Puisi: Makna Sebuah Titipan (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Makna Sebuah Titipan" merupakan karya yang penuh dengan makna filosofis dan spiritual. W.S. Rendra mengajak pembaca untuk merenung tentang ...
Makna Sebuah Titipan


Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku, bahwa:

Sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Allah
bahwa rumahku hanya titipan-Nya,
bahwa hartaku hanya titipan-Nya,
bahwa putraku hanya titipan-Nya,

tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku,
apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya ini?

Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu
diminta kembali oleh-Nya?

Ketika diminta kembali,
kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan
bahwa itu adalah derita.

Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak popularitas,
dan 'ku tolak sakit,
'ku tolak kemiskinan,
seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku.

Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika:
aku rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
'Ku perlakukan Dia seolah mitra dagang,
dan bukan kekasih.
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku",
dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku,

Gusti, padahal tiap hari 'ku ucapkan,
hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...

"ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"


Analisis Puisi:
Puisi "Makna Sebuah Titipan" karya W.S. Rendra menggambarkan refleksi mendalam tentang kepemilikan, kesadaran akan ketuhanan, dan makna hidup. Dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang hakikat eksistensi manusia.

Titipan dan Kepemilikan: Puisi ini dibuka dengan pengakuan bahwa segala sesuatu yang dimiliki oleh penyair hanyalah titipan dari Allah. Kendaraan, rumah, harta, dan anak-anak dianggap sebagai amanah yang ditempatkan oleh Sang Pencipta. Pemilihan kata "titipan" menegaskan pemahaman penyair bahwa manusia tidak memiliki apapun secara mutlak, semua hanyalah pemberian atau amanah.

Pertanyaan Mendasar: Penyair mengajukan pertanyaan mendasar yang jarang diajukan oleh manusia pada Sang Pencipta. Meskipun menyadari bahwa segala sesuatu hanya titipan, ia belum pernah bertanya mengapa titipan itu diberikan padanya, tujuan apa yang harus dicapai melalui titipan tersebut, dan apa tanggung jawabnya sebagai pemegang amanah.

Makna Kepemilikan dan Penerimaan: Puisi ini membahas pertentangan internal tentang kepemilikan dan penerimaan. Meskipun menyatakan bahwa segala sesuatu adalah titipan, penyair menggambarkan perasaan berat hati ketika titipan tersebut diminta kembali oleh Sang Pencipta. Ini mencerminkan pertarungan antara kesadaran bahwa segala sesuatu milik-Nya dan dorongan manusia untuk mengklaim kepemilikan atas titipan tersebut.

Panggilan untuk Refleksi: Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna eksistensi manusia dan hubungannya dengan Sang Pencipta. Apakah pemilik titipan yang baik harus menjadi tangan terampil dalam menjaga amanah-Nya, ataukah manusia seharusnya bersifat lebih pasif dan menerima segala sesuatu dengan tangan terbuka.

Doa yang Terbatas: Penyair mengeksplorasi doa-doanya yang seringkali terbatas pada keinginan duniawi. Permintaannya untuk harta, popularitas, dan kesehatan sementara menolak penderitaan dan kemiskinan mencerminkan pandangan manusia yang terbatas dalam memahami kehendak Ilahi.

Kesadaran Akan Keterbatasan: Puisi ini mencerminkan kesadaran akan keterbatasan manusia dalam memahami keadilan dan kasih Tuhan. Penolakan terhadap penderitaan dan kemiskinan seolah-olah sebagai hukuman mencerminkan pandangan yang terbatas dan kurangnya pengakuan terhadap kebijaksanaan Tuhan.

Pesan Moral: Melalui puisi ini, W.S. Rendra menyampaikan pesan moral tentang kepatuhan dan penerimaan atas kehendak Tuhan. Penekanan pada perlakuan Tuhan sebagai mitra dagang dan bukan kekasih menunjukkan bahwa manusia seringkali melibatkan Tuhan dalam hubungan yang lebih materialistik dan tidak mencintai.

Penutup yang Menyentuh: Penutup puisi, "ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja," menghadirkan makna mendalam bahwa dalam perjalanannya menuju akhirat, segala bentuk ujian dan keberuntungan adalah bagian dari kehidupan yang tak terpisahkan.

Puisi "Makna Sebuah Titipan" merupakan karya yang penuh dengan makna filosofis dan spiritual. W.S. Rendra mengajak pembaca untuk merenung tentang arti kepemilikan, tanggung jawab atas amanah Tuhan, dan kesadaran akan keterbatasan manusia dalam memahami rencana Ilahi. Puisi ini menyingkap lapisan-lapisan kompleks dalam hubungan manusia dengan Sang Pencipta dan mengajak untuk memandang hidup dengan penuh kesadaran dan rasa syukur.


Puisi W.S. Rendra
Puisi: Makna Sebuah Titipan
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.