Puisi: Punggungmu (Karya Joko Pinurbo)

Puisi "Punggungmu" karya Joko Pinurbo menggambarkan Jakarta sebagai punggung yang memikul beban besar dari kehidupan perkotaan. Dengan penggunaan ...
Punggungmu

Ibu kota Jakarta adalah punggungmu.
Punggung yang sabar menanggung beban
kerjamu,
bangun pagimu,
pulang malammu,
perjalanan macetmu,
pegal-pegalmu,
masuk anginmu,
ingin ini ingin itumu,
kenapa begini kenapa begitumu,
aku kudu piyemu,
tunjangan kesepianmu,
jaminan kewarasanmu,
surga sementaramu,
yang berhenti di ngantuk matamu.
Mata yang masih bisa bilang
"selamat pulang, pejuang"
walau perjuanganmu gugur di tempat tidur.
Punggungmu terbungkuk-bungkuk
menggendong kursi kehormatanmu.
Kursi kerjamu.
Kursi makanmu.
Kursi mimpimu.
Kursi mabukmu.
Kursi ibadahmu.
Kursi panasmu.
Kursi yang berganti-ganti kaki.
Kursi saktimu.
Kursi yang diduduki banyak orang.
Kursi sakitmu.
Kursi yang sabar menanggung bebanmu.
Bila aku bersandar di punggungmu
dan menyimak suara tubuhmu,
aku bisa mendengar gemuruh hujan
diiringi tiga letusan petir.
Tiga letusan petir yang, jika diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia,
berbunyi, "Bubar, bubaarr, bubaaarrr."

2015

Sumber: Buku Latihan Tidur (2017)

Analisis Puisi:
Puisi "Punggungmu" oleh Joko Pinurbo adalah sebuah perenungan yang menggambarkan punggung Jakarta sebagai sebuah metafora yang kompleks.

Metafora Jakarta sebagai Punggung: Penyair menggunakan metafora yang kuat dengan menjadikan Jakarta sebagai punggung. Punggung di sini melambangkan beban, tekanan, dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh ibu kota sebagai pusat pemerintahan, bisnis, dan kegiatan sosial di Indonesia.

Beban dan Kerja Keras: Puisi menggambarkan punggung Jakarta sebagai penerima beban yang berat, yang meliputi segala aspek kehidupan kota, seperti kesibukan sehari-hari, masalah kemacetan, polusi udara, dan persoalan sosial lainnya. Penyair menekankan bahwa punggung tersebut sabar menanggung semua tekanan itu.

Kehidupan Sehari-hari: Penyair dengan halus menggambarkan rutinitas sehari-hari penduduk Jakarta, yang terlihat dari bangun pagi, pergi kerja, hingga pulang malam. Bahkan, punggungmu juga menopang kursi-kursi kehidupan, seperti kursi makan, kursi kerja, kursi mabuk, dan kursi ibadah.

Kehancuran di Balik Kesibukan: Meskipun sibuk dengan rutinitasnya, puisi ini juga menyentuh tema kesendirian, kelelahan, dan kehancuran yang mungkin terjadi di balik kesibukan itu. Terdapat kesedihan dan kelelahan yang tidak terungkap secara langsung, namun tersirat dalam kata-kata tentang tunjangan kesepian, jaminan kewarasan, dan kesunyian yang mengiringi kehidupan kota.

Suara Tubuh Jakarta: Puisi ini menyimpulkan dengan gambaran suara tubuh Jakarta yang gemuruh, seperti bunyi hujan dan petir yang berdentum. Hal ini bisa diartikan sebagai suara kelelahan dan kemarahan yang muncul dari punggung Jakarta yang terus menerus menanggung beban.

Puisi "Punggungmu" karya Joko Pinurbo adalah sebuah puisi yang menggambarkan Jakarta sebagai punggung yang memikul beban besar dari kehidupan perkotaan. Dengan penggunaan metafora yang kuat dan bahasa yang kaya, penyair berhasil menyampaikan pesan tentang kompleksitas, kelelahan, dan kehancuran di balik gemerlapnya ibu kota.

Puisi: Punggungmu
Puisi: Punggungmu
Karya: Joko Pinurbo
© Sepenuhnya. All rights reserved.