Puisi: Di Kota Itu, Kata Orang, Gerimis Telah Jadi Logam (Karya Goenawan Mohamad)

Puisi "Di Kota Itu, Kata Orang, Gerimis Telah Jadi Logam" karya Goenawan Mohamad menggambarkan kontras antara harapan dan kekecewaan, keindahan dan ..
Di Kota Itu, Kata Orang, Gerimis Telah Jadi Logam


Di kota itu, kata orang, gerimis telah jadi logam. Di bawah cahaya hari pun bercadar, tapi aku tahu kita akan sampai ke sana.

Dan kita bercinta tanpa batuk yang tersimpan, membiarkan gumpal darah di gelas itu menghijau. Dan engkau bertanya mengapa udara berserbuk di antara kita?

Lalu, pagi selesai, burung lerai dan sisa bulan tertinggal di luar, di atas cakrawala aspal.

Jika samsu pun berdebu, kekasihku, juga pelupukmu. Tapi tutupkan matamu, dan bayangkan aku menjemputmu, mautmu.
 

1971

Sumber: Horison (September, 1971)

Analisis Puisi:
Puisi "Di Kota Itu, Kata Orang, Gerimis Telah Jadi Logam" karya Goenawan Mohamad adalah sebuah karya sastra yang singkat namun penuh dengan makna dan gambaran yang kuat tentang kehidupan di kota.

Gambaran Kota yang Kelam: Puisi ini menggambarkan suasana kota yang tampak suram dan berat. Gerimis yang telah menjadi logam menggambarkan ketidaknyamanan dan dinginnya suasana kota. Kota ini tampaknya mengalami perubahan yang menyedihkan dan kehilangan keindahan alaminya.

Penyamaran Cahaya: Puisi ini menyiratkan bahwa bahkan di bawah cahaya hari, kota ini masih terlalu suram sehingga "bercadar." Ini bisa diartikan sebagai gambaran tentang kegelapan hati atau ketidakjelasan dalam kehidupan kota yang digambarkan.

Harapan Akan Keberhasilan: Meskipun gambaran kota dan situasinya mungkin suram, penutur puisi memiliki keyakinan bahwa "kita akan sampai ke sana." Ini bisa diartikan sebagai ungkapan harapan bahwa meskipun situasinya sulit, masih ada kemungkinan perubahan atau keberhasilan di masa depan.

Cinta dan Keintiman: Puisi ini menciptakan gambaran hubungan cinta dan keintiman di tengah kota yang keras. Meskipun kehidupan kota mungkin keras dan dingin, hubungan antara penutur puisi dan kekasihnya tampaknya kuat dan penuh dengan keintiman.

Metafora Darah yang Menghijau: Puisi ini menciptakan gambaran yang kuat dengan mengatakan bahwa mereka "membiarkan gumpal darah di gelas itu menghijau." Ini bisa diartikan sebagai gambaran tentang kesuburan atau perasaan hidup yang kuat meskipun dalam situasi yang sulit.

Alam dalam Kota: Puisi ini menggambarkan bahwa meskipun mereka berada di kota, masih ada unsur alam yang hadir. Burung dan bulan adalah simbol alam yang tetap ada meskipun di tengah urbanisasi yang keras.

Perubahan dan Kehancuran: Puisi ini juga bisa diinterpretasikan sebagai refleksi tentang perubahan dan kehancuran dalam kehidupan kota. Kota yang awalnya indah dan penuh harapan telah berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih gelap.

Kematian dan Kehidupan: Puisi ini mengakhiri dengan baris yang merujuk pada kematian: "bayangkan aku menjemputmu, mautmu." Ini bisa diartikan sebagai pernyataan tentang kematian sebagai bagian dari kehidupan yang tak terhindarkan.

Secara keseluruhan, puisi ini menggambarkan kontras antara harapan dan kekecewaan, keindahan dan kegelapan dalam kehidupan kota. Meskipun situasinya tampak suram, masih ada tanda-tanda kehidupan, cinta, dan harapan yang tersisa. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan keadaan manusia di tengah lingkungan yang penuh tantangan.

Puisi Goenawan Mohamad
Puisi: Di Kota Itu, Kata Orang, Gerimis Telah Jadi Logam
Karya: Goenawan Mohamad

Biodata Goenawan Mohamad:
  • Goenawan Mohamad (nama lengkapnya Goenawan Soesatyo Mohamad) lahir pada tanggal 29 Juli 1941 di Batang, Jawa Tengah.
  • Goenawan Mohamad adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.