Puisi: Gumam Doa Perdamaian (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Gumam Doa Perdamaian" menggambarkan situasi yang penuh dengan konflik dan kekerasan di wilayah tertentu, dengan menyoroti tanah Palestina, ...
Gumam Doa Perdamaian
(Cucu lelaki tua Palestina yang menatap kosong tumpukan puing rumah keluarganya)


Sungai Yordan masih membawa mimpi bocahnya
mengapung mengalir sesekali tersangkut-sangkut
sementara musim berganti telah menghadirkan
berbagai statemen baru tentang tanah airnya
dibawa ke meja-meja perjamuan oleh para negarawan
yang tampil penuh pesona dalam siaran-siaran
begitu meyakinkan menjanjikan harapan-harapan
tak bisa dimengerti setiap hari masih terjadi
bunyi senapan, nenek yang mati tak kembali
sungai Yordan telah pula bersaksi
banyak orang berkaca di permukaan airnya
masih dengan wajah kelam dan mata menyimpan
kilat belati, petang-petang dan pagi-pagi
Gaza yang pagar luka tak pasti kapan sembuhnya
di antara tumpukan puing-puing tiba-tiba
melintas wajah kakeknya tua dan letih
jubah lusuh berkibaran mengajaknya berjalan
ke mana, -- sahutnya tak sadar bicara pada
diri sendiri yang telah dibenam mimpi
membuktikan perdamaian, -- gumam kakeknya
penuh kasih sayang dan meninalenakan di pojok jalan.

Bogor, Januari 1994

Analisis Puisi:
Puisi "Gumam Doa Perdamaian" karya Diah Hadaning menyampaikan suatu pesan yang penuh dengan kepedihan atas konflik yang berkecamuk, sambil membawa harapan akan perdamaian. Puisi ini secara halus tetapi kuat menggambarkan situasi yang penuh dengan konflik dan kekerasan di wilayah tertentu, dengan menyoroti tanah Palestina, khususnya Yordan dan Gaza, di tengah perjuangan untuk perdamaian yang tak kunjung tiba.

Gambaran Realitas Konflik: Puisi ini menghadirkan gambaran realitas konflik yang tak kunjung usai. Sungai Yordan menjadi metafora bagi kelangsungan hidup yang terus berjalan meskipun terhambat oleh ketidakpastian dan konflik. Penulis menggambarkan bagaimana harapan dan mimpi anak-anak terhanyut di tengah arus konflik yang terus mengalir.

Perbedaan Antara Harapan dan Kekerasan: Puisi ini menyoroti perbedaan antara retorika politik yang penuh dengan janji perdamaian di atas meja perundingan dengan kenyataan kehidupan sehari-hari di daerah konflik. Meskipun para pemimpin berbicara tentang perdamaian, tetapi senapan masih terus bersuara, orang-orang terus kehilangan nyawa, dan luka-luka yang tidak kunjung sembuh. Ini menggambarkan kesenjangan antara janji-janji politik dan kenyataan di lapangan.

Keharuan dan Harapan: Puisi ini juga menciptakan nuansa keharuan dan kesedihan, terutama dalam deskripsi Gaza yang dilukai. Ketika seorang kakek tua muncul di tengah-tengah reruntuhan, ia membawa pesan yang penuh dengan kebaikan, cinta, dan keinginan akan perdamaian. Mimpi dan harapan untuk kedamaian dan perdamaian terus ada, meskipun situasi saat ini kelam.

Puisi "Gumam Doa Perdamaian" adalah suara yang mengekspresikan kepedihan, ketidakpastian, dan harapan dalam konteks konflik yang sedang berlangsung. Puisi ini mengajak pembaca untuk melihat kedalaman penderitaan yang terjadi di wilayah tertentu, dan pada saat yang sama, memberikan pesan tentang keharuan, kebaikan, dan keinginan untuk perdamaian yang tiada henti. Ini adalah seruan bagi perdamaian yang disampaikan melalui kesedihan dan harapan dalam bait-bait puisi yang penuh dengan makna.

Puisi Gumam Doa Perdamaian
Puisi: Gumam Doa Perdamaian
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.