Puisi: Angin Kembara Antara Kota (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Angin Kembara Antara Kota" mempertanyakan konsekuensi-konsekuensi dari modernisasi yang terus berlangsung, menggambarkan perubahan ...
Angin Kembara Antara Kota
Jepara-Kudus-Pati Juwana


Disapa hatimu yang tak lagi
kenal warna hijau alami
karena siang malam pandangmu
terpancang pada layar gelas
taburkan geriap warna-warni
muncul dari kabel-kabel elektronika
angin kembara menyentuhi dedaunan
sepanjang jalan luar kota
kau tak lagi mengerti maknanya
anganmu tak lagi sentuh keluh
kota tua siang malam memacu doa
agar terhindar dari bencana
yang siap kau bawa
siapa masih dengar desir semilir
antara pepohon tua pinggir sungai
sejarah masa bocah setiap mereka
yang kini jadi pemikir negeri
angin bersiul sepi sendiri
batuan dalam kali tak mampu menyahuti
karena menanggung beban zaman
hanya terekam tembang
hitam sungai jawa dalam diamnya
angin kembara terus menyapa
dari musim ke musim usiamu.


Jakarta, Mei 1991

Analisis Puisi:
Puisi "Angin Kembara Antara Kota" karya Diah Hadaning adalah sebuah refleksi yang menggambarkan perubahan lingkungan dan keadaan kota modern dalam konteks kehilangan nilai-nilai alamiah dan keaslian. Puisi ini mengekspresikan kepedihan dan kehilangan dalam menghadapi transformasi kota serta konsekuensi-konsekuensi dari modernisasi yang terus berlangsung.

Kehilangan Hubungan dengan Alam: Penyair mengekspresikan perasaan kehilangan hubungan dengan alam dan kehidupan yang lebih alami. Ia menyoroti bagaimana layar digital dan kecanggihan teknologi telah menggeser fokus dari keindahan alam serta keaslian hubungan dengan lingkungan.

Dampak Modernisasi terhadap Kota dan Lingkungan: Puisi ini menyuarakan keprihatinan atas dampak modernisasi terhadap kota. Diah Hadaning menggambarkan kota yang sibuk, dipenuhi dengan layar-layar elektronik, dan kehilangan sebagian dari identitasnya yang semula tenang dan alami. Keadaan ini juga menunjukkan bagaimana perubahan lingkungan kota dapat mengubah cara orang merasakan dan berinteraksi dengan alam.

Kehilangan Sejarah dan Identitas Lokal: Penyair merenungkan tentang bagaimana sejarah dan nilai-nilai lokal, yang terwakili dalam angin kembara, kini terabaikan atau dilupakan. Suara angin yang dulunya menjadi bagian dari identitas kota, sekarang telah redup, tidak lagi memiliki ruang dan perhatian yang cukup dalam kehidupan modern.

Kritik atas Kesibukan dan Keterasingan: Puisi ini juga menyampaikan kritik terhadap kesibukan dan keterasingan manusia modern. Penyair merenungkan bagaimana kesibukan, teknologi, dan ketergantungan pada layar-layar digital telah mengisolasi manusia dari alam dan membuatnya kehilangan kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya.

Puisi ini mempertanyakan konsekuensi-konsekuensi dari modernisasi yang terus berlangsung, menggambarkan perubahan lingkungan dan kehilangan nilai-nilai alam serta identitas lokal. Diah Hadaning dengan luas merenungkan tentang perubahan zaman yang membawa konsekuensi sosial, lingkungan, dan kehilangan nilai-nilai tradisional dalam masyarakat modern.

"Puisi: Angin Kembara Antara Kota (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Angin Kembara Antara Kota
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.