Puisi: Di Malioboro (Karya Goenawan Mohamad)

Puisi "Di Malioboro" karya Goenawan Mohamad menggambarkan kerumitan hubungan manusia dan bagaimana ingatan, identitas, dan ....
Di Malioboro
Kepada seseorang yang mengingatkan saya akan Iramani, yang dibunuh di tahun 1965


Saya menemukanmu, tersenyum, acuh tak acuh
di sisi Benteng Vriedenburg.

Siapa namamu, kataku, dan kau bilang:
Kenapa kau tanyakan itu.

Malam mulai diabaikan waktu.
Di luar, trotoar tertinggal.

Deret gedung bergadang
dan lampu tugur sepanjang malam.

Seperti jaga untuk seorang baginda
yang sebentar lagi akan mati.

Mataram, katamu, Mataram...

Ingatan-ingatan pun bepercikan
- sekilas terang kemudian hilang - seakan pijar
di kedai tukang las.

Saya coba pertautkan kembali
potongan-potongan waktu
yang terputus dari landas.

Tapi tak ada yang akan bisa diterangkan, rasanya.

Di atas bintang-bintang mabuk
oleh belerang,

kepundan seperti sebuah radang,

dan bulan dihirup hilang
kembali oleh Merapi

Trauma, kau bilang
(mungkin juga, "trakhoma?")
membutakan kita.

Dan esok los-los pasar
akan menyebarkan lagi warna permainan kanak
dari kayu: boneka-boneka pengantin
merah-kuning dan rumah-rumah harapan
dalam lilin.

Siapa namamu, tanyaku.
Aku tak punya ingatan untuk itu, sahutmu.


1997


Sumber: Misalkan Kita di Sarajevo (1998)

Analisis Puisi:
Puisi "Di Malioboro" karya Goenawan Mohamad adalah sebuah karya yang menggambarkan pertemuan singkat antara penulis dan seorang individu yang ditemuinya di Malioboro, salah satu jalan terkenal di Yogyakarta, Indonesia.

Lokasi dan Latar Belakang: Puisi ini menggambarkan setting yang jelas, yaitu Malioboro, yang merupakan jalan perdagangan dan wisata terkenal di Yogyakarta. Penulis bertemu dengan orang yang tidak dikenalnya di sisi Benteng Vriedenburg, yang menjadi titik awal interaksi mereka.

Dialog: Puisi ini mengandung dialog antara penulis dan individu yang ditemuinya. Pertanyaan sederhana dari penulis tentang nama orang tersebut menghasilkan jawaban yang agak acuh tak acuh. Ini menciptakan nuansa ketidakjelasan dan misteri dalam interaksi mereka.

Kenangan: Ketika penulis menanyakan tentang Mataram, orang tersebut mulai membagikan ingatan mereka. Mataram adalah salah satu kota bersejarah di Jawa Tengah, dan pembicaraan ini mencerminkan upaya mereka untuk menghubungkan potongan-potongan ingatan dalam percakapan mereka.

Kegelapan dan Trauma: Puisi ini mencerminkan suasana malam yang gelap dan merujuk pada lampu-lampu yang menyala sepanjang malam di Malioboro. Namun, lampu-lampu ini juga menjadi metafora untuk "belerang" dan "radang," yang bisa merujuk kepada ketidakjelasan atau ketidakpastian dalam hidup.

Kehilangan Ingatan dan Identitas: Puisi ini mengeksplorasi tema kehilangan ingatan dan identitas. Orang yang ditemui oleh penulis tampak tidak memiliki ingatan akan identitasnya sendiri, yang menciptakan perasaan misteri dan ambiguitas dalam puisi.

Boneka-Boneka Pengantin: Puisi ini berakhir dengan gambaran tentang "boneka-boneka pengantin" dan "rumah-rumah harapan" dalam lilin yang dibawa oleh los-los pasar. Ini bisa diinterpretasikan sebagai simbol harapan dan permainan kanak-kanak yang tampil dalam situasi yang mungkin penuh dengan ketidakpastian.

Secara keseluruhan, puisi ini menciptakan nuansa misteri, ketidakjelasan, dan kebingungan dalam interaksi singkat antara penulis dan orang yang ditemuinya di Malioboro. Puisi ini juga menggambarkan kerumitan hubungan manusia dan bagaimana ingatan, identitas, dan dialog dapat membentuk pertemuan yang singkat tetapi bermakna.

Puisi Goenawan Mohamad
Puisi: Di Malioboro
Karya: Goenawan Mohamad

Biodata Goenawan Mohamad:
  • Goenawan Mohamad (nama lengkapnya Goenawan Soesatyo Mohamad) lahir pada tanggal 29 Juli 1941 di Batang, Jawa Tengah.
  • Goenawan Mohamad adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.