Puisi: Piknik (Karya Goenawan Mohamad)

Puisi "Piknik" karya Goenawan Mohamad menggambarkan perubahan dan dinamika dalam kehidupan seseorang. Dengan sentuhan nostalgia, simbolisme, dan ...
Piknik

Untuk pikniknya yang terakhir Tiar menyiapkan telur dadar dan sejumput merica. Ia bangun pagi sekali. Di tempat mandi dipandangnya sumur: sebuah liang hijau, seperti lorong hutan yang memanggil. Ia tahu ia tak hendak pergi.

"Tapi aku mesti pergi," bisiknya sambil menerjunkan timba.
Air terkoyak. Lorong itu mengembalikan bunyi.

35 tahun yang lalu untuk pikniknya yang pertama ia ingat
ia memilih topi katun putih. Si upik mengenakan gaun ros,
dan mengikuti anak-anak yang menari di tepi danau
dengan lagu angan-angan. Ibunya menyiapkan tikar,
menggumamkan sesuatu. Ia seperti dengar suara saluang.

Setelah itu mungkin 20 tahun menyela mereka, memisahkan,
sampai mereka bersua di kereta ke Solo. Mereka tak saling menyapa.
Ia pura-pura melihat ke luar gerbong: sederetan pokok dadap,
kembang merah yang ranum, sisa tanggul yang runtuh.

"Kau masih sendiri?" Ia bayangkan ia bertanya.

Tapi si upik yang tak ditatapnya akan selalu memandang ke depan,
dan dari ruang masinis seperti ia dengar seseorang berkata,
"Tak ada lagi."

Pada pikniknya yang terakhir Tiar tahu apa artinya "tak ada lagi."

2006

Analisis Puisi:

Puisi "Piknik" karya Goenawan Mohamad adalah karya yang sarat dengan nostalgia dan refleksi terhadap kehidupan.

Nostalgia dan Waktu: Puisi ini menghadirkan elemen nostalgia, terutama melalui perbandingan antara piknik pertama Tiar 35 tahun yang lalu dan piknik terakhirnya. Melalui penggunaan waktu sebagai benang merah, pembaca dibawa untuk merenungkan perjalanan hidup dan perubahan yang terjadi seiring berjalannya waktu.

Simbolisme Lorong Hutan: Lorong hutan yang muncul dalam puisi menjadi simbol perjalanan hidup dan mungkin juga representasi akhir kehidupan. Meskipun ada panggilan untuk menjelajah, Tiar memilih untuk tidak pergi. Ini bisa diartikan sebagai penerimaan terhadap takdir atau akhir dari suatu perjalanan.

Topi Katun Putih dan Gaun Ros: Penggambaran piknik pertama dengan Tiar memilih topi katun putih dan si upik mengenakan gaun ros membawa unsur kepolosan dan keindahan. Ini dapat diartikan sebagai fase awal dalam suatu hubungan atau perjalanan hidup, di mana segala sesuatu penuh harapan dan keceriaan.

Pisah dan Bersua Kembali: Pisah dan bersua kembali menjadi tema yang kuat dalam puisi ini. Tiar dan si upik dipisahkan selama 20 tahun sebelum akhirnya bersua kembali di kereta ke Solo. Meskipun mereka tak saling menyapa, pertemuan ini menciptakan ruang untuk refleksi dan membuka pintu menuju pertanyaan-pertanyaan yang lebih dalam.

Tak Ada Lagi: Pernyataan "Tak ada lagi" di akhir puisi menciptakan nuansa misteri dan kepastian akan sesuatu yang berakhir. Ungkapan ini dapat diartikan secara luas, mungkin sebagai akhir dari suatu fase dalam hidup, perjalanan, atau hubungan.

Puisi "Piknik" karya Goenawan Mohamad adalah sebuah perjalanan melalui waktu, menggambarkan perubahan dan dinamika dalam kehidupan seseorang. Dengan sentuhan nostalgia, simbolisme, dan dialog yang kuat, puisi ini mengeksplorasi tema-tema universal tentang kehidupan, cinta, dan akhir dari suatu perjalanan.

Puisi Goenawan Mohamad
Puisi: Piknik
Karya: Goenawan Mohamad

Biodata Goenawan Mohamad:
  • Goenawan Mohamad (nama lengkapnya Goenawan Soesatyo Mohamad) lahir pada tanggal 29 Juli 1941 di Batang, Jawa Tengah.
  • Goenawan Mohamad adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.