Puisi: Jakarta dalam Catatan (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Jakarta dalam Catatan" menggambarkan kehidupan kota Jakarta dalam perjalanan seorang penyair. Diah Hadaning dengan indah merangkai kata-kata ..
Jakarta dalam Catatan

Musim mengirim angin
ke setiap sudut kota
selamat pagi Jakarta
dalam deru kereta
dalam gerung bus kota
dalam cepat langkah sepanjang trotoar plaza
dalam musim mengirim debu ke taman-taman
selamat siang Jakarta
dalam semangkuk mie pinggir jalan
dalam denting gitar pengamen Ardan
dalam mataku mulai rabun oleh perjalanan.

Jakarta kita saling menyatu
dalam nafas dalam langkah dalam gairah
Jakarta, kita saling mencari
makna jati diri makna kasih insani
Jakarta, perjalanan masih panjang
kita sudah kepalang

tahun-tahun muncul dan tenggelam
meninggalkan banyak beban
kita sama-sama penuh luka
sedang mencoba mengobatinya
lebih indah jika saling dekap
sambil hitung nuansa di tingkap-tingkap
memahami liku-liku perburuan di dalam rimba betonmu
melelahkan tapi tak ingin kutinggalkan
kita sama-sama berangkat tua digiring zaman
kita dalam persekutuan.

1988

Analisis Puisi:
Puisi "Jakarta dalam Catatan" karya Diah Hadaning merangkum perjalanan dan keberadaan Jakarta dalam catatan seorang penyair.

Pergulatan Kota dan Alam: Penyair memulai puisi dengan membicarakan angin, musim, dan pergerakan kota. Alam digambarkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan Jakarta, yang memiliki "deru kereta" dan "gerung bus kota." Ini mencerminkan pergulatan antara alam dan perkembangan kota.

Selamat Pagi dan Selamat Siang Jakarta: Diah Hadaning menggunakan ucapan selamat pagi dan selamat siang untuk menyapa Jakarta. Ucapan ini menciptakan nuansa akrab seolah-olah penyair berbicara langsung kepada kota, menambahkan sentuhan keintiman dalam hubungan antara manusia dan lingkungannya.

Keterkaitan dengan Transportasi: Penggunaan kereta, bus kota, dan trotoar plaza mencerminkan mobilitas dan kehidupan sehari-hari di Jakarta. Transportasi menjadi metafora perjalanan hidup, dan gerakannya merefleksikan kecepatan dan kehidupan yang padat di ibu kota.

Rabun Perjalanan dan Mie Pinggir Jalan: Mata yang mulai rabun oleh perjalanan menggambarkan pengalaman hidup yang panjang dan penuh tantangan. Semangkuk mie pinggir jalan menciptakan citra kehidupan yang sederhana namun penuh makna, menyoroti keberagaman kota dan kehidupan sehari-hari.

Saling Menyatu dan Mencari Makna: Sentuhan kasih insani dan perjalanan yang panjang menciptakan gambaran tentang kota yang hidup dan manusia yang saling mencari makna. Kota Jakarta digambarkan sebagai tempat di mana orang-orang saling mencari dan menyatu dalam nafas, langkah, dan gairah.

Tahun Muncul dan Tenggelam: Menggunakan metafora tahun yang muncul dan tenggelam, puisi mencerminkan perjalanan waktu dan sejarah kota. Beban-beban dari masa lalu masih terasa, dan perjalanan menuju pemulihan dan keindahan masih panjang.

Persekutuan di Tua Digiring Zaman: Puisi mengakhiri dengan ide persekutuan dan perjalanan yang berlanjut meskipun zaman terus berganti. Ini menunjukkan keinginan untuk terus bersama dalam memahami perubahan dan tantangan yang ada.

Puisi "Jakarta dalam Catatan" menggambarkan kehidupan kota Jakarta dalam perjalanan seorang penyair. Diah Hadaning dengan indah merangkai kata-kata untuk menciptakan gambaran yang hidup, memberikan perhatian pada pergulatan antara manusia, kota, dan alam, serta menghadirkan harapan untuk perjalanan yang penuh makna dan persekutuan di tengah-tengah perubahan zaman.

Puisi: Jakarta dalam Catatan
Puisi: Jakarta dalam Catatan
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.