Puisi: Bulaksumur Sebuah Catatan Oktober (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Bulaksumur Sebuah Catatan Oktober" karya Diah Hadaning merenungkan kenangan masa lalu dan makna yang terkandung dalam setiap elemen kehidupan.
Bulaksumur Sebuah Catatan Oktober


Menyalami pagimu dalam semarak jingga, Yogya
kutemukan merjan-merjan pernah berserakan
manakala angin dan hujan
sembunyikan rekaan di tahun-tahun yang jauh
di antara wajah-wajah semringah
kutemukan wangimu dulu, Yogya
bincang pagi mengalir mencari muaranya.

Menyalami malammu dalam semarak rembulan, yogya
kutemukan kata-kata adalah kekayaan
dan perjalanan ke segala arah adalah hikmah
ada nada-nada di aula
dan ekspresi segala makna
saudara-saudaraku tengah membuat warna pada malam
menata mozaik bagi kehidupan.

Tawa siapa masih tertinggal di teras wisma kagama
sementara oktober kulipat perlahan
bersama bunga putih beruntaian
Yogya, sungai dan laut menyatu di muara.


Yogyakarta, Oktober 1993

Analisis Puisi:
Puisi "Bulaksumur Sebuah Catatan Oktober" karya Diah Hadaning adalah ungkapan perasaan nostalgia terhadap kota Yogyakarta, yang memiliki makna khusus bagi penyair.

Latar Waktu dan Tempat: Puisi ini menetapkan latar waktu dan tempat yang jelas, yaitu pada bulan Oktober di kota Yogyakarta. Penyair dengan penuh cinta dan rasa hormat menggambarkan dua aspek yang kuat dalam puisi ini.

Penyapaan pada Kota: Puisi ini dimulai dengan penyair yang tampaknya menyalami pagi di Yogyakarta dengan semarak jingga. Hal ini menunjukkan bahwa penyair memiliki hubungan yang sangat emosional dengan kota tersebut, sebagai tempat yang menyambut pagi dan semangat baru.

Merjan dan Memori: Penyair mengacu pada "merjan-merjan pernah berserakan" sebagai simbol kenangan masa lalu yang sudah lama. Ini bisa merujuk pada pengalaman, pertemuan, atau kenangan yang pernah ada di kota tersebut.

Kekayaan dalam Kata-Kata: Puisi ini menekankan pentingnya kata-kata dan ekspresi dalam menciptakan makna dalam hidup. Penyair menggambarkan kata-kata sebagai kekayaan dan perjalanan sebagai hikmah. Hal ini mencerminkan makna mendalam yang terkandung dalam komunikasi dan pengalaman.

Ekspresi Seni: Penyair menyinggung ekspresi seni dengan menyebut "ada nada-nada di aula dan ekspresi segala makna." Ini bisa merujuk pada seni yang diciptakan oleh penduduk kota, seperti seni pertunjukan, musik, atau seni visual.

Kebersamaan dan Mozaik Kehidupan: Puisi ini menggambarkan sebuah mozaik kehidupan yang tercipta oleh kebersamaan saudara-saudara di kota. Ini bisa merujuk pada keberagaman dan keragaman masyarakat yang bersatu dalam kehidupan sehari-hari.

Muara: Puisi ini mengakhiri dengan gambaran bahwa sungai dan laut menyatu di muara. Ini bisa menggambarkan penyatuan berbagai elemen kehidupan, pengalaman, dan makna dalam satu kesatuan yang lebih besar.

Puisi ini adalah catatan penuh rasa cinta terhadap Yogyakarta dan menggambarkan pentingnya pengalaman dan kebersamaan dalam menciptakan makna dalam hidup. Penyair merenungkan kenangan masa lalu dan makna yang terkandung dalam setiap elemen kehidupan di kota tersebut.

"Puisi: Bulaksumur Sebuah Catatan Oktober (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Bulaksumur Sebuah Catatan Oktober
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.