Puisi: Pasar Soreang (Karya Beni Setia)

Puisi: Pasar Soreang Karya: Beni Setia
Pasar Soreang (1)

Mereka turun dari perbukitan di sekitar
Ketika embun sedang dibentuk
Sambil membawa obor setengah lengan,
Sambil memikul bonteng atau singkong
Terkadang Lombok sebakul, atau leunca
Sekeranjang - dibebat kain panjang
Mungkin juga nangka, pepaya, melinjo,
Daun singkong muda, pete, dan jengkol
Sebelum pasar dibuka bergegas dengan
Garam, peda, oncom, dan minyak tanah
:untuk isi cempor, untuk obor hari esok
- gegas menggarap ladang sebelum terik
Berkeringat sehingga raga terpiut, serta
Waktu sangat cepat menggali kuburan
- mendahului matahari setengah hari.


Pasar Soreang (2)


Apa mau memilih soto bandung epon?
Bening dengan irisan lobak pleus lauk
Gepuk, kