Puisi: Meja Makan (Karya Joko Pinurbo)

Puisi "Meja Makan" karya Joko Pinurbo menyoroti kehadiran emosional dalam objek sehari-hari serta perenungan atas pengalaman manusia melalui ...
Meja Makan


Tubuhmu yang pulang
terbujur di atas meja makan.
Tubuh kenangan yang telah
mengarungi laut,
merambah hutan.
Aku bersama dua temanku:
piring yang lapar,
gelas yang dahaga.
"Berilah kami susu
(suara sunyi) malam ini
dan kobarkanlah kopi kami."
Gelas ternganga
mendengar kecipak ombak
dalam dadamu.
Piring terpana
mendengar gemercik sungai
dalam perutmu.
Dan bulan lahir kembar
di biru matamu.
Saya sajak tengah malam
yang diutus untuk melahap
tiga potong kata aduh
yang menggigil di bibirmu.


2014/2015

Analisis Puisi:
Puisi "Meja Makan" karya Joko Pinurbo adalah perenungan tentang kehadiran tubuh seseorang yang terbujur di atas meja makan, serta respon atau interaksi benda-benda di sekitarnya—piring dan gelas—yang melambangkan kebutuhan manusia.

Tubuh sebagai Kenangan yang Hidup dalam Meja Makan: Puisi ini menggambarkan tubuh yang terbujur di atas meja makan sebagai sebuah representasi kenangan hidup, yang telah melalui berbagai perjalanan ("mengarungi laut, merambah hutan"). Meja makan menjadi simbol kehadiran atau keberadaan tubuh yang terdapat di ruang makan, menghadirkan gambaran akan kehadiran seseorang yang kuat dalam ingatan.

Benda-Benda Makanan Sebagai Pelaku "Berbicara": Penyair memberikan sifat manusia atau kepribadian pada benda-benda di meja makan, seperti piring yang lapar, gelas yang dahaga, dan bulan yang "lahir kembar" di mata. Mereka merasakan dan merespons kondisi tubuh yang terbujur di meja. Bahkan, permintaan mereka ("Berilah kami susu malam ini dan kobarkanlah kopi kami") memberikan kesan bahwa benda-benda tersebut memiliki kebutuhan yang akan dipenuhi.

Kesadaran Emosional Benda-benda Makanan: Gelas dan piring digambarkan "terpana" mendengarkan suara alam—ombak dan sungai—dalam tubuh yang terbujur. Ini memberikan kesan bahwa benda-benda sehari-hari, yang biasanya dianggap biasa, di sini mempunyai kesadaran dan dapat merasakan keadaan sekitarnya.

Pengutusan Sajak untuk Menggambarkan Pengalaman Emosional: Penyair menggambarkan dirinya sebagai "sajak tengah malam yang diutus untuk melahap tiga potong kata aduh yang menggigil di bibirmu." Hal ini menggambarkan pengalaman emosional yang dalam dan diutarakan melalui puisi, dimana "tiga potong kata aduh" menyiratkan kebingungan atau kegamangan yang dirasakan.

Puisi "Meja Makan" karya Joko Pinurbo adalah perenungan yang memperlihatkan kehadiran tubuh seseorang di meja makan, dan bagaimana benda-benda sehari-hari merespons keberadaannya. Puisi ini menyoroti kehadiran emosional dalam objek sehari-hari serta perenungan atas pengalaman manusia melalui penyampaian puisi sebagai medium ekspresi yang menggambarkan emosi mendalam.

Puisi: Meja Makan
Puisi: Meja Makan
Karya: Joko Pinurbo
© Sepenuhnya. All rights reserved.