Puisi: Hari Menuai (Karya Amir Hamzah)

Puisi "Hari Menuai" karya Amir Hamzah mengekspresikan perasaan kehilangan dan kesedihan karena terpisah dari seseorang yang dicintainya.
Hari Menuai

Lamanya sudah tiada bertemu
Tiada kedengaran suatu apa
Tiada tempat duduk bertanya
Tiada teman kawan beberita.

Lipur aku diharu sendu
Samar sapur cuaca mata
Sesak sempit gelanggang dada
Senak terhentak raga kecewa.

Hibuk mengamuk hati tergari
Melolong meraung menyentak rentak
Membuang merangsang segala petua
Tiada percaya pada siapa.

Insaf aku
Bukan ini perbuatan kekasihku
Tiada mungkin reka tangannya
Karena cinta tiada mendera.

Kutilik diriku kuselam tahunku
Timbul terasa terpancar terang
Istimewa lama merekah terang
Merona rawan membuang sedan.

Tahu aku
Kini hari menuai api
Mengetam ancam membelam redam
Ditulis dilukis jari tanganku.

Sumber: Nyanyi Sunyi (1937)

Analisis Puisi:
Puisi "Hari Menuai" karya Amir Hamzah adalah sebuah karya sastra yang merangkum tema-tema seperti kesepian, kerinduan, dan pemisahan. Dalam puisi ini, penyair mengekspresikan perasaan kehilangan dan kesedihan karena terpisah dari seseorang yang dicintainya.

Kehilangan dan Pemisahan: Puisi ini menggambarkan perasaan penyair yang telah lama terpisah dari seseorang yang sangat dicintainya. Penyair merindukan pertemuan dan komunikasi dengan orang tersebut, dan ini menciptakan kesan pemisahan yang mendalam.

Kesepian dan Kehampaan: Puisi ini menciptakan suasana kesepian dan kehampaan dalam kehidupan penyair. Ia merasa seolah-olah hidupnya telah kehilangan warna dan makna sejak terakhir kali bertemu dengan orang yang dicintainya.

Gelora Emosi: Puisi ini menggambarkan gelora emosi yang kuat dalam diri penyair. Ia merasa "melolong meraung menyentak rentak," yang mencerminkan kebingungannya dan perasaannya yang bergolak.

Pertumbuhan Pribadi: Meskipun mengalami kesedihan dan kehilangan, penyair menunjukkan pertumbuhan pribadi. Ia menyatakan bahwa ia telah "timbul terasa terpancar terang" dan bahwa cahayanya telah merekah terang. Ini bisa diartikan sebagai pemahaman lebih dalam tentang diri sendiri dan pengalaman hidup.

Metafora Pertanian: Puisi ini menggunakan metafora pertanian untuk menggambarkan perasaan penyair. "Hari menuai" adalah metafora untuk waktu di mana seseorang menghadapi akibat dari apa yang telah mereka tanam. Dalam konteks puisi ini, hal ini bisa diartikan sebagai waktu di mana penyair menghadapi hasil dari perasaannya yang telah berkembang.

Puisi "Hari Menuai" karya Amir Hamzah adalah ungkapan yang mendalam tentang perasaan kesepian, kerinduan, dan pemisahan. Meskipun menghadapi kehilangan, penyair menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan pribadi dan kesadaran lebih dalam tentang diri sendiri. Metafora pertanian digunakan untuk menggambarkan perasaan penyair dan proses pemahaman diri yang sedang berlangsung.

Tengku Amir Hamzah
Puisi: Hari Menuai
Karya: Amir Hamzah

Biodata Amir Hamzah:
  • Amir Hamzah memiliki nama lengkap Tengku Amir Hamzah Pangeran Indra Putera.
  • Amir Hamzah adalah salah satu sastrawan Indonesia angkatan Pujangga Baru (angkatan '30-an atau angkatan 1933).
  • Amir Hamzah lahir pada tanggal 28 Februari 1911 di Binjai, Langkat, Sumatra Utara.
  • Ayahnya bernama Tengku Muhammad Adil (meninggal dunia pada tahun 1933).
  • Ibunya bernama Tengku Mahjiwa (meninggal dunia pada tahun 1931).
  • Amir Hamzah menikah dengan seorang perempuan bernama Kamiliah pada tanggal 1937. Pernikahan ini tersebut dikaruniai seorang anak bernama Tengku Tahura.
  • Amir Hamzah meninggal dunia pada tanggal 20 Maret 1946.
  • Amir Hamzah adalah salah satu pendiri majalah sastra Pujangga Baru (bersama Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane) pada tahun 1932.
  • Dalam dunia sastra, Amir Hamzah diberi julukan Raja Penyair Zaman Pujangga Baru.
© Sepenuhnya. All rights reserved.