Puisi: Hang Tuah (Karya Amir Hamzah)

Puisi "Hang Tuah" karya Amir Hamzah tidak hanya menjadi pengenang sejarah Melaka tetapi juga menjadi pernyataan tentang keberanian dan ...
Hang Tuah

Bayu berpuput alun digulung
Bayu direbut buih dibubung.

Selat Melaka ombaknya memecah
Pukul-memukul belah-membelah.

Bahtera ditepuk buritan dilanda
Penjajah dihantuk haluan ditunda.

Camar terbang riuh suara
Alkamar hilang menyelam segara.

Armada Perenggi lari bersusun
Melaka negeri hendak diruntun.

Galyas dan pusta tinggi dan kukuh
Pantas dan angkara ranggi dan angkuh.

Melaka! Laksana kehilangan bapa
Randa! Sibuk mencari cendera mata.

"Hang Tuah! Hang Tuah! Di mana dia
Panggilkan aku kesuma Parwira!"

Tuanku, Sultan Melaka, Maharaja Bintan!
Dengarkan kata bentara Kanan.

"Tun Tuah, di Majapahit nama termasyhur
Badannya sakit rasakan hancur!"

Wah, alahlah rupanya negara Melaka
Karena Laksamana ditimpa mara.

Tetapi engkau wahai Kesturi
Kujadikan suluh, mampukah diri?

Hujan rintik membasahi bumi
Guruh mendayu menyedihkan hati.

Keluarlah suluh menyusun pantai
Angkatan Pertugal hajat dihintai.

Cucuk diserang ditikami seligi
Sauh terbang dilempari sekali.

Lela dipasang gemuruh suara
Rasakan terbang ruh dan nyawa.

Suluh Melaka jumlahnya kecil
Undur segera mana yang tampil.

"Tuanku, armada Peringgi sudahlah dekat
Kita keluari denganlah cepat

Hang Tuah coba lihati
Apakah 'afiat rasanya diri?"

Laksamana, Hang Tuah mendengar berita
Armada Peringgi duduk di kuala

Mintak didirikan dengan segera
Hendak berjalan ke hadapan raja.

Negeri Melaka hidup kembali
Bukankah itu Laksamana sendiri.

Laksamana, cahaya Melaka, bunga pahlawan
Kemala setia maralah Tuan.

Tuanku, jadikan patik tolak-bala
Turunkan angkatan dengan segera.

Genderang perang disuruhnya palu
Memanggil imbang iramanya tertentu.

Keluarlah Laksamana mahkota ratu
Tinggallah Melaka di dalam ragu ...

Marya! Marya! Tempik Peringgi
Lela pun meletup berganti-ganti.

Terang cuaca berganti kelam
Bujang Melaka menjadi geram.

Galyas dilanda pusta dirampat
Sebas Melaka sukma di Selat!

Amuk-beramuk buru-memburu
Tesuk-menusuk laru-meluru.

Lala rentak berputar-putar
Cahaya senjata bersinar-sinar.

Laksamana mengamuk di atas pusta
Yu menyambar umpamanya nyata ...

Hijau segera bertukar warna
Sinau senjata pengantar nyawa.

Hang Tuah empat berkawan
Serangannya hebat tiada tertahan.

Cucuk peringgi menarik layar
Induk dicari tempat be-hindar.

Angkatan besar maju segera
Mendapatkan payar ratu Melaka.

Perang ramai berlipat ganda
Pencalang berai tempat ke segala.

Dang Gubernur memasang lela
Umpama guntur di terang cuaca.

Peluru tebang menuju bahtera
Laksamana dijulang ke dalam segara.

Sumber: Buah Rindu (1941)

Analisis Puisi:
Puisi "Hang Tuah" karya Amir Hamzah merupakan sebuah karya sastra yang menggambarkan peristiwa bersejarah, khususnya dalam konteks penaklukan Melaka. Melalui kata-kata yang penuh dengan semangat dan perjuangan, Amir Hamzah menghidupkan kembali keberanian Laksamana Hang Tuah di tengah badai perang dan pengepungan oleh armada Peringgi.

