Puisi: Dagang (Karya Amir Hamzah)

Puisi "Dagang" karya Amir Hamzah adalah karya sastra yang melankolis dan puitis. Penggunaan diksi yang sederhana namun menyentuh, serta gambaran ....
Dagang


Susahnya duduk berdagang
tiada tempat mengadukan duka
bundaku tuan selalu terpandang
hendak berjumpa apatah daya.

Terlihat-lihat Bunda merenung
rasa-rasa Bunda mengeluh
mengenangkan nasib tiada beruntung
luka penceraian tiadakan sembuh.

Bunda pun garing seorang diri
hati luka tiada berjampi
nangislah ibu mengenangkan kami
rasakan tiada berjumpa lagi.

Allah diseru memohonkan restu
moga kami janganlah piatu
aduh ibu, kemala hulu
bukankah langit tiada berpintu?

Sudahlah nasib tiada bertemu
sudahlah untung hendak piatu
bagaimana mengubah janji dahulu
sudah diikat di rahim ibu.

Sumber: Buah Rindu (1941)

Analisis Puisi:
Puisi "Dagang" karya Amir Hamzah adalah sebuah karya sastra yang penuh dengan rasa kehilangan dan kerinduan, menggambarkan perasaan seorang dagang yang jauh dari keluarga dan ibunya. Mari kita analisis setiap elemen sastra dalam puisi ini:

Tema: Puisi ini mengangkat tema tentang kerinduan, kehilangan, dan harapan yang diungkapkan oleh seorang dagang yang jauh dari keluarga dan ibunya. Penyair mengekspresikan perasaan cinta dan kerinduannya kepada ibunya yang tidak dapat diungkapkan karena jarak yang terpisah.

Nada dan Perasaan: Nada puisi ini cenderung melankolis dan penuh dengan perasaan kehilangan. Penyair menggambarkan perasaan seorang dagang yang kesepian dan merindukan keluarga dan ibunya dengan penuh kepedihan.

Amanat: Puisi ini menyampaikan pesan tentang pentingnya menghargai keluarga dan ibu, serta merenungkan perasaan dan pengorbanan yang telah diberikan oleh ibu.

Diksi dan Imaji: Penggunaan diksi dalam puisi ini sederhana namun puitis. Kata-kata seperti "dagang," "terlihat-lihat," "renung," "luka penceraian," dan "nangislah ibu" memberikan gambaran yang kuat tentang perasaan dan pengalaman penyair.

Kata Konkret: Puisi ini menggunakan kata-kata konkret, seperti "dagang," "ibu," "hati luka," dan "langit," untuk menciptakan gambaran yang jelas dalam pikiran pembaca.

Majas: Puisi ini tidak banyak menggunakan majas, namun ada contoh personifikasi pada "langit tiada berpintu" yang memberikan sentuhan puitis pada puisi ini.

Rima, Ritma, dan Versifikasi: Puisi ini memiliki ritma yang mengalir dengan baik dan tidak mengikuti skema rima tertentu. Ritma ini mencerminkan perasaan melankolis dan kepedihan dalam puisi.

Tipografi: Tipografi dalam puisi 5 bait ini sederhana, dengan pemisahan baris yang tepat memberikan penekanan pada kata-kata yang relevan dan mempengaruhi ritma pembacaan.

Puisi "Dagang" karya Amir Hamzah adalah karya sastra yang melankolis dan puitis. Penggunaan diksi yang sederhana namun menyentuh, serta gambaran kata-kata konkret, menciptakan gambaran yang kuat dan mendalam dalam pikiran pembaca. Puisi ini menyampaikan pesan tentang pentingnya menghargai dan merindukan keluarga dan ibu, serta merenungkan perasaan dan pengorbanan yang telah diberikan oleh ibu. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang keindahan hubungan keluarga dan perasaan kerinduan yang mendalam.

Amir Hamzah
Puisi: Dagang
Karya: Amir Hamzah

Biodata Amir Hamzah:
  • Amir Hamzah memiliki nama lengkap Tengku Amir Hamzah Pangeran Indra Putera.
  • Amir Hamzah adalah salah satu sastrawan Indonesia angkatan Pujangga Baru (angkatan '30-an atau angkatan 1933).
  • Amir Hamzah lahir pada tanggal 28 Februari 1911 di Binjai, Langkat, Sumatra Utara.
  • Ayahnya bernama Tengku Muhammad Adil (meninggal dunia pada tahun 1933).
  • Ibunya bernama Tengku Mahjiwa (meninggal dunia pada tahun 1931).
  • Amir Hamzah menikah dengan seorang perempuan bernama Kamiliah pada tanggal 1937. Pernikahan ini tersebut dikaruniai seorang anak bernama Tengku Tahura.
  • Amir Hamzah meninggal dunia pada tanggal 20 Maret 1946.
  • Amir Hamzah adalah salah satu pendiri majalah sastra Pujangga Baru (bersama Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane) pada tahun 1932.
  • Dalam dunia sastra, Amir Hamzah diberi julukan Raja Penyair Zaman Pujangga Baru.
© Sepenuhnya. All rights reserved.