Puisi: Pokok Kayu (Karya Sapardi Djoko Damono)

Puisi "Pokok Kayu" karya Sapardi Djoko Damono mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan antara manusia, alam, dan pertanyaan filosofis tentang ....
Pokok Kayu


"Suara angin di rumpun bambu
dan suara kapak di pokok kayu,
adakah bedanya, Saudaraku?"

"Jangan mengganggu," hardik seekor tempua
yang sedang mengerami telur-telurnya
di kusut rambut Nuh yang sangat purba.


Sumber: Ayat-Ayat Api (2000)

Analisis Puisi:
Puisi "Pokok Kayu" karya Sapardi Djoko Damono adalah karya yang singkat namun memuat refleksi mendalam tentang alam, suara, dan interaksi antara manusia dan alam.

Judul Puisi: Judul "Pokok Kayu" memberi petunjuk kepada pembaca bahwa pokok kayu akan menjadi fokus utama dalam puisi ini. Dalam budaya Jawa, "pokok" berarti pokok atau inti, dan hal ini mengarahkan kita pada pemahaman bahwa puisi ini akan mencerminkan sesuatu yang mendasar atau pokok.

Suara Alam: Puisi ini membuka dengan penggambaran suara alam, yaitu suara angin yang bertiup di rumpun bambu dan suara kapak yang menebang pokok kayu. Suara-suara alam ini menghadirkan elemen alam sebagai bagian penting dalam puisi.

Pertanyaan Filosofis: Puisi ini menciptakan pertanyaan filosofis melalui dialog antara dua karakter, salah satunya adalah seekor burung tempua yang sedang mengerami telur-telurnya. Pertanyaan yang diajukan adalah, "adakah bedanya, Saudaraku?" Pertanyaan ini menggugah pemikiran tentang perbedaan dan persamaan dalam dunia alam.

Simbolisme: Puisi ini menggunakan simbolisme dengan membandingkan suara angin di rumpun bambu dan suara kapak di pokok kayu. Simbolisme ini mungkin mencerminkan konflik antara alam dan manusia atau antara kehidupan dan kematian.

Kontras dan Keselarasan: Puisi ini menciptakan kontras antara suara alam yang tenang dan suara kapak yang keras. Namun, melalui pertanyaan yang diajukan oleh burung tempua, puisi ini juga menunjukkan bahwa mungkin ada keselarasan yang lebih dalam di antara semua suara dan elemen alam.

Pesimisme vs Keberlanjutan: Pertanyaan dalam puisi ini juga bisa mengacu pada pertentangan antara tindakan manusia yang merusak alam dan keberlanjutan alam itu sendiri. Suara kapak mungkin melambangkan tindakan manusia yang merusak, sementara suara angin dan suara burung tempua mungkin melambangkan keberlanjutan alam.

Secara keseluruhan, "Pokok Kayu" adalah puisi yang mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan antara manusia, alam, dan pertanyaan filosofis tentang makna dalam kehidupan dan alam semesta. Dalam konteks puisi ini, alam diangkat sebagai subjek yang memiliki kebijaksanaan dan misteri yang patut dihormati.

Puisi Sapardi Djoko Damono
Puisi: Pokok Kayu
Karya: Sapardi Djoko Damono

Biodata Sapardi Djoko Damono:
  • Sapardi Djoko Damono lahir pada tanggal 20 Maret 1940 di Solo, Jawa Tengah.
  • Sapardi Djoko Damono meninggal dunia pada tanggal 19 Juli 2020.
© Sepenuhnya. All rights reserved.