Kekuatan Bahasa dan Imajinatif: Puisi ini menciptakan gambaran yang kuat melalui penggunaan bahasa yang kaya dan imajinatif. Amir Hamzah memberikan kehidupan pada suasana peperangan dan ketegangan di Selat Melaka dengan cara yang menggugah perasaan pembaca.

Pesan Kehidupan dan Kepahlawanan Hang Tuah: Puisi ini membawa pesan tentang keberanian dan kesetiaan Hang Tuah terhadap negerinya. Meskipun Melaka berada dalam keadaan terdesak, Laksamana Hang Tuah tetap setia dan berjuang hingga titik darah penghabisan, menjadi simbol kepahlawanan yang mendalam.

Kontras Melalui Gaya Bahasa: Amir Hamzah berhasil menciptakan kontras antara ketenangan awal puisi dengan kekacauan perang yang menghantui Melaka. Gaya bahasanya yang indah memberikan kekuatan pada perasaan kesedihan, kehilangan, dan ketegangan yang dirasakan oleh tokoh-tokoh di dalam puisi.

Simbolisme Perang dan Pengepungan: Perang dan pengepungan yang digambarkan dalam puisi ini bukan hanya sekadar deskripsi fisik, melainkan juga simbol dari tantangan dan ujian yang dihadapi oleh Melaka sebagai sebuah negara. Armada Peringgi dan badai perang menjadi lambang kesulitan yang harus diatasi.

Penggunaan Istilah Nusantara: Amir Hamzah menggunakan istilah-istilah Nusantara seperti "Laksamana," "Peringgi," dan "Selat Melaka," menambahkan nuansa keaslian dan menghubungkan puisi ini dengan sejarah maritim Nusantara.

Keluhuran Hati yang Dinyanyikan oleh Puisi: Meskipun puisi ini menggambarkan peristiwa tragis, keluhuran hati dan semangat juang tokoh utama menghadapi keadaan yang sulit memberikan warna positif pada keseluruhan puisi. Hal ini menciptakan dinamika emosional yang kompleks.

Puisi "Hang Tuah" karya Amir Hamzah tidak hanya menjadi pengenang sejarah Melaka tetapi juga menjadi pernyataan tentang keberanian dan perjuangan di tengah badai cobaan. Gaya bahasanya yang indah, penggambaran perang yang dramatis, dan pesan-pesan mendalam membuat puisi ini tetap relevan dan memikat pembaca hingga saat ini.

Amir Hamzah
Puisi: Hang Tuah
Karya: Amir Hamzah

Biodata Amir Hamzah:
  • Amir Hamzah memiliki nama lengkap Tengku Amir Hamzah Pangeran Indra Putera.
  • Amir Hamzah adalah salah satu sastrawan Indonesia angkatan Pujangga Baru (angkatan '30-an atau angkatan 1933).
  • Amir Hamzah lahir pada tanggal 28 Februari 1911 di Binjai, Langkat, Sumatra Utara.
  • Ayahnya bernama Tengku Muhammad Adil (meninggal dunia pada tahun 1933).
  • Ibunya bernama Tengku Mahjiwa (meninggal dunia pada tahun 1931).
  • Amir Hamzah menikah dengan seorang perempuan bernama Kamiliah pada tanggal 1937. Pernikahan ini tersebut dikaruniai seorang anak bernama Tengku Tahura.
  • Amir Hamzah meninggal dunia pada tanggal 20 Maret 1946.
  • Amir Hamzah adalah salah satu pendiri majalah sastra Pujangga Baru (bersama Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane) pada tahun 1932.
  • Dalam dunia sastra, Amir Hamzah diberi julukan Raja Penyair Zaman Pujangga Baru.
© Sepenuhnya. All rights reserved.