Puisi: Tukang Cukur (Karya Joko Pinurbo)

Puisi "Tukang Cukur" bukan hanya sekadar kisah tentang tukang cukur yang memotong rambut, melainkan juga refleksi mendalam tentang dampak perubahan ..
Tukang Cukur

Ia membabat padang rumput yang tumbuh subur
di kepalaku. Ia membabat rasa damai
yang merimbun sepanjang waktu.

Di bekas hutan ini akan kubangun bandar, hotel,
dan restoran. Tentunya juga sekolah,
rumah bordil, dan tempat ibadah.

Ia menyayat-nyayat kepalaku.
Ia mengkapling-kapling tanah pusaka nenekmoyangku.

"Aku akan mencukur lentik lembut bulu matamu.
Dan kalau perlu akan kupangkas daun telingamu."
Suara guntingnya selalu mengganggu tidurku.

1989

Sumber: Celana Pacarkecilku di Bawah Kibaran Sarung (2007)

Analisis Puisi:
Puisi "Tukang Cukur" karya Joko Pinurbo menghadirkan gambaran yang kuat tentang pemotongan fisik dan simbolis yang dilakukan oleh seorang tukang cukur. Puisi ini memadukan unsur-unsur keseharian dengan sindiran terhadap pembangunan dan perubahan sosial.

Pemotongan Fisik dan Simbolis: Puisi dimulai dengan deskripsi fisik tukang cukur yang sedang mencukur rumput di kepala penyair. Namun, secara mendalam, pemotongan tersebut melibatkan aspek simbolis, menciptakan metafora tentang pemotongan damai dan penindasan terhadap nilai-nilai tradisional.

Pembangunan dan Perubahan Sosial: Tukang cukur di puisi ini menciptakan kontras antara kehidupan sebelumnya yang damai dengan rencana pembangunan yang membabat hutan dan menggantinya dengan bangunan modern seperti bandar, hotel, dan restoran. Ini mencerminkan dampak pembangunan terhadap lingkungan dan kehidupan tradisional.

Ironi dan Kritik Terhadap Pembangunan: Puisi menyiratkan ironi dengan menggambarkan bahwa bekas hutan akan diubah menjadi tempat-tempat seperti sekolah, rumah bordil, dan tempat ibadah. Ironi ini mencerminkan kritik terhadap perubahan sosial yang dianggap menyimpang dari nilai-nilai moral dan keseimbangan.

Penyair Sebagai Korban: Penyair digambarkan sebagai korban pemotongan, baik fisik maupun simbolis. Suara gunting tukang cukur selalu mengganggu tidur penyair, menciptakan kesan bahwa perubahan sosial dan pembangunan menyebabkan gangguan dan kehilangan kedamaian.

Kontras Kelembutan dan Kekerasan: Pemotongan bulu matamu yang lentik dan lembut menjadi simbol kelembutan, tetapi juga mengandung ancaman karena dilakukan oleh tukang cukur. Kontras antara kelembutan dan kekerasan menciptakan ketidaknyamanan dan kebingungan.

Bahasa yang Menggelitik: Joko Pinurbo menggunakan bahasa yang sederhana namun menggelitik. Ungkapan seperti "membabat rasa damai" dan "mengkapling-kapling tanah pusaka nenekmoyangku" memberikan kekuatan pada makna puisi.

Eksplorasi Identitas dan Perubahan: Puisi ini juga dapat diartikan sebagai eksplorasi identitas dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Pemotongan fisik dan simbolis mencerminkan tantangan individu dalam menghadapi transformasi budaya dan lingkungan.

Puisi "Tukang Cukur" bukan hanya sekadar kisah tentang tukang cukur yang memotong rambut, melainkan juga refleksi mendalam tentang dampak perubahan sosial, pembangunan, dan perubahan identitas. Dengan sentuhan ironi dan kelembutan dalam bahasa, Joko Pinurbo berhasil menyajikan pesan yang kuat dan mengundang pembaca untuk merenung tentang konsekuensi dari modernisasi dan perubahan yang terjadi di sekitar kita.

"Puisi: Tukang Cukur (Karya Joko Pinurbo)"
Puisi: Tukang Cukur
Karya: Joko Pinurbo
© Sepenuhnya. All rights reserved.