Analisis Puisi:
Puisi "Kesaksian Akhir Abad" karya W.S. Rendra adalah sebuah karya sastra yang penuh dengan keprihatinan, kritik sosial, dan panggilan untuk kemanusiaan. Puisi ini menggambarkan kondisi Indonesia pada masa itu dengan sudut pandang yang tajam, mengungkap ketidakadilan, kebingungan identitas, dan kehilangan nilai-nilai kemanusiaan.
Ratap Tangis dan Bau Darah: Puisi dimulai dengan gambaran ratap tangis yang menerpa pintu kalbuku dan bau anyir darah yang mengganggu tidur malam. Ini memberikan atmosfer yang penuh dengan tragedi dan penderitaan, menunjukkan bahwa kondisi yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia pada saat itu sangat sulit dan menyakitkan.
Tikar Tafakur dan Bau Sungai Tohor: Penyair menggunakan gambaran tikar tafakur dan bau sungai tohor yang kotor sebagai simbol-simbol kehidupan spiritual dan kebersihan yang telah tercemar. Pergeseran dari tikar tafakur menuju bau sungai yang kotor mencerminkan perubahan nilai dan norma dalam masyarakat.
Seruan kepada Leluhur Nusantara: Puisi memuat seruan kepada leluhur Nusantara, seperti Sanjaya dan Purnawarman. Leluhur-leluhur ini dihadirkan sebagai simbol kebijaksanaan dan kearifan lokal yang dapat membawa persatuan tanah air. Namun, pertanyaan "Bagaimana aku akan bisa membaca keadaan ini?" menggambarkan kebingungan dan ketidakmampuan penulis untuk memahami perubahan yang terjadi.
Kritik terhadap Kekerasan dan Kekacauan: Puisi mencerminkan kritik tajam terhadap kejahatan yang tampaknya tidak mendapatkan keadilan. Penggambaran kekuasaan kekerasan yang "berak dan berdahak di atas bendera kebangsaan" menunjukkan perasaan ketidakpuasan terhadap penggunaan kekuasaan yang sewenang-wenang oleh penguasa.
Panggilan untuk Generasi Cybernetic: Penyair memanggil generasi "cybernetic" dan mengajukan pertanyaan tentang bagaimana mereka akan membaca prasasti dari zaman sebelumnya. Ini menciptakan gambaran kontras antara dunia modern yang teknologis dan tradisi yang lebih tua, menyoroti potensi ketidakpahaman generasi yang lebih muda terhadap sejarah dan nilai-nilai budaya.
Kesaksian tentang Belum Merdeka: Puisi menyatakan kesaksian bahwa rakyat Indonesia belum merdeka. Penekanan pada hak hukum yang tidak dilindungi dan kritik terhadap aparat keamanan yang seharusnya melindungi warga negara menciptakan gambaran tentang keadaan sosial dan politik yang mengkhawatirkan.
Kritik terhadap Elit Politik: Penyair memberikan kritik yang tajam terhadap elit politik yang lebih memperjuangkan kepentingan golongannya sendiri daripada memperjuangkan sarana-sarana kemerdekaan rakyat. Ketergantungan pada kekuasaan dan perjuangan yang hanya untuk kepentingan kelompok menjadi fokus kritik dalam puisi.
Kehilangan Makna dan Manusia yang Kehilangan Kemanusiaan: Penyair mengekspresikan keprihatinan terhadap kondisi Indonesia yang kehilangan makna dan masyarakat yang kehilangan kemanusiaan. Gambaran negara yang hanya menjadi peta yang lusuh mencerminkan keadaan kehancuran dan kehilangan identitas nasional.
Panggilan untuk Kembali pada Hati Nurani: Puisi menutup dengan panggilan untuk kembali pada hati nurani, hakim adil untuk diri sendiri, dan sendi kesadaran akan kemerdekaan pribadi. Ini menciptakan pesan harapan bahwa pemulihan dan kebangkitan dapat dimulai dari kesadaran individu dan kejujuran terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Puisi "Kesaksian Akhir Abad" oleh W.S. Rendra bukan hanya sebuah karya sastra, melainkan juga sebuah kesaksian sosial yang tajam dan terarah. Melalui gambaran-gambaran puitis dan kritik sosial yang tajam, penyair menyampaikan keprihatinan dan panggilan untuk refleksi mendalam terhadap kondisi sosial dan politik di Indonesia pada saat itu.
Karya: W.S. Rendra
Biodata W.S. Rendra:
- W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
- W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.