewetmu!" Tiba-tiba Kau menudingku.

Sesaat kudengar di luar gerimis kosong, sekejap
lewat bukit yang kosong. Sesaat kudengar suaraku.

Ah, kefasihanku. Tiba-tiba aku membenci itu.
Aku memang telah menyebut nama-Mu.

"Kau tak menyebut nama-Ku, kau menyebut namamu."
Makin suram kini suara-Mu.

Hei, berangkatlah dari sini! Aku tahu ini hanya mimpi!
"Tidak. Ini bukan mimpi."

Kalau begitu inilah upacara-Mu.
"Benar, inilah upacara-Ku."

Ya, barangkali aku telah tak peduli selama ini.
Tapi apakah apakah yang Kau kehendaki? Mengembalikan posisiku
pada debu, kembali?

"Tidak. Tapi pada kolong dan kakerlak, pada kitab
dan kertas-kertas dan kepinding yang mati setiap pagi hari.
Padamu sendiri."
Kini aku tahu. Aku milik-Mu.
"Dan Aku bukan milikmu."

Aku memang bukan santri, bukan pula ahli.
"Mengapa kau kini persoalkan perkara itu lagi?
Kau hanya pandai untuk tak mengerti."

Oke. Kini aku mencoba mengerti. Ternyata Kau tetap
ingin mengekalkan teka-teki dan mengelak dari setiap ujung
argumentasi. Tapi mengapa kau tetap di sini?

"Sebab kulihat matamu basah dan sarat."
Ah, begitukah yang Kau lihat?

Kulihat memang garis-garis yang kuyup bertemu dengan
garis-garis yang kuyup. Butir-butir yang miskin berkeramas
dalam butir-butir yang miskin. Ada garis-garis buram,
seolah kelam terkena oleh bulan.

Dan kurasa angin terjirat. Kudengar hujan yang gagal.
Langit berat. Dan panas lembab dalam ruang yang sengal.

"Agaknya telah sampai kini batasmu."
Aku tahu.

"Artinya dari kamar ini kau tak akan berangkat lagi."
Artinya dari kamar ini mungkin aku tak berangkat lagi.

"Kau tak bisa lagi memamerkan-Ku."
Aku tak bisa lagi memamerkan-Mu.

"Tak bisa berkeliling, seperti penjual obat, seorang pendebat."
Tak bisa lagi berkeliling.

"Tak bisa lagi bersuara tengkar dari seminar ke seminar,
memenangkan-Ku, seperti seorang pengacara. Sebab kau hanya
pengembara, yang menghitung jarak perjalanan, lelah tapi
pongah, dengan karcis dua jurusan."

Sebab aku hanya seorang turis, tak lebih dari itu?
Gusti, beranjaklah dari sini. Telah Kau cemoohkan tangis
pada mataku.

1973

Sumber: Horison (November, 1973)

Analisis Puisi:
Puisi "Gatoloco" karya Goenawan Mohamad adalah sebuah puisi yang penuh dengan unsur-unsur misteri, pertanyaan filosofis, dan dialog antara sang penyair (atau pembicara dalam puisi) dengan entitas spiritual yang tidak jelas identitasnya.

Awal yang Misterius: Puisi ini dimulai dengan penggambaran yang misterius dan mengesankan ketika sang pembicara menggambarkan bangunnya dengan "7.000.000 sistem matahari" yang bersatu. Ini bisa diartikan sebagai gambaran tentang kekuatan alam semesta atau ketidakpastian yang muncul dari situasi tersebut.

Kehadiran Ilahi: Ada kehadiran entitas ilahi atau spiritual yang menjadi pusat perhatian dalam puisi ini. Pembicara berbicara kepada entitas ini dan mengucapkan nama "Gusti," yang dalam konteks puisi Indonesia bisa merujuk kepada Tuhan atau Kuasa Yang Maha Esa.

Dialog dan Pertanyaan Filosofis: Puisi ini penuh dengan dialog antara pembicara dan entitas ilahi (Gusti). Dialog ini menciptakan suasana pertanyaan filosofis dan refleksi. Ada pertanyaan tentang apa yang telah terjadi, mengapa Gusti hadir, dan apa yang Gusti inginkan.

Simbolisme dan Gambaran: Puisi ini menggunakan banyak simbolisme, seperti "sawang pada kisi-kisi," "bekas hangus, tahi tikus," dan "mata kelelawar," yang semuanya menciptakan gambaran yang kuat tentang keadaan atau perasaan tertentu.

Pertanyaan tentang Identitas dan Tujuan: Puisi ini menciptakan pertanyaan tentang identitas pembicara dan tujuan kehadiran Gusti. Pembicara mencoba untuk mengerti mengapa Gusti berada di sana dan apa yang Gusti kehendaki.

Kesadaran akan Batasan: Puisi ini menggambarkan kesadaran bahwa pembicara memiliki batasan dalam memahami atau memamerkan entitas ilahi (Gusti). Gusti mungkin memiliki keinginan atau pesan tertentu yang tidak dapat dibawa pembicara ke tempat lain atau disampaikan dengan cara tertentu.

Penegasan Identitas: Akhir puisi ini menciptakan penegasan identitas. Gusti menyatakan bahwa pembicara adalah seorang turis dan tidak lebih dari itu. Ini mungkin merujuk pada keterbatasan manusia dalam memahami atau menghadapi realitas ilahi.

Puisi "Gatoloco" menciptakan atmosfer misteri dan refleksi tentang eksistensi manusia, pertanyaan filosofis tentang identitas, dan hubungan antara manusia dan entitas ilahi. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna dan tujuan dalam kehidupan.

Puisi Goenawan Mohamad
Puisi: Gatoloco
Karya: Goenawan Mohamad

Biodata Goenawan Mohamad:
  • Goenawan Mohamad (nama lengkapnya Goenawan Soesatyo Mohamad) lahir pada tanggal 29 Juli 1941 di Batang, Jawa Tengah.
  • Goenawan Mohamad adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.