Puisi: Yang Menetes Yang Meleleh (Karya Taufiq Ismail)

Puisi "Yang Menetes Yang Meleleh" merupakan sebuah seruan untuk memperhatikan dan memperjuangkan hak-hak para petinju yang sering terpinggirkan dan ..
Yang Menetes
Yang Meleleh

Demikianlah tetes air mata kananku
Karena ingat 6 anak muda petinju
Mati berlatih dan bertanding di negeriku
Tidak banyak orang mau tahu
Dan yang tahu melupa-lupakan itu

Kemudian tetes air mata kiriku
500 petinju Amerika, begitu majalah Ring memberitahu
Mati bertinju selama jangka waktu 70 tahun lalu
Setiap lima puluh hari mati satu
Menyiarkan ini mana pers mau

Meleleh ingus lubang hidung kananku terasa
Di Madison Square Garden kucecerkan di gerbangnya
Omong kosong ukuran raksasa itulah WBC dan WBA
Mana pula olahraga, sejelas itu adu manusia
Lama nian habis-habisan kita bangsa minder ini dikecohnya

Lalu meleleh ingus lubang hidungku sebelah kiri
Kuhapus dengan koran pagi bergambar Don King ini
Si Rambut Tegak, Penipu Gergasi, Pembunuh dan Bandit Sejati
Di kakinya berlutut para petinju dan promotor satu negeri
Jutaan dolar kontrak ditilep masuk kantong jas dalam kiri sekali.

1988

Sumber: Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (2000)

Analisis Puisi:

Puisi "Yang Menetes Yang Meleleh" karya Taufiq Ismail adalah sebuah kritik sosial yang menggambarkan ketidakadilan dan kesia-siaan di balik olahraga tinju.

Kesengsaraan dan Kegagalan: Puisi ini menggambarkan rasa sakit dan kesedihan yang dirasakan oleh penyair sebagai respons terhadap tragedi yang dialami oleh para petinju. Ketidakadilan dan ketidaktahuan publik terhadap penderitaan mereka menjadi fokus utama dalam puisi ini. Penyair menunjukkan bahwa tidak banyak orang yang peduli dengan nasib para petinju yang gugur di atas ring.

Kritik terhadap Media dan Industri Tinju: Taufiq Ismail dengan tajam mengkritik media, terutama majalah olahraga, yang dianggap tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap kematian petinju. Selain itu, dia juga menyoroti industri tinju yang seringkali lebih memperhatikan keuntungan daripada kesejahteraan para petinju.

Ketidakpedulian Masyarakat: Puisi ini menyoroti ketidakpedulian masyarakat terhadap para petinju yang meninggal atau terluka dalam pertandingan. Bahkan, para petinju seringkali dilupakan begitu saja setelah tragedi mereka berakhir.

Pengkhianatan dan Kekerasan: Taufiq Ismail mencatat pengkhianatan dan eksploitasi yang dialami oleh para petinju oleh para promotor tinju seperti Don King, yang dipandang sebagai simbol kejahatan dan pengeksploitasi.

Gaya Bahasa yang Kuat: Penyair menggunakan bahasa yang kuat dan gambaran yang tajam untuk menyampaikan pesan-pesannya. Penggunaan metafora seperti "tetes air mata" dan "meleleh ingus" menggambarkan kedalaman kesedihan dan kekecewaan penyair.

Tantangan terhadap Kebenaran dan Keadilan: Puisi ini juga menantang masyarakat untuk lebih peduli terhadap kesejahteraan para petinju dan mempertanyakan kebenaran di balik industri tinju yang sering kali kejam dan tidak adil.

Secara keseluruhan, puisi "Yang Menetes Yang Meleleh" merupakan sebuah seruan untuk memperhatikan dan memperjuangkan hak-hak para petinju yang sering terpinggirkan dan dilupakan oleh masyarakat dan industri olahraga.

Puisi Taufiq Ismail
Puisi: Yang Menetes Yang Meleleh
Karya: Taufiq Ismail

Biodata Taufiq Ismail:
  • Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
  • Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.