Puisi: Topeng (Karya Sapardi Djoko Damono)

Puisi "Topeng" karya Sapardi Djoko Damono merupakan refleksi mendalam tentang konsep identitas, kepalsuan, dan peran sosial. Melalui metafora ...
Topeng (1)
(untuk Danarto)

Ia gemar membuat topeng. Dikupasnya
wajahnya sendiri satu demi satu
dan digantungkannya di dinding. "Aku
ingin memainkannya," kata seorang sutradara.

Malam hari, ketika lakon dimainkan,
ia mencari wajahnya sendiri di antara topeng-
topeng yang mendesah, yang berteriak,
yang mengaduh: tapi tak ada. Ternyata ia masih

harus mengupas wajahnya sendiri satu demi satu.

Topeng (2)

"Di mana topengku?" tanyanya, entah kepada
siapa. Dalam kamar rias: cermin retak, pemerah
pipi, dan bedak berceceran di mana-mana;
dan tak ada topeng. "Di mana

topengku?" tanyanya. Tegangan listrik yang rendah,
sarang laba-laba di langit-langit,
dan obat penenang di telapak tangan. Tak ada
topeng itu. Mungkin maksud sutradara: Sang Tiran

harus menciptakan topeng dari wajahnya sendiri.


Topeng (3)


Tapi topeng tak boleh menjelma manusia;
ia, tentu saja, hafal sabda raja
dan sekarat hulubalang. Ia kenal benar sorot mata
dan debar jantung penonton. Ia, ya Allah,

tak pernah tercantum dalam buku acara,
tak menerima upah, dan digantung saja di dinding
jika lakon usai. Tinggal berdua di belakang panggung
yang ditinggalkan, sutradara tak juga menegurnya.

Ia tak berhak menjadi manusia.

1985

Sumber: Horison (September, 1987)

Analisis Puisi:

Puisi "Topeng" karya Sapardi Djoko Damono merupakan refleksi mendalam tentang konsep identitas, kepalsuan, dan peran sosial. Melalui metafora topeng, penyair mengeksplorasi kompleksitas dalam pencarian identitas dan peran seseorang dalam masyarakat.

Identitas Tersembunyi: Di bagian pertama, penyair menggambarkan seseorang yang gemar membuat topeng dan mengupas wajahnya sendiri. Metafora ini mencerminkan upaya individu untuk menemukan identitas sejatinya di tengah peran-peran yang dimainkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pencarian Identitas: Bagian kedua menggambarkan kebingungan individu yang mencari topengnya, simbol dari peran sosial atau identitas yang mungkin telah tersembunyi atau hilang. Di tengah lingkungan yang kosong dan cermin retak, individu mencari identitasnya yang sejati tanpa berhasil menemukannya.

Konflik Identitas: Pada bagian ketiga, penyair menyatakan bahwa topeng tidak boleh menjadi manusia. Ini mengisyaratkan konflik antara identitas yang otentik dan peran yang dimainkan dalam masyarakat. Topeng, meskipun mampu menggambarkan karakter dan emosi, tetaplah tidak manusiawi dan tidak layak untuk menerima penghargaan atau perhatian seperti manusia.

Kesendirian dan Kehampaan: Puisi ini juga menciptakan nuansa kesendirian dan kehampaan. Meskipun topeng dapat memainkan peran-peran yang beragam, pada akhirnya, mereka tetaplah tergantung di dinding setelah pertunjukan berakhir, tanpa penghargaan atau pengakuan.

Kritik Terhadap Peran Sosial: Puisi ini juga dapat dipahami sebagai kritik terhadap masyarakat yang terlalu memperhatikan peran dan citra, daripada menghargai identitas sejati seseorang. Peran-peran sosial seringkali membuat individu merasa kehilangan dalam pencarian identitas mereka yang sejati.

Dengan menggunakan metafora topeng, Sapardi Djoko Damono menghadirkan refleksi mendalam tentang kompleksitas manusia dalam menemukan identitasnya di tengah peran-peran yang dimainkannya dalam masyarakat. Puisi ini mempertanyakan esensi dari peran-peran yang kita mainkan dan apakah kita benar-benar mengenal diri kita sendiri di balik topeng-topeng tersebut.

Puisi Sapardi Djoko Damono
Puisi: Topeng
Karya: Sapardi Djoko Damono

Biodata Sapardi Djoko Damono:
  • Sapardi Djoko Damono lahir pada tanggal 20 Maret 1940 di Solo, Jawa Tengah.
  • Sapardi Djoko Damono meninggal dunia pada tanggal 19 Juli 2020.
© Sepenuhnya. All rights reserved.