Puisi: Malam yang Susut Kelabu (Karya Goenawan Mohamad)

Puisi "Malam yang Susut Kelabu" karya Goenawan Mohamad mempersembahkan keindahan dan keabadian cinta dalam konteks malam yang suram dan gelap.
Malam yang Susut Kelabu

Malam yang susut kelabu
adakah kau dengar itu, kekasihku
seperti kau dengar sauh
tenggelam dalam dasar yang jauh.

Adakah kau dengar suara
antara langit yang gaib dan gerimis reda
yang dekat berbisik pada kita
dan akan berbisik pada dunia
ketika itu angin telah mati dan dingin akan lalu
ketika itu kumandang hilang dalam diriku.
Tetapi mengapa kita bisa menerkanya, seketika
bahwa Kasih turun merendah, dan kita hanya gema.

1964

Analisis Puisi:
Puisi "Malam yang Susut Kelabu" karya Goenawan Mohamad adalah sebuah karya yang mempersembahkan keindahan dan keabadian cinta dalam konteks malam yang suram dan gelap. Dengan kata-kata yang indah, Goenawan Mohamad mengajak pembaca untuk merenungkan keberadaan kasih dalam keheningan malam.

Malam yang Susut Kelabu sebagai Metafora: Bait pertama dengan kalimat "Malam yang susut kelabu" seolah membuka tirai keindahan malam yang suram. Kata-kata ini menjadi metafora yang menggambarkan kegelapan dan misteri, menciptakan suasana yang cocok untuk membangkitkan rasa ingin tahu dan introspeksi.

Dialog dengan Kekasih dan Alam: Puisi ini seolah menjadi dialog antara penyair dan kekasihnya, di mana mereka merenungi keheningan malam bersama-sama. Bahasa yang digunakan menciptakan suasana yang intim dan penuh rahasia, memberikan kesan bahwa malam menjadi saksi akan hubungan mereka.

Suara Langit yang Gaib dan Gerimis Reda sebagai Simbolik Alam: Goenawan Mohamad menggunakan suara langit yang gaib dan gerimis reda sebagai elemen simbolik. Suara ini menjadi medium komunikasi antara kekasih, alam, dan dunia. Gerimis yang mereda menciptakan gambaran ketenangan setelah badai, seiring dengan rasa damai setelah perjalanan hidup.

Ketika Angin Telah Mati dan Dingin Akan Lalu, Transformasi Hidup: Penyair merenungkan momen ketika angin telah mati dan dingin akan lalu. Ini menciptakan citra transformasi hidup, di mana kehidupan mengalami perubahan, dan kasih tetap ada meskipun dalam situasi yang sulit.

Kumandang Hilang dalam Diriku, Pengalaman Pribadi dan Keabadian Kasih: Baris "ketika itu kumandang hilang dalam diriku" menggambarkan momen kehilangan, tetapi juga mengindikasikan bahwa kumandang atau getaran kasih masih ada dalam ruang batin penyair. Ini menciptakan konsep keabadian kasih yang tak tergoyahkan meskipun melewati masa-masa sulit.

Kasih yang Turun Merendah dan Kita Hanya Gema, Spiritualitas dan Eksistensialisme: Bait terakhir menggambarkan kasih yang turun merendah dan manusia hanya sebagai gema. Ini menciptakan atmosfer spiritual dan eksistensial, di mana manusia dihadapkan pada keterbatasan dirinya dan merenungkan keberadaan kasih yang lebih besar dan abadi.

Puisi "Malam yang Susut Kelabu" mengajak pembaca dalam perjalanan batin yang penuh dengan keindahan dan keabadian kasih. Melalui gambaran malam yang suram, Goenawan Mohamad berhasil mengeksplorasi dimensi spiritual dan eksistensial manusia, menghadirkan sebuah karya yang memikat dan penuh dengan makna mendalam.

Puisi Goenawan Mohamad
Puisi: Malam yang Susut Kelabu
Karya: Goenawan Mohamad

Biodata Goenawan Mohamad:
  • Goenawan Mohamad (nama lengkapnya Goenawan Soesatyo Mohamad) lahir pada tanggal 29 Juli 1941 di Batang, Jawa Tengah.
  • Goenawan Mohamad adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.