Puisi: Tinggalkan Lorong-Lorong Lusuh Itu (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Tinggalkan Lorong-Lorong Lusuh Itu" karya Diah Hadaning menggambarkan pertentangan antara kehidupan di perkotaan yang glamor dan hidup ...
Tinggalkan Lorong-Lorong Lusuh Itu

Glamour hari ini hanya di jantung kota
di jantungmu, desah belukar desa
tapi tidak harus diterima ucapan mereka:
kalian orang-orang lapar kaki lima
adalah alas sepatu, kaleng apkiran di tanah ini.

Nyanyian hari ini, hanya dalam aubade saja
hari-harimu sederhana yang tercabik
cuma dengus nafas anyir tanpa suara
tapi tidak harus kalian cuma tanya-tanya:
siapa-siapa berani dan peduli
membawa kami serta dalam barisan panjang perjalanan
kami ini produk jaman atau apa lagi?

Kalian orang-orang lapar kaki lima
yang bukan kaleng apkiran atau alas sepatu
tinggalkan seribu Tanya di ujung tumitmu
tinggalkan saja lorong-lorongmu yang lusuh
berbarislah penuhi jalanan kota
bernyanyilah, beri salamlah, dengan sopan dan ceria
kepada segala Tetua Nusa dan ikrarkan pada mereka
kalian setia sampai sorga mau pun neraka
menjadi perjurit mau pun tukang negeri ini
yang bukan gombal tapi pijat lelatu
tapi mintalah janji: sejahtera sama-sama!

Jakarta, 1980

Analisis Puisi:

Puisi "Tinggalkan Lorong-Lorong Lusuh Itu" karya Diah Hadaning menggambarkan pertentangan antara kehidupan di perkotaan yang glamor dan hidup sederhana di desa.

Perbandingan Antara Kehidupan Urban dan Desa: Puisi ini menggambarkan kontras antara kehidupan glamor di pusat kota dengan kehidupan sederhana di desa. Pembicara menyoroti bahwa kemewahan hanya ada di jantung kota, sementara desa-desa dianggap rendah oleh penguasa kota.

Pemertahanan Identitas dan Martabat: Penyair mengekspresikan kebanggaan terhadap kehidupan sederhana di desa, menolak untuk menerima penilaian negatif dari orang-orang kota terhadap orang-orang desa. Ada dorongan untuk mempertahankan identitas dan martabat mereka, meskipun dianggap sebagai "orang-orang lapar kaki lima".

Tuntutan Keadilan dan Kesetaraan: Pembicara menegaskan bahwa orang-orang desa tidak boleh diabaikan atau dianggap rendah hanya karena kehidupan mereka yang sederhana. Mereka menuntut pengakuan atas kontribusi mereka terhadap masyarakat dan meminta kesetaraan dalam memperjuangkan kesejahteraan bersama.

Kritik terhadap Diskriminasi Sosial: Puisi ini juga mengkritik sikap merendahkan dan mendiskriminasi terhadap orang-orang desa. Pembicara menyerukan untuk meninggalkan stereotip dan prasangka negatif terhadap mereka, serta menuntut penghargaan atas kontribusi mereka dalam membangun dan menjaga kehidupan sosial.

Panggilan untuk Solidaritas dan Keadilan Sosial: Penyair mengajak untuk solidaritas antarwarga, baik dari kota maupun desa, dalam memperjuangkan keadilan sosial. Mereka mengingatkan bahwa setiap individu memiliki nilai dan martabat yang sama, dan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan harus diperjuangkan bersama.

Konklusi Mengejutkan: Puisi ini menyimpulkan dengan permintaan yang kuat untuk menjaga solidaritas dan kesetiaan satu sama lain, serta menuntut janji akan keberhasilan bersama. Ada elemen kejutan di akhir puisi yang mengundang refleksi lebih lanjut tentang pentingnya persatuan dalam menghadapi tantangan sosial.

Dengan demikian, puisi "Tinggalkan Lorong-Lorong Lusuh Itu" adalah sebuah puisi yang menggugah kesadaran akan perlunya menghormati dan mengakui nilai setiap individu, serta memperjuangkan keadilan sosial bagi semua lapisan masyarakat.

"Puisi: Tinggalkan Lorong-Lorong Lusuh Itu (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Tinggalkan Lorong-Lorong Lusuh Itu
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.