Puisi: Selama Bulan Menyinari Dadanya (Karya Chairil Anwar)

Puisi "Selama Bulan Menyinari Dadanya" karya Chairil Anwar adalah karya sastra yang penuh dengan imaji dan gambaran yang kuat. Melalui bahasa yang ...
Selama Bulan Menyinari Dadanya


Selama bulan menyinari dadanya jadi pualam
ranjang padang putih tiada batas
sepilah panggil-panggilan
antara aku dan mereka yang bertolak
Aku bulan lagi si cilik tidak tahu jalan
di hadapan berpuluh lorong dan gang
menimbang:
ini tempat terikat pada Ida dan ini ruangan "pas bebas"
Selama bulan menyinari dadanya jadi pualam
ranjang padang putih tiada batas
sepilah panggil-panggilan
antara aku dan mereka yang bertolak
Juga ibuku yang berjanji
tidak meninggalkan sekoci.

Lihatlah cinta jingga luntur:
Dan aku yang pilih
tinjauan mengabur, daun-daun sekitar gugur
rumah tersembunyi dalam cemara rindang tinggi
pada jendela kaca tiada bayang datang mengambang
Gundu, gasing, kuda-kudaan, kapal-kapalan di
    zaman kanak.
Lihatlah cinta jingga luntur:
Kalau datang nanti topan ajaib
menggulingkan gundu, memutarkan gasing
memacu kuda-kudaan, menghembus kapal-kapalan
aku sudah lebih dulu kaku.


1948

Sumber: Aku Ini Binatang Jalang (1986)

Analisis Puisi:
Puisi "Selama Bulan Menyinari Dadanya" karya Chairil Anwar adalah karya sastra yang penuh dengan imaji dan gambaran yang kuat. Melalui bahasa yang khas dan penggunaan simbolisme, penyair menggambarkan perasaan nostalgia, keterbatasan, dan keseharian dalam perjalanan hidup.

Penggunaan Simbolisme: Penyair menggunakan simbolisme untuk menggambarkan perasaan dan situasi tertentu. Bulan yang menyinari dadanya menjadikan dadanya seperti pualam menggambarkan keindahan dan ketenangan, namun juga melambangkan kerapuhan dan keterbatasan. Ranjang padang putih yang tiada batas menggambarkan kebebasan dan keterbukaan, namun juga melambangkan ketidakpastian.

Kontras Antara Kecil dan Besar: Penyair menggambarkan perbandingan antara dirinya yang kecil dan tidak tahu jalan dengan lingkungannya yang besar dan kompleks. Lorong dan gang yang berpuluh-puluh menggambarkan kebingungan dan keterbatasan dirinya dalam menghadapi dunia yang luas dan kompleks.

Nostalgia dan Kenangan: Penyair merenungkan tentang kenangan masa kecil, seperti permainan tradisional seperti gundu, gasing, kuda-kudaan, dan kapal-kapalan. Hal ini menciptakan rasa nostalgia dan merujuk pada masa-masa sederhana dan tak terlupakan dalam kehidupan.

Ketidakpastian dan Ancaman: Puisi ini juga mencerminkan ketidakpastian dan ancaman yang menghadang. Topan ajaib yang dapat menggulingkan permainan anak-anak menggambarkan adanya bahaya dan tantangan dalam hidup yang dapat menghancurkan atau mengganggu kesenangan dan kebahagiaan.

Perasaan Pribadi dan Kesendirian: Penyair mengekspresikan perasaan pribadi dan kesendirian melalui gambaran rumah tersembunyi dalam cemara rindang tinggi. Ini mencerminkan tempat berlindung dan merenungkan dalam keheningan, tetapi juga menggambarkan perasaan terisolasi dan jauh dari dunia luar.

Kesimpulan Terbuka: Puisi ini berakhir dengan penggambaran penyair yang kaku sebelum datangnya topan ajaib. Hal ini menciptakan kesan ketidakpastian dan kesulitan dalam menghadapi tantangan-tantangan yang mungkin datang dalam hidup.

Melalui puisi "Selama Bulan Menyinari Dadanya," Chairil Anwar menggambarkan perasaan nostalgia, keterbatasan, ketidakpastian, dan perasaan pribadi dalam menghadapi kehidupan. Penggunaan simbolisme dan bahasa yang khas menciptakan gambaran yang kuat dan mendalam tentang perasaan dan pengalaman yang dihadapi oleh penyair.

Chairil Anwar
Puisi: Selama Bulan Menyinari Dadanya
Karya: Chairil Anwar

Biodata Chairil Anwar:
  • Chairil Anwar lahir di Medan, pada tanggal 26 Juli 1922.
  • Chairil Anwar meninggal dunia di Jakarta, pada tanggal 28 April 1949 (pada usia 26 tahun).
  • Chairil Anwar adalah salah satu Sastrawan Angkatan 45.
© Sepenuhnya. All rights reserved.