Puisi: Jangan Kita di Sini Berhenti (Karya Chairil Anwar)

Puisi "Jangan Kita di Sini Berhenti" oleh Chairil Anwar menciptakan suasana yang merayakan semangat hidup dan kebebasan dengan menggunakan gambaran ..
Jangan Kita di Sini Berhenti


Jangan kita di sini berhenti
Tuaknya tua, sedikit pula
Sedang kita mau berkendi-kendi
Terus, terus dulu...!!

Ke ruang di mana botol tuak banyak berbaris
Pelayannya kita dilayani gadis-gadis
O, bibir merah, selokan mati pertama
O, hidup, kau masih ketawa?


24 Juli 1943

Sumber: Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949)

Catatan Admin:
Puisi ini diberi judul "?".

Analisis Puisi:
Puisi "Jangan Kita di Sini Berhenti" oleh Chairil Anwar menciptakan suasana yang merayakan semangat hidup dan kebebasan dengan menggunakan gambaran minuman keras sebagai metafora. Puisi ini menggambarkan semangat dan dorongan untuk terus hidup dan mengejar kesenangan, meskipun dengan kesadaran bahwa hidup memiliki batasan.

Semangat Kehidupan: Bait pertama, "Jangan kita di sini berhenti / Tuaknya tua, sedikit pula," menghadirkan perasaan perayaan dan kebebasan. Penekanan pada "jangan berhenti" menunjukkan semangat untuk terus melangkah maju dan tidak merasa puas dengan apa yang sudah ada. Pemilihan kata "tuaknya tua, sedikit pula" menggambarkan bahwa kehidupan yang diberikan hanya sebentar, sehingga harus dijalani dengan penuh semangat dan kegembiraan.

Dorongan untuk Terus Melangkah: "Sedang kita mau berkendi-kendi / Terus, terus dulu...!!" memperkuat dorongan untuk terus menjalani hidup tanpa henti. Ungkapan "terus, terus dulu...!!" dengan tanda seru ganda menciptakan intensitas dan semangat yang tinggi. Kata "kendi-kendi" bisa diartikan sebagai tindakan mengejar kebahagiaan dan pengalaman tanpa ragu-ragu.

Perayaan dan Kesenangan: "Ke ruang di mana botol tuak banyak berbaris / Pelayannya kita dilayani gadis-gadis," memberikan gambaran perayaan dan kesenangan dalam kehidupan. Puisi ini menghidupkan suasana tempat di mana orang berkumpul dan menikmati momen-momen berbahagia. Metafora "botol tuak banyak berbaris" dan "Pelayannya kita dilayani gadis-gadis" menciptakan gambaran kehidupan yang meriah dan penuh kenikmatan.

Tantangan Hidup dan Kebebasan: "O, bibir merah, selokan mati pertama / O, hidup, kau masih ketawa?" mengeksplorasi hubungan antara hidup dan kematian. "Bibir merah" menciptakan citra sensualitas dan kesenangan, sementara "selokan mati pertama" mengingatkan pada kematian. Pertanyaan "hidup, kau masih ketawa?" mempertanyakan apakah hidup masih dapat dinikmati meskipun menyadari kematian akan datang.

Puisi "Jangan Kita di Sini Berhenti" karya Chairil Anwar menggambarkan semangat untuk terus menjalani hidup dengan penuh kebebasan dan kesenangan. Meskipun menyadari bahwa hidup memiliki batasan dan kematian akan datang, puisi ini merayakan momen-momen berbahagia dan mengajak untuk terus melangkah maju tanpa henti.

Chairil Anwar
Puisi: Jangan Kita di Sini Berhenti
Karya: Chairil Anwar

Biodata Chairil Anwar:
  • Chairil Anwar lahir di Medan, pada tanggal 26 Juli 1922.
  • Chairil Anwar meninggal dunia di Jakarta, pada tanggal 28 April 1949 (pada usia 26 tahun).
  • Chairil Anwar adalah salah satu Sastrawan Angkatan 45.
© Sepenuhnya. All rights reserved.