Puisi: New York, 1971 (Karya Sapardi Djoko Damono)

Puisi "New York, 1971" karya Sapardi Djoko Damono mengeksplorasi tema kehidupan, kehilangan identitas, dan kesendirian di tengah keramaian kota besar.
New York, 1971

Hafalkan namamu baik-baik di sini. Setelah baja
dan semen yang mengatur langkah kita, lampu-lampu
dan kaca. Langit hanya dalam batin kita,
tersimpan setia dari lembah-lembah di mana kau dan aku
lahir, semakin biru dalam dahaga.
Hafalkan namamu. Tikungan demi tikungan,
warna demi warna tanda-tanda jalanan yang menunjuk
ke arah kita, yang kemudian menjanjikan 
arah yang kabur
ke tempat-tempat yang dulu pernah ada
dalam mimpi kanak-kanak kita. Berjalanlah merapat tembok
sambil mengulang-ulang menyebut nama tempat 
dan tanggal lahirmu sendiri, sampai di persimpangan 
ujung jalan itu, yang menjurus ke segala arah
sambil menolak arah, ketika semakin banyak juga
orang-orang di sekitar kita, dan terasa bahwa
sepenuhnya sendiri. Kemudian bersiaplah
dengan jawaban-jawaban itu.
Tetapi kaudengarkah swara-swara itu?

1971

Sumber: Horison (Januari, 1974)

Catatan:
Puisi New York, 1971 kemudian hari dimasukkan ke dalam buku Hujan Bulan Juni (1994).

Analisis Puisi:

Puisi "New York, 1971" karya Sapardi Djoko Damono adalah refleksi yang mendalam tentang pengalaman hidup, kehilangan, dan pencarian identitas di tengah-tengah keramaian kota New York pada tahun 1971.

Penggunaan Metafora dan Imaji yang Kuat: Penyair menggunakan metafora seperti "langit hanya dalam batin kita" untuk menyiratkan bahwa kehidupan sejati terletak dalam pikiran dan perasaan batiniah kita, bukan sekadar yang tampak di permukaan. Imaji seperti "lampu-lampu dan kaca" menciptakan gambaran tentang kehidupan perkotaan yang sibuk dan modern.

Nostalgia dan Kehilangan Identitas: Penyair mengekspresikan rasa nostalgia dan kehilangan akan masa kecil dan asal-usulnya, yang terlihat dalam penggunaan frasa "tempat-tempat yang dulu pernah ada dalam mimpi kanak-kanak kita." Hal ini mencerminkan perasaan kehilangan identitas di tengah keramaian dan modernitas kota besar.

Pencarian Identitas dalam Keramaian: Puisi ini mengeksplorasi tema pencarian identitas dalam keramaian kota besar. Penggunaan frasa "berjalanlah merapat tembok" menyiratkan usaha untuk mencari identitas yang sejati di tengah keramaian dan kebingungan.

Kesendirian dalam Keramaian: Meskipun dikelilingi oleh banyak orang, penyair merasakan kesendirian yang mendalam. Ini tercermin dalam frase "terasa bahwa sepenuhnya sendiri", yang menyoroti perasaan terisolasi dan kehilangan di tengah keramaian kota besar.

Pertanyaan yang Menggugah: Puisi ini diakhiri dengan pertanyaan yang menggugah, "Tetapi kaudengarkah swara-swara itu?" yang mengajak pembaca untuk merenungkan arti kehidupan, identitas, dan hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya.

Puisi "New York, 1971" karya Sapardi Djoko Damono adalah sebuah karya yang mengeksplorasi tema kehidupan, kehilangan identitas, dan kesendirian di tengah keramaian kota besar. Dengan penggunaan metafora yang kuat dan gambaran yang mendalam, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna kehidupan dan pencarian identitas di tengah-tengah modernitas dan keramaian perkotaan.

Puisi Sapardi Djoko Damono
Puisi: New York, 1971
Karya: Sapardi Djoko Damono

Biodata Sapardi Djoko Damono:
  • Sapardi Djoko Damono lahir pada tanggal 20 Maret 1940 di Solo, Jawa Tengah.
  • Sapardi Djoko Damono meninggal dunia pada tanggal 19 Juli 2020.
© Sepenuhnya. All rights reserved.