Puisi: Februari yang Ungu (Karya Joko Pinurbo)

Puisi "Februari yang Ungu" karya Joko Pinurbo menggambarkan waktu melalui penggambaran kalender dan mengungkapkan tema penuaan, pertimbangan ...
Februari yang Ungu

Februari yang ungu berderai pelan sepanjang malam,
menyirami daun-daun kalender yang mulai kering.

Aku melangkah ke dinding, membetulkan penanggalan
yang tampak miring. "Jangan gemetar. Aku baik-baik saja.
Tua cuma perasaan," kata kalenderku yang pendiam.

Kuhitung berapa tanggal telah tanggal, berapa pula
tinggal tangkai. Sambil menggigil kalenderku berpesan, 
“Jangan mau dipermainkan angka. Tua cuma pikiran.”

Kalenderku suka tertawa membaca catatan yang kutulis
dengan tinta merah jingga: Ah, bulan terlambat datang.
Ah, bulan datang terlambat. Oh, datang bulan terlambat.

Februari yang ungu kuncup mekar sepanjang malam
pada tangkai-tangkai kalender yang mulai gersang.

2004

Analisis Puisi:
Puisi "Februari yang Ungu" karya Joko Pinurbo adalah karya yang menggambarkan waktu melalui penggambaran kalender dan mengungkapkan tema penuaan, pertimbangan terhadap waktu, dan perasaan kesepian.

Waktu dan Kalender: Puisi ini dimulai dengan menggambarkan bulan Februari dalam warna ungu. Warna ungu mungkin digunakan untuk menciptakan suasana yang kaya dan misterius. Kalender digambarkan sebagai alat untuk melacak waktu, dan ini memunculkan tema utama puisi ini, yaitu pengamatan terhadap perubahan waktu.

Penuaan: Kalender digambarkan dengan kata-kata yang memerlukan perbaikan dan penyesuaian. Hal ini menciptakan citra penuaan, yang bisa diterapkan pada manusia juga. Ini menyoroti bagaimana waktu terus berjalan dan mempengaruhi kita semua, membawa kita ke tahap-tahap yang lebih tua dalam hidup.

Pesan Kalender: Kalender, yang digambarkan sebagai pendiam, memberikan pesan bijak tentang perasaan dan pikiran. Pesannya mengingatkan pembaca untuk tidak terlalu khawatir tentang usia dan jangan membiarkan angka mengendalikan pandangan hidup.

Catatan di Kalender: Puisi ini menciptakan suasana humor dengan menunjukkan catatan-catan pada kalender yang berkaitan dengan siklus menstruasi. Hal ini memberikan nuansa yang unik pada puisi dan menunjukkan bahwa perubahan waktu adalah bagian dari kehidupan sehari-hari.

Gugur dan Mekar: Puisi ini menggunakan gambaran bunga untuk menciptakan perbandingan antara penuaan dan perubahan dalam alam. Bunga yang gugur mencerminkan kehilangan dan perubahan, sementara bunga yang mekar mencerminkan kehidupan yang terus berlanjut meskipun melalui perubahan.

Kesepian: Warna ungu, yang mendominasi gambaran bulan Februari, juga dapat menggambarkan perasaan kesepian atau kehampaan. Gambaran bulan yang sepi dan penuh warna ungu menciptakan suasana yang melankolis dan menunjukkan perasaan kesendirian.

Puisi "Februari yang Ungu" adalah karya yang memadukan elemen-elemen alam dan waktu untuk menciptakan penggambaran yang kuat tentang perubahan dan perasaan yang melingkupi manusia. Ia mengundang pembaca untuk merenungkan bagaimana waktu memengaruhi kita dan bagaimana kita meresponsnya, sambil menghadirkan gambaran yang unik dan menarik.

Puisi: Februari yang Ungu
Puisi: Februari yang Ungu
Karya: Joko Pinurbo
© Sepenuhnya. All rights reserved.