Puisi: Sajak Widuri untuk Joki Tobing (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Sajak Widuri untuk Joki Tobing" membawa pembaca ke dalam pengalaman pahit masyarakat terpinggirkan dan menyampaikan pesan tentang ...
Sajak Widuri untuk Joki Tobing

Debu mengepul mengolah wajah tukang-tukang parkir.
Kemarahan mengendon di dalam kalbu purba.
Orang-orang miskin menentang kemelaratan.
Wahai, Joki Tobing, kuseru kamu,
kerna wajahmu muncul dalam mimpiku.
Wahai, Joki Tobing, kuseru kamu,
karena terlibat aku dalam napasmu.
Dari bis kota ke bis kota
kamu memburuku.
Kita duduk bersandingan,
menyaksikan hidup yang kumal.
Dan perlahan tersirap darah kita,
melihat sekuntum bunga telah mekar,
dari puingan masa yang putus asa.

Nusantara Film, Jakarta, 9 Mei 1977

Sumber: Potret Pembangunan dalam Puisi (1993)

Analisis Puisi:
Puisi "Sajak Widuri untuk Joki Tobing" karya W.S. Rendra adalah karya yang penuh dengan emosi, kritik sosial, dan ungkapan keprihatinan terhadap kondisi masyarakat pada masa tertentu.

Imaji dan Metafora: Puisi ini menggunakan imaji dan metafora yang kuat untuk menyampaikan pesan-pesan sosial dan emosional. "Debu mengepul mengolah wajah tukang-tukang parkir" menggambarkan kekacauan dan kekotoran dalam kehidupan sehari-hari.

Kemarahan dan Kemelaratan: Kata-kata seperti "kemarahan" dan "kemelaratan" menggambarkan ketidakpuasan penyair terhadap ketidakadilan sosial dan ekonomi. Puisi ini menjadi bentuk protes terhadap ketidaksetaraan yang dialami oleh orang-orang miskin.

Joki Tobing sebagai Simbol: Joki Tobing digunakan sebagai simbol dalam puisi ini. Ia mewakili orang-orang yang terpinggirkan dan terpinggirkan dalam masyarakat. Keberadaannya mencerminkan kenyataan pahit yang dihadapi oleh banyak orang.

Kesatuan dalam Keterpisahan: Puisi ini mengeksplorasi tema keterpisahan dan kesatuan. Meskipun terpisah secara fisik, kedua tokoh dalam puisi, penyair dan Joki Tobing, bersatu melalui pengalaman hidup yang sulit.

Situasi Perjalanan Bus: Puisi menyajikan gambaran situasi perjalanan bus sebagai latar belakang kehidupan sehari-hari. Kondisi yang kumal dan puingan masa yang putus asa menciptakan latar yang suram dan penuh penderitaan.

Bunga dari Puingan Masa yang Putus Asa: Ekspresi "melihat sekuntum bunga telah mekar, dari puingan masa yang putus asa" menyiratkan harapan dan keindahan yang muncul di tengah-tengah kehancuran dan kesengsaraan. Pemilihan kata ini menunjukkan adanya kemungkinan perubahan positif.

Hubungan Antara Penyair dan Joki Tobing: Hubungan antara penyair dan Joki Tobing bukan hanya fisik, tetapi juga spiritual. Kata-kata seperti "terlibat aku dalam napasmu" menciptakan ikatan yang mendalam di antara keduanya, menyoroti solidaritas di tengah penderitaan.

Pertanyaan dan Interogasi: Puisi ini menggunakan pertanyaan-pertanyaan retoris, seperti "Wahai, Joki Tobing, kuseru kamu," untuk menarik perhatian pembaca dan merangsang refleksi tentang kondisi sosial yang dihadapi oleh masyarakat.

Bentuk dan Ritme: Puisi ini memiliki ritme yang kuat, ditambah dengan struktur yang sederhana namun penuh makna. Penggunaan sajak yang singkat dan pilihan kata yang tajam memberikan dampak yang mendalam.

Puisi "Sajak Widuri untuk Joki Tobing" membawa pembaca ke dalam pengalaman pahit masyarakat terpinggirkan dan menyampaikan pesan tentang perjuangan, harapan, serta keindahan yang mungkin muncul di tengah kondisi yang sulit. W.S. Rendra dengan cerdas menggunakan bahasa dan imaji untuk menyampaikan kritik sosial dan memberikan suara kepada yang tak terdengar.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Sajak Widuri untuk Joki Tobing
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.