Puisi: Nocturno (Karya Chairil Anwar)

Puisi "Nocturno" oleh Chairil Anwar adalah karya yang penuh dengan emosi dan pemahaman yang dalam tentang keadaan batin, ketidakberdayaan, dan ....
Nocturno
(Fragment)


................................................................
Aku menyeru — tapi tidak satu suara
membalas, hanya mati di beku udara.
Dalam diriku terbujur keinginan,
juga tidak bernyawa.
Mimpi yang penghabisan minta tenaga,
Patah kapak, sia-sia berdaya,
Dalam cekikan hatiku.

Terdampar.... Menginyam abu dan debu
Dari tinggalannya suatu lagu.
Ingatan pada Ajal yang menghantu.
Dan demam yang nanti membikin kaku....

................................................................
Pena dan penyair keduanya mati,
Berpalingan!


1946

Sumber: Deru Campur Debu (1949)

Analisis Puisi:
Puisi "Nocturno" oleh Chairil Anwar adalah karya yang penuh dengan emosi dan pemahaman yang dalam tentang keadaan batin, ketidakberdayaan, dan kehilangan. Melalui penggunaan gambaran dan bahasa yang kuat, Chairil Anwar menggambarkan perasaan kehampaan dan ketidakpastian yang mendalam.

Perasaan Kesepian dan Tidak Berdaya: Dalam puisi ini, terlihat perasaan kesepian dan tidak berdaya yang mendalam. Puisi ini dimulai dengan seruan "Aku menyeru" yang tidak mendapat tanggapan atau suara balasan. Ini menciptakan gambaran kekosongan dan isolasi, di mana seruan seseorang tenggelam di dalam hampa dan udara beku. Penerimaan yang tanpa suara ini menggambarkan perasaan tidak mendapatkan respons atau pengakuan dari dunia sekitar.

Keinginan dan Mimpi yang Tidak Bernyawa: Puisi ini menciptakan gambaran tentang keinginan dan mimpi yang tidak mampu menghidupkan diri. Kata-kata "Dalam diriku terbujur keinginan, juga tidak bernyawa" menggambarkan betapa keinginan dan mimpi-mimpi yang ada dalam diri telah menjadi mati dan tidak berarti. Ini mencerminkan rasa frustasi dan putus asa dalam mencapai impian.

Perjuangan yang Sia-Sia dan Ketidakpastian: Chairil Anwar menggunakan bahasa yang kuat untuk menggambarkan perjuangan yang sia-sia. Kata-kata "Mimpi yang penghabisan minta tenaga, Patah kapak, sia-sia berdaya" menggambarkan perjuangan tanpa hasil yang membuahkan rasa kekecewaan dan kelelahan. Penggambaran ini mencerminkan ketidakpastian dalam mencapai tujuan, bahkan ketika usaha maksimal diberikan.

Terdampar di Keadaan Hampa: Gambaran "Terdampar... Menginyam abu dan debu Dari tinggalannya suatu lagu" menggambarkan perasaan terdampar dan hampa. Ini menciptakan gambaran metaforis tentang terjebak dalam keadaan yang penuh dengan kekecewaan dan kekosongan. Penggunaan kata "tinggalan" juga dapat merujuk pada sisa-sisa kehidupan atau pengalaman yang telah berlalu.

Kehilangan Penyair dan Pena: Puisi ini berakhir dengan pernyataan singkat "Pena dan penyair keduanya mati, Berpalingan!" yang menciptakan kesan kehilangan dan akhir yang tegas. Kata-kata ini bisa diartikan sebagai representasi dari keadaan kepenyairan atau kehidupan secara keseluruhan yang telah meredup dan berakhir.

Puisi "Nocturno" karya Chairil Anwar adalah sebuah karya yang menggambarkan perasaan kesepian, kehilangan, ketidakpastian, dan perjuangan yang sia-sia. Melalui gambaran dan bahasa yang kuat, Chairil Anwar berhasil menghadirkan suasana batin yang dalam dan kompleks, mengundang pembaca untuk merenungkan tentang keadaan eksistensial dan keterbatasan manusia dalam menghadapi hidup.

Chairil Anwar
Puisi: Nocturno
Karya: Chairil Anwar

Biodata Chairil Anwar:
  • Chairil Anwar lahir di Medan, pada tanggal 26 Juli 1922.
  • Chairil Anwar meninggal dunia di Jakarta, pada tanggal 28 April 1949 (pada usia 26 tahun).
  • Chairil Anwar adalah salah satu Sastrawan Angkatan 45.
© Sepenuhnya. All rights reserved.