Puisi: Kesaksian Bapak Saijah (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Kesaksian Bapak Saijah" karya W.S. Rendra menggambarkan pengalaman pahit seorang tokoh yang disebut Bapak Saijah, yang hidup dalam situasi ...
Kesaksian Bapak Saijah


Ketika mereka bacok leherku,
dan parang menghunjam ke tubuhku
berulang kali,
kemudian mereka rampas kerbauku,
aku agak heran
bahwa tubuhku mengucurkan darah.
Sebetulnya sebelum mereka bunuh
sudah lama aku mati.

Hidup tanpa pilihan
menjadi rakyat Sang Adipati
bagaikan hidup tanpa kesadaran,
sebab kesadaran dianggap tantangan
kekuasaan.

Hidup tanpa daya
sebab daya ditindih ketakutan.
Setiap hari seperti mati berulang kali.
Setiap saat berharap menjadi semut
agar bisa tidak kelihatan.

Sekarang setelah mati
baru aku menyadari
bahwa ketakutan membantu penindasan,
dan sikap tidak berdaya
menyuburkan ketidakadilan.

Aku sesali tatanan hidup
yang mengurung rakyat sehingga tak berdaya.
Meski tahu akan dihukum tanpa dosa,
meski merasa akan dibunuh semena-mena,
sampai saat badan meregang melepas nyawa,
aku tak pernah mengangkat tangan
untuk menangkis atau melawan.
Pikiran dan batin
tidak berani angkat suara
karena tidak punya kata-kata.

Baru sekarang setelah mati
aku sadar ingin bicara
memberikan kesaksian.

O, gunung dan lembah tanah Jawa!
Apakah kamu surga atau kuburan raya?
O, tanah Jawa,
bunda yang bunting senantiasa,
ternyata para putramu
tak mampu membelamu.

O, kali yang membawa kesuburan,
akhirnya samudera menampung air mata.
Panen yang berlimpah setiap tahun
bukanlah rezeki petani yang menanamnya.

O, para Adipati Tanah Jawa!
Tatanan hidup yang kalian tegakkan
ternyata menjadi tatanan kemandulan.
Tatanan yang tak mampu mencerdaskan
bangsa.

Akhirnya kita dijajah oleh Belanda.
Hidup tanpa pilihan
adalah hidup penuh sesalan.
Rasa putus asa
menjadi bara dendam.
Dendam yang tidak berdaya
membusukkan kehidupan.
Apa yang seharusnya diucapkan
tidak menemukan kata-kata.
Apa yang seharusnya dilakukan
tidak mendapat dorongannya.

Kesaksianku ini
kesaksian orang mati
yang terlambat diucapkan.
Hendaknya ia menjadi batu nisan
bagi mayatku yang dianggap hilang
karena ditendang ke dalam jurang.


Depok, 17 Januari 1991

Sumber: Orang-Orang Rangkasbitung (1993)

Analisis Puisi:
Puisi "Kesaksian Bapak Saijah" karya W.S. Rendra menggambarkan pengalaman pahit seorang tokoh yang disebut Bapak Saijah, yang hidup dalam situasi penuh penindasan dan ketidakadilan. Melalui kata-kata yang penuh emosi, Rendra menyampaikan kritik terhadap ketidakadilan sosial dan politik yang ada pada zamannya.

Metafora Darah dan Pembunuhan: Dengan menggambarkan adegan kejam di mana tokoh utama dibacok dan ditusuk parang, penyair membuka puisi dengan kekerasan fisik yang dihadapi oleh Bapak Saijah. Darah yang mengucur menunjukkan penderitaan dan ketidakadilan yang dihadapi oleh tokoh ini.

Hidup Tanpa Pilihan: Puisi menggambarkan ketidakberdayaan dan keterbatasan tokoh utama untuk melawan penindasan. Hidup tanpa pilihan karena menjadi rakyat Sang Adipati mencerminkan kondisi sosial yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan hak-hak dasar.

Ketakutan dan Kekuasaan: Puisi menggambarkan ketakutan yang menindas dan merongrong kesadaran masyarakat. Kesadaran dianggap sebagai tantangan terhadap kekuasaan yang menjaga status quo. Hal ini mencerminkan realitas ketidakberdayaan masyarakat dalam menghadapi penguasa yang otoriter.

Kritik terhadap Tatanan Hidup: Penyair menyuarakan kritik terhadap tatanan hidup yang mengekang dan merampas kebebasan rakyat. Tatanan ini dianggap tidak mampu mencerdaskan bangsa, dan kemudian, melalui narasi tokoh yang telah mati, Rendra menyampaikan penyesalan terhadap ketidakmampuan dirinya untuk bersuara selama hidupnya.

Kesadaran yang Terlambat: Puisi menyiratkan rasa penyesalan dan kesadaran yang terlambat. Tokoh ini baru bisa bersaksi setelah mati, mengungkapkan keinginannya untuk memberikan kesaksian terhadap kehidupan yang penuh penderitaan.

Kritik Terhadap Elit dan Kolonialisme: Puisi mencerminkan kritik terhadap elit lokal yang berkolaborasi dengan penjajah Belanda. Adipati Tanah Jawa dianggap sebagai simbol kegagalan dalam menciptakan keadilan dan kemakmuran bagi masyarakatnya.

Puisi "Kesaksian Bapak Saijah" adalah sebuah karya sastra yang kaya akan simbolisme dan emosi. W.S. Rendra menggambarkan penderitaan dan ketidakadilan dalam masyarakatnya dengan cara yang kuat dan menantang. Melalui narasi tokoh yang telah mati, puisi ini memberikan suara kepada yang tak terdengar selama hidupnya, menciptakan sebuah kesaksian atas penderitaan dan penindasan yang terjadi pada masa itu.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Kesaksian Bapak Saijah
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.