Puisi: Sajak Mata-Mata (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Sajak Mata-Mata" karya W.S. Rendra memberikan penggambaran yang kuat tentang ketegangan antara kebebasan individu dan kontrol pemerintah ...
Sajak Mata-Mata

Ada suara bising di bawah tanah.
Ada suara gaduh di atas tanah.
Ada ucapan-ucapan kacau di antara rumah-rumah.
Ada tangis tak menentu di tengah sawah.
Dan, lho, ini di belakang saya,
ada tentara marah-marah.

Apa saja yang terjadi? Aku tak tahu.

Aku melihat kilatan-kilatan api berkobar.
Aku melihat isyarat-isyarat.
Semua tidak jelas maknanya.
Raut wajah yang sengsara, tak bisa bicara,
mengganggu pemandanganku.

Apa saja yang terjadi? Aku tak tahu.

Pendengaran dan penglihatan
menyesakkan perasaan,
membuat keresahan -
Ini terjadi karena apa-apa terjadi
terjadi tanpa 'ku tahu telah terjadi.
Aku tak tahu. Kamu tak tahu.
Tak ada yang tahu.

Betapa kita akan tahu,
kalau koran-koran ditekan sensor,
dan mimbar-mimbar yang bebas telah dikontrol.
Koran-koran adalah penerusan mata kita.
Kini sudah diganti mata yang resmi.
Kita tidak lagi melihat kenyataan yang beragam.
Kita hanya diberi gambaran model keadaan
yang sudah dijahit oleh penjahit resmi.

Mata rakyat sudah dicabut.
Rakyat meraba-raba di dalam kasak-kusuk.
Mata pemerintah juga diancam bencana.
Mata pemerintah memakai kaca mata hitam.
Terasing di belakang meja kekuasaan.
Mata pemerintah yang sejati
sudah diganti mata-mata.

Barisan mata-mata mahal biayanya.
Banyak makannya.
Sukar diaturnya.
Sedangkan laporannya
mirip pandangan mata kuda kereta
yang dibatasi tudung mata.

Di dalam pandangan yang kabur,
Semua orang marah-marah.
Rakyat marah-marah, pemerintah marah-marah,
semua marah lantaran tak punya mata.
Semua mata sudah disabotir.
Mata yang bebas beredar hanyalah mata-mata.


Hospital Rancabadak, Bandung, 28 Januari 1978

Sumber: Potret Pembangunan dalam Puisi (1993)

Analisis Puisi:
Puisi "Sajak Mata-Mata" karya W.S. Rendra adalah sebuah kritik sosial yang kuat terhadap situasi politik dan kebebasan informasi di masyarakat. Dalam puisi ini, Rendra menggunakan gambaran tentang mata sebagai metafora untuk kebebasan individu dan kontrol pemerintah terhadap informasi.

Suasana Kacau: Puisi dimulai dengan deskripsi suasana yang kacau dan gaduh di sekitar penutur puisi. Suara-suara bising, kilatan api, dan wajah-wajah yang sengsara menciptakan gambaran tentang kegelisahan dan ketidakpastian.

Ketidakjelasan Informasi: Rendra menyoroti ketidakjelasan informasi dan kebingungan di tengah-tengah kekacauan. Tidak ada yang tahu secara pasti apa yang sedang terjadi, dan hal ini tercermin dalam ketidakmengertian penutur puisi dan masyarakat pada umumnya.

Kontrol Terhadap Media: Rendra mengkritik kontrol pemerintah terhadap media massa. Dia menyoroti sensor dan kendali atas informasi yang disampaikan kepada masyarakat melalui koran dan media lainnya. Penggunaan kata "mata" sebagai metafora untuk media menekankan peran pentingnya dalam memberikan wawasan kepada masyarakat.

Mata-mata dan Kehilangan Kebebasan: Puisi ini menggambarkan bagaimana kebebasan informasi telah terancam oleh mata-mata, yang mewakili sistem pengawasan dan kontrol pemerintah. Mata-mata ini tidak hanya hadir untuk memantau aktivitas masyarakat, tetapi juga untuk menekan kebebasan dan meredam perlawanan terhadap pemerintah.

Ketidakpuasan dan Kekerasan: Puisi menunjukkan ketidakpuasan yang meluas di masyarakat karena hilangnya kebebasan dan kontrol atas informasi. Semua orang, baik rakyat maupun pemerintah, merasa marah dan kehilangan arah karena ketidakadilan yang terjadi.

Melalui puisi "Sajak Mata-Mata", Rendra memberikan penggambaran yang kuat tentang ketegangan antara kebebasan individu dan kontrol pemerintah dalam hal informasi. Puisi ini menjadi panggilan untuk kewaspadaan terhadap upaya pembatasan informasi dan penindasan terhadap kebebasan berpendapat dalam masyarakat.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Sajak Mata-Mata
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.