Puisi: Wardeilaand (Karya Agus R. Sarjono)

Puisi "Wardeilaand" karya Agus R. Sarjono menggambarkan perenungan yang dalam tentang kondisi sosial dan politik di negeri yang luas, di tengah .....
Wardeilaand


Di sunyi malam, apa yang mesti kulakukan
kukenang kembali malam-malam riuh
berkabut di negeriku yang besar
dan tak putus-putus mengusir orang
dari rumah-rumah mereka yang kecil
seperti ingin memaksa seluruh warga
abadi sebagai pengembara,
hingga sebagian mereka
menghambur menjadi hamba
di berbagai negara, sebagian lainnya melata
di sekujur tanah air luka yang menganga
hanya penguasa dengan dasi berwarna-warni
menjulang tinggi di atas sana

sambil menyembunyikan air mata
akupun belajar berpuasa dari erang luka
negeriku. Biarlah kucoba melukis matahari putih
yang berpendar pada putih reranting pohonan
maka hatiku yang putih memanen kembali
butir-butir cinta dari tubuhmu.


Sumber: Kopi, Kretek, Cinta (2013)

Analisis Puisi:
Puisi "Wardeilaand" karya Agus R. Sarjono menggambarkan perenungan yang dalam tentang kondisi sosial dan politik di negeri yang luas, di tengah kegelapan dan penderitaan yang melanda. Melalui penggunaan gambaran malam, perbandingan antara riuh dan sunyi, serta metafora visual, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan ketidakadilan dan perjuangan di tengah kehidupan yang keras.

Dua Sisi Malam: Puisi ini memulai dengan menggambarkan perbedaan antara dua sisi malam. Di satu sisi, malam itu sunyi, mungkin merujuk pada momen ketenangan atau introspeksi. Di sisi lain, malam-malam riuh dan berkabut menggambarkan keramaian dan kacau yang terjadi dalam realitas kehidupan di negeri yang luas dan tak terputus-putuskan.

Negeri yang Besar dan Riuh: Penyair menggambarkan negeri yang besar dan riuh, dengan gambaran orang yang diusir dari rumah mereka, mungkin oleh tekanan ekonomi atau politik. Negeri ini menjadi tempat pengembaraan dan penderitaan, di mana sebagian orang menjadi hamba di berbagai negara dan sebagian lainnya melata di tanah air yang luka.

Penguasa dan Penderitaan Rakyat: Puisi ini menunjukkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan dalam masyarakat. Penguasa, yang diwakili oleh penguasa dengan dasi berwarna-warni, tampak menjulang tinggi di atas, sementara rakyat menderita dan menyembunyikan air mata. Kontras ini menciptakan gambaran yang kuat tentang kesenjangan sosial dan politik yang ada.

Puasa dan Pencarian Makna: Penyair belajar "berpuasa" dari "erang luka" negerinya. Ini dapat diartikan sebagai upaya untuk mengerti dan merenungkan penderitaan serta mencari makna di tengah kondisi yang sulit. Metafora ini menciptakan kontras antara tindakan fisik (puasa) dan pemahaman batiniah (erang luka), menggambarkan upaya untuk mendekati pengalaman penderitaan.

Kembali pada Cinta dan Kebahagiaan: Puisi ini mengakhiri dengan pindah dari gambaran kegelapan dan penderitaan menuju gambaran yang lebih terang. Penyair mencoba melukis "matahari putih" yang berpendar pada pohonan, menandakan keindahan dan harapan. Ini dapat diartikan sebagai usaha untuk kembali pada cinta dan kebahagiaan, meskipun di tengah penderitaan.

Puisi "Wardeilaand" mengajak pembaca untuk merenungkan ketidakadilan, penderitaan, dan perjuangan dalam konteks kehidupan di negeri yang luas dan penuh tantangan. Melalui kontras antara sunyi dan riuh, penguasa dan rakyat, serta metafora visual, puisi ini menciptakan gambaran yang kuat tentang kompleksitas kondisi sosial dan perenungan yang mencari makna dan harapan di tengahnya.

Agus R. Sarjono
Puisi: Wardeilaand
Karya: Agus R. Sarjono

Biodata Agus R. Sarjono:
  • Agus R. Sarjono lahir pada tanggal 27 Juli 1962 di Ban­dung, Jawa Barat, Indonesia.
  • Agus R. Sarjono aktif menulis puisi, esai, cerpen, kritik, dan drama. Ia juga dikenal sebagai editor dan penerjemah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.