Puisi: Layang-Layang (Karya Sapardi Djoko Damono)

Puisi "Layang-Layang" karya Sapardi Djoko Damono menggambarkan hubungan antara manusia dengan alam, khususnya melalui gambaran layang-layang.
Layang-Layang


Layang-layang barulah layang-layang jika ada angin
memainkannya. Sementara terikat pada benang panjang,
ia tak boleh diam -- menggeleng ke kiri ke kanan, menukik,
menyambar, atau menghindar dari layang-layang lain.

Sejak membuatnya dari kertas tipis 
dan potongan 
bambu,
anak-anak itu telah menjanjikan pertemuannya dengan
 
angin.
"Kita akan panggil angin Barat, bukan badai atau petir.
Kita akan minta kambing mengembik, kuda meringkik,

dan sapi melenguh agar angin meniupkan gerak-gerikmu,
mengatur tegang-kendurnya benang itu." Sejak itu 
ia tak habis-habisnya mengagumi angin, 
terutama ketika 
siang 
melandai 
dan aroma sore tercium di atas kota kecil itu.

Dari angkasa disaksikannya kelak-kelok anak sungai,
pohon-pohon jambu, asam jawa, bunga sepatu, lamtara,
gang-gang kecil, orang-orang menimba di sumur tua,
dan satu-dua sepeda melintas di jalan raya.

Ia suka gemas pada angin. Ia telah menghayati sentuhan,
terpaan, dan bantingannya; 
mungkin itu tanda
bahwa ia telah mencintainya. 
Ia barulah layang-layang 
jika
melayang, meski tak berhak membayangkan wajah angin.


Sumber: Ayat-Ayat Api (2000)

Analisis Puisi:
Puisi "Layang-Layang" karya Sapardi Djoko Damono adalah karya yang merenungkan dan menggambarkan hubungan antara manusia dengan alam, khususnya melalui gambaran layang-layang.

Makna dan Simbolisme Layang-Layang: Layang-layang digunakan sebagai simbol dalam puisi ini. Layang-layang adalah wujud fisik dari cita-cita, aspirasi, atau harapan manusia yang ingin terbang tinggi, mencapai kebebasan, dan berhubungan dengan alam. Layang-layang juga mencerminkan keindahan sederhana dalam kehidupan sehari-hari.

Angin sebagai Faktor Penting: Angin menjadi elemen yang sangat penting dalam puisi ini. Angin di sini melambangkan kekuatan alam dan pengaruhnya terhadap manusia. Layang-layang tidak akan hidup jika tidak ada angin yang memainkannya. Ini mengingatkan kita pada ketergantungan manusia pada alam.

Hubungan dengan Alam: Puisi ini menyoroti hubungan manusia dengan alam. Anak-anak yang membuat dan terbangkan layang-layangnya adalah perantara antara dunia manusia dan alam. Mereka berinteraksi dengan alam dan memahami bagaimana memanggil angin Barat dengan upacara sederhana.

Keseharian yang Sederhana: Puisi ini merayakan momen-momen sederhana dalam kehidupan sehari-hari, seperti melihat anak sungai, pohon, bunga, dan orang-orang dalam aktivitas rutin mereka. Ini adalah pengingat tentang keindahan dalam hal-hal yang mungkin sering terlewatkan.

Penyampaian Emosi dan Penghayatan: Penyair menggambarkan betapa layang-layang, yang mewakili manusia, memahami dan merasakan angin, sentuhan, dan bantingannya. Ini mencerminkan kedalaman emosi manusia dan penghayatan terhadap hubungan mereka dengan alam.

Keterbatasan Manusia: Terlepas dari semua penghayatan dan pemahaman manusia, mereka tetap sadar akan keterbatasan mereka. Layang-layang "tak berhak membayangkan wajah angin." Hal ini mengingatkan kita bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari kita yang tidak dapat sepenuhnya dipahami oleh manusia.

Puisi "Layang-Layang" adalah sebuah karya yang sederhana tetapi mendalam, mengingatkan kita akan pentingnya menghargai alam, hubungan manusia dengan alam, dan batasan manusia dalam memahami keajaiban alam semesta.
Puisi Sapardi Djoko Damono
Puisi: Layang-Layang
Karya: Sapardi Djoko Damono

Biodata Sapardi Djoko Damono:
  • Sapardi Djoko Damono lahir pada tanggal 20 Maret 1940 di Solo, Jawa Tengah.
  • Sapardi Djoko Damono meninggal dunia pada tanggal 19 Juli 2020.
© Sepenuhnya. All rights reserved.