Puisi: Di Muka Jendela (Karya Goenawan Mohamad)

Puisi "Di Muka Jendela" bukan hanya menyajikan keindahan alam yang memikat, tetapi juga mengajukan pertanyaan filosofis yang merangsang pemikiran.
Di Muka Jendela


Di sini
cemara pun gugur daun. Dan kembali
ombak-ombak hancur terbantun.
Di sini
kemarau pun menghembus bumi
menghembus pasir, dingin dan malam hari
ketika kedamaian pun datang memanggil
ketika angin terputus-putus di hatimu menggigil
dan sebuah kata merekah
diucapkan ke ruang yang jauh: - Datanglah!

Ada sepasang bukit, meruncing merah
dari padang-padang yang tengadah
rumah padang-padang tekukur
di mana tangan-hatimu terulur. Pula
ada menggasing kincir yang sunyi
ketika senja mengerdip, dan di ujung benua
mencecah pelangi:
Tidakkah siapa pun lahir kembali di detik begini
ketika bangkit bumi,
sajak bisu abadi,
dalam kristal kata,
dalam pesona?


1961

Sumber: Sajak-Sajak Lengkap, 1961-2001 (2001)

Analisis Puisi:
Puisi "Di Muka Jendela" karya Goenawan Mohamad merangkai kata-kata dengan indah untuk menciptakan sebuah gambaran alam yang memikat dan mendalam.

Gambaran Alam yang Kuat: Puisi ini membuka dengan gambaran alam yang hidup dan bertenaga. Cemara yang gugur daun, ombak yang hancur, dan kemarau yang menghembus bumi membentuk pemandangan alam yang kuat dan memukau.

Kesejukan dan Kedamaian: Ketika kedamaian datang memanggil, puisi ini menciptakan suasana kesejukan dan ketenangan. Angin yang terputus-putus menggigilkan hati, dan kata yang merekah diucapkan ke ruang yang jauh, semuanya menyoroti perasaan damai dan kesejukan.

Imaji Bukit Merah dan Padang Tekukur: Gambaran sepasang bukit merah dan padang tekukur memberikan nuansa alam yang penuh warna. Padang tekukur sebagai tempat tangan-hatimu terulur menambah elemen romantisme dan keindahan alam.

Menggasing Kincir yang Sunyi: Kata-kata ini menggambarkan sebuah pemandangan yang hening dan sunyi, mungkin sebagai simbol kesunyian dan introspeksi. Senja yang mengerdip dan pelangi di ujung benua menambahkan sentuhan dramatis.

Pertanyaan Filosofis: Puisi ini mengajukan pertanyaan filosofis tentang kelahiran kembali di detik-detik khusus saat bumi bangkit. Kata-kata "sajak bisu abadi" dan "dalam kristal kata, dalam pesona" memberikan nuansa keabadian dan keindahan dalam penciptaan kata.

Ekspresi Estetika dan Keindahan: Goenawan Mohamad dengan mahir menggabungkan elemen-elemen estetika dan keindahan dalam puisi ini. Penggunaan kata-kata yang kaya membentuk citra yang memikat, dan struktur puisi memberikan ritme yang menawan.

Ketidakpastian Waktu: Puisi ini menciptakan ketidakpastian tentang waktu dengan menyebut detik-detik khusus. Pertanyaan tentang kelahiran kembali mengisyaratkan eksplorasi filosofis dan keajaiban penciptaan.

Kesimpulan Terbuka: Puisi ini diakhiri dengan pertanyaan dan kesimpulan yang terbuka, memberikan ruang bagi pembaca untuk merenung dan menafsirkan makna puisi sesuai dengan pengalaman dan persepsi mereka sendiri.

Puisi "Di Muka Jendela" bukan hanya menyajikan keindahan alam yang memikat, tetapi juga mengajukan pertanyaan filosofis yang merangsang pemikiran. Goenawan Mohamad berhasil menciptakan puisi yang merangkul kekuatan kata-kata untuk menggambarkan keindahan alam dan merangsang refleksi tentang keberadaan dan waktu.

Puisi Goenawan Mohamad
Puisi: Di Muka Jendela
Karya: Goenawan Mohamad

Biodata Goenawan Mohamad:
  • Goenawan Mohamad (nama lengkapnya Goenawan Soesatyo Mohamad) lahir pada tanggal 29 Juli 1941 di Batang, Jawa Tengah.
  • Goenawan Mohamad adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.