Puisi: Maskumambang (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Maskumambang" karya W.S. Rendra mengeksplorasi ketidakpastian masa depan, peran agama dan politik dalam masyarakat, serta perlunya menjaga ....
Maskumambang

Kabut fajar menyusup dengan perlahan
bunga Bintaro berguguran di halaman perpustakaan
di tepi kolam, di dekat rumpun keladi
aku duduk di atas batu melelehkan air mata.

Cucu-cucuku
zaman macam apa,
peradaban macam apa
yang akan kami wariskan kepada kalian?

Jiwaku menyanyikan lagu maskumambang
kami adalah angkatan pongah
besar pasak dari tiang.

Kami tidak mampu membuat rencana menghadapi masa depan,
karena kami tidak menguasai ilmu untuk membaca tata buku masa lalu
dan tidak menguasai ilmu untuk membaca tata buku masa kini
maka rencana masa depan hanyalah spekulasi, keinginan, dan angan-angan.

Cucu-cucuku
negara terlanda gelombang zaman edan
cita-cita kebajikan terhempas batu
lesu dipangku batu
tetapi aku keras bertahan
mendekap akal sehat dan suara jiwa
biarpun tercampak di selokan zaman.

Bangsa kita kini
seperti dadu terperangkap dalam kaleng hutang
yang dikocok-kocok oleh bangsa adikuasa
tanpa kita bisa melawannya
semuanya terjadi atas nama pembangunan
yang mencontoh tatanan pembangunan di zaman penjajahan.
Tatanan kenegaraan dan tatanan hukum
juga mencontoh tatanan penjajahan
menyebabkan rakyat dan hukum hadir tanpa kedaulatan
yang sah berdaulat hanya pemerintah dan partai politik.

O comberan peradaban,
o martabat bangsa yang kini compang-camping
negara gaduh, bangsa rapuh.
Kekuasaan kekerasan meraja lela
Pasar dibakar, kampung dibakar,
gubuk-gubuk gelandangan dibongkar
tanpa ada gantinya
semua atas nama takhayul pembangunan.

Restoran dibakar, toko dibakar, gereja dibakar,
atas nama semangat agama yang berkobar.
Apabila agama menjadi lencana politik
maka erosi agama pasti terjadi
karena politik tidak punya kepala,
tidak punya telinga, tidak punya hati,
politik hanya mengenal kalah dan menang
kawan dan lawan,
peradaban yang dangkal.

Meskipun hidup berbangsa perlu politik,
tetapi politik
tidak boleh menjamah kemerdekaan iman dan akal
di dalam daulat manusia
namun daulat manusia
dalam kewajaran hidup bersama di dunia
harus menjaga daulat hukum alam,
daulat hukum masyarakat
dan daulat hukum akal sehat.

Matahari yang merayap naik dari ufuk timur
telah melampaui pohon dinding
udara yang ramah menyapa tubuhku
menyebarkan bau bawang yang digoreng di dapur
berdengung sepasang kumbang yang bersenggama.

Cipayung Jaya, 4 April 2006

Sumber: Doa untuk Anak Cucu (2013)

Analisis Puisi:
Puisi "Maskumambang" karya W.S. Rendra adalah sebuah karya sastra yang penuh dengan refleksi sosial, kegelisahan, dan keprihatinan terhadap kondisi peradaban, politik, dan agama. Dalam puisi ini, penyair mengajukan pertanyaan-pertanyaan penting tentang masa depan, kepemimpinan, dan keadaan sosial, sambil mengeksplorasi peran agama dan politik dalam membentuk masyarakat.

Gambaran Alam dan Kegelisahan: Puisi ini dimulai dengan gambaran kabut fajar yang menyusup perlahan dan bunga Bintaro yang berguguran. Ini menciptakan suasana awal yang kalem, namun di baliknya terasa kegelisahan dan pergolakan. Pemandangan ini mungkin merepresentasikan perubahan dan ketidakpastian yang terjadi dalam masyarakat.

Kritik terhadap Kondisi Sosial dan Politik: Penyair mengajukan pertanyaan tentang masa depan dan peradaban yang akan diwariskan kepada generasi mendatang. Dia merenungkan peran peradaban dan perubahan yang terjadi serta peran pemerintah dalam membentuk nasib bangsa. Puisi ini mencerminkan keprihatinan terhadap perubahan zaman yang membawa peradaban dan negara ke arah yang tidak stabil.

Kontras antara Masa Lalu, Kini, dan Masa Depan: Penyair menyebutkan bahwa mereka tidak memiliki ilmu untuk membaca masa lalu atau masa kini, sehingga rencana masa depan hanyalah spekulasi. Hal ini mencerminkan rasa ketidakpastian dan kehilangan arah dalam menghadapi masa depan, serta kesulitan dalam merencanakan sesuatu ketika tidak ada pemahaman yang jelas tentang sejarah atau situasi saat ini.

Politik, Agama, dan Kelemahan Manusia: Puisi ini mengkritik penggunaan politik dan agama untuk tujuan politik yang mengakibatkan kerusuhan dan kehancuran. Penyair menyatakan bahwa politik dan agama yang diarahkan oleh ambisi kekuasaan berujung pada erosi nilai-nilai agama itu sendiri. Politik yang digabungkan dengan agama tidak menghormati nilai-nilai masyarakat dan cenderung menyebabkan perpecahan.

Kebijaksanaan dan Kehati-hatian: Penyair menegaskan pentingnya memisahkan agama dari politik. Dia menggambarkan politik sebagai entitas yang tidak memiliki hati atau moralitas dan harus dijaga agar tidak mengganggu keimanan dan akal sehat manusia. Kritik ini mencerminkan pentingnya menjaga keseimbangan dan tidak mengorbankan nilai-nilai moral atas nama politik.

Gambaran Akhir: Puisi ini berakhir dengan gambaran yang tenang dan merujuk pada kehidupan sehari-hari, seperti matahari yang naik, bau bawang yang digoreng di dapur, dan sepasang kumbang yang bersenggama. Ini bisa diartikan sebagai perwujudan kedamaian dan sederhana dalam kehidupan meskipun tantangan sosial yang ada.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Maskumambang
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.