Puisi: Di Jazirah Burung Hantu (Karya Goenawan Mohamad)

Puisi "Di Jazirah Burung Hantu" mengundang pembaca untuk merenung tentang hubungan antara manusia dan alam, serta tentang perjalanan dan keberadaan ..
Di Jazirah Burung Hantu

Di Jazirah Burung Hantu selalu datang
ombak yang saling memperebutkan batas
yang kita
tak pernah tahu.

Merambat, melepas
telapak teluk, baris cadas,
dalam suara sibuk
pasang yang menorehkan bekas.

Tapi kali ini balsam hutan memilih warna jintan
di ceruk selatan pelabuhan.
Pesta tengah Mei
setelah unggas tak pergi lagi.

Sementara kau akan dengar juga teriak mercu
menabrak kabut, menyibak gelap,
menggapai
kapal-kapal lunglai,

layar yang tiarap
di sela-sela grimis keras, grimis kerap,
kepada siapa akanan
berhenti membiru, dalam sore yang jadi sembab.

Paginya teluk akan timpas
dan akan pulang, semua pulang,
pemburu-pemburu udang karang
ke pantai yang hanya bekas.

Dan kau bertanya adakah lusa akan kaulihat kembali
perbani, bulan yang jalan seperti gadis peniti tali
dalam sebuah sirkus senja
antara pucuk karang dan pohon elma.

Tapi di Jazirah Burung Hantu, sepi
adalah suara takzim
gumam darun-daun hikori: suara mualim
pada peta navigasi.

Dan kau akan datang ke sana, mengikuti arahnya,
seakan ombak, seakan ombak,
biru, kelabu, selalu -
sebelum pergi.

1990

Sumber: Horison (Juli, 1990)

Analisis Puisi:

Puisi "Di Jazirah Burung Hantu" karya Goenawan Mohamad adalah sebuah karya sastra yang mempersembahkan gambaran alam dan perasaan manusia dengan imaji yang kuat dan bahasa yang indah. Melalui penggunaan gambaran alam dan nuansa emosional, Mohamad menyelami kompleksitas manusia dan hubungannya dengan lingkungan sekitar.

Gambaran Alam yang Kuat: Puisi ini dibuka dengan gambaran alam yang kuat, dengan menggambarkan ombak yang saling memperebutkan batas di Jazirah Burung Hantu. Ini menciptakan citra alam yang megah dan penuh dengan pergerakan dinamis, serta memberikan latar belakang yang mendalam bagi kisah yang akan diungkapkan.

Kontras Alam dan Manusia: Mohamad menggambarkan keindahan dan ketidakberdayaan manusia di hadapan kekuatan alam. Sementara alam di sekitar Jazirah Burung Hantu terus bergerak dan berubah, manusia merasa kecil dan terbatas dalam pemahaman akan batas-batas alam.

Nuansa Melankolis: Puisi ini menciptakan nuansa melankolis yang kuat, dengan menggambarkan pesta tengah Mei dan gambaran tentang kepergian unggas. Ada rasa nostalgia dan kesedihan dalam perubahan alam dan musim yang terjadi di Jazirah Burung Hantu.

Pertanyaan Filosofis: Mohamad menyajikan pertanyaan-pertanyaan filosofis tentang masa depan dan keberadaan manusia di alam semesta. Ada kegelisahan yang tersirat dalam pertanyaan apakah manusia akan pernah kembali ke Jazirah Burung Hantu, atau apakah keberadaannya akan terus mengikuti arus kehidupan.

Penggunaan Bahasa yang Padat dan Mendalam: Penyair menggunakan bahasa yang padat dan mendalam untuk menyampaikan makna yang kompleks dan mendalam. Metafora seperti "bulan yang jalan seperti gadis peniti tali dalam sebuah sirkus senja" memberikan gambaran yang kaya akan imajinasi dan simbolisme.

Puisi "Di Jazirah Burung Hantu" adalah sebuah karya yang memikat dengan keindahan bahasa dan kedalaman maknanya. Goenawan Mohamad berhasil menyelami kompleksitas alam dan manusia melalui gambaran alam yang kuat dan pertanyaan filosofis yang diajukan. Puisi ini mengundang pembaca untuk merenung tentang hubungan antara manusia dan alam, serta tentang perjalanan dan keberadaan manusia dalam alam semesta yang luas.

Puisi Goenawan Mohamad
Puisi: Di Jazirah Burung Hantu
Karya: Goenawan Mohamad

Biodata Goenawan Mohamad:
  • Goenawan Mohamad (nama lengkapnya Goenawan Soesatyo Mohamad) lahir pada tanggal 29 Juli 1941 di Batang, Jawa Tengah.
  • Goenawan Mohamad adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.