Puisi: Kerapan (Karya: D. Zawawi Imron)

Puisi "Kerapan" karya D. Zawawi Imron adalah sebuah perenungan yang dalam tentang kehidupan, kematian, dan hubungan manusia dengan alam.
Kerapan (1)

Saronen itu ditiup orang
darah langit jatuh di padang, hatimu yang ditapai menjadi
sarapan siang
biarkan maut menghimbau, karena jejakmu telah diangkut
orang ke sampan.

Sampai kapan ya, ujung lalang itu menyentuh awan?
Ah, harum nangkamu menerbangkanku ke bintang
tapi ekorku panjang disentak anak di bumi
hingga aku turun kembali.

Kerapan (2)

Tanduk yang dibungkus beludru itu jangan dibuka, nanti matahari
pecah olehnya
mendung, wahai mendung!
Jangan curahkan tangismu
sebelum daun jati sempurna ranggasnya
maka daun-daun siwalan berayun karena angin tak henti bersiul
dan kalau putus nadimu, jangan khawatir
denyutmu akan terus hidup di laut.

Kerapan (3)

Sepasang sapi dengan lari yang kencang membawaku ke garis
kemenangan
arya wiraraja! Perlukan aku menang
aku meloncat dan terjun di lapangan
aku tertidur dan mimpiku aneh,

kuterima piala
berupa sebuah tengkorak
yang dari dalam
berdentang sebuah lonceng.

Kerapan (4)

Sapi! barangkali engkaulah anak yang lahir tanpa tangis
suaramu jauh malam menderaskan kibaran panji
larimu kencang melangkahi rindu sehingga topan senang
mengecup dahimu
jangan mungkir, bulan telah tidur dalam hatimu
bisikmu lirih menipiskan pisau yang akan memotong lehermu
bila kau tak sanggup berpacu lagi
dari hati tuanmu kini terdengar semerbak bumbu.

Kerapan (5)

Soronen itu masih saja ditiup orang
embun terangkat, kaki-kaki mengalir
dari saujana ke saujana
Tuhan!
Tanah lapang itu tak seberapa jauh.

1978

Sumber: Bulan Tertusuk Lalang (1982)

Catatan:
Saronen = serunai untuk mengiringi kerapan sapi di Madura.

Analisis Puisi:

Puisi "Kerapan" karya D. Zawawi Imron merupakan karya sastra yang sarat dengan simbolisme dan refleksi mendalam tentang kehidupan, kematian, dan hubungan manusia dengan alam.

Simbolisme "Saronen" dan "Sapi": "Saronen" dan "sapi" digunakan sebagai simbol dalam puisi ini. Saronen mewakili alat musik tradisional yang menjadi lambang kehidupan dan dinamika. Sementara sapi melambangkan kekuatan, kehidupan, dan kematian.

Penggambaran Alam dan Kehidupan: Penyair menggunakan gambaran alam seperti langit, awan, nangka, dan pohon jati untuk menciptakan suasana yang kaya akan makna. Alam digambarkan sebagai cerminan kehidupan, dengan segala perubahan, keindahan, dan ketidakpastian yang menyertainya.

Perenungan atas Kehidupan dan Kematian: Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang makna kehidupan dan kematian. Penyair menyoroti kerapannya, perlombaan tradisional yang juga merupakan perangkat metafora untuk perjalanan manusia dalam mencari kemenangan dan akhirnya menghadapi kematian.

Kesadaran akan Alam: Penyair mengekspresikan kesadaran akan kebesaran alam dan ketidakberdayaan manusia di hadapannya. Meskipun manusia memiliki kekuatan dan ambisi, ia tetap terikat oleh siklus alamiah dan takdirnya yang sudah ditetapkan.

Kritik terhadap Kebanggaan dan Keangkuhan: Puisi ini juga mengandung kritik terhadap kebanggaan dan keangkuhan manusia. Meskipun manusia berusaha meraih kemenangan dan kejayaan, pada akhirnya ia akan menghadapi kematian dan kehampaan.

Penggunaan Bahasa yang Imajinatif: Penyair menggunakan bahasa yang kaya dan imajinatif untuk menciptakan suasana yang misterius dan menggelora. Metafora dan gambaran alam memberikan dimensi emosional yang dalam pada puisi ini.

Puisi "Kerapan" karya D. Zawawi Imron adalah sebuah perenungan yang dalam tentang kehidupan, kematian, dan hubungan manusia dengan alam. Melalui penggunaan simbolisme dan bahasa yang kaya, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna eksistensial dan kebesaran alam semesta.

Puisi D. Zawawi Imron
Puisi: Kerapan
Karya: D. Zawawi Imron

Biodata D. Zawawi Imron:
  • D. Zawawi Imron lahir pada tanggal 1 Januari 1945 di desa Batang-batang, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.