Puisi: Gandrung Campuhan (Karya Nirwan Dewanto)

Puisi | Gandrung Campuhan | Karya | Nirwan Dewanto |
Gandrung Campuhan


Kuminum apa dari cawanmu
- sari limau atau arak madu -
tetap saja kusesap tilas bibirmu.
Habis senja makin dahaga aku.

Kuiri pada kalung manikmu,
bebulir merah tak kunjung ungu,
terus saja melingkari lehermu.
Sedang lenganku, lengan perihku

membelit sebutir jantung hanya,
jantung semu milikmu. Segera sirna
ia, begitu kau membunuh surya
pada kulit kitabku, dengan kecut cuka.

Kucoba roti apa saja. Roti udara
atau roti batu. Tapi dengan selai ceri
olesan tanganmu, aku akan tega
melupakan segala nasi, segala kari.

Silau oleh album negeri salju, kau
menarik tabir magnolia. Mengigau
aku seperti batang neon terendam
suara kekasihmu separuh malam.

Telah tercuri wajahmu di Singapadu
- Durga atau Maria dari Magdala? -
sebab seperti Siwa tubuhku penuh abu
memanggul salib kayu nangka.

Di restoran itu pun segera terpercik bara
ke ujung kainmu. Sebab kau tampak tiba
dari lukisan Lempad, menjelang pagi,
tapi dengan pipi seperti telur mata sapi,

pada pelepah pisang kau sigap menari,
pada talam Siam kautahan sang koki,
hingga siap aku mencicipimu, mengulummu
dengan lidah berbalur kaldu empedu.

Tapi lambung kananku tercabik tiba-tiba
oleh pisau pacarmu. Penyadap betapa muda,
lekas ia terakan namaku pada kedua susumu
dengan getah pala dari segenap pembuluhku.

Matamu badam biru dari bawah seprei
- sepasang terakhir kubawa mati - 
sambil kupahatkan busur pinggangmu
pada cermin berlumur darah lembu.


2006

Sumber: Jantung Lebah Ratu (2008)

Nirwan Dewanto
Puisi: Gandrung Campuhan
Karya: Nirwan Dewanto

Profil Nirwan Dewanto:
  • Nirwan Dewanto lahir pada tanggal 28 September 1961 di Surabaya, Jawa Timur, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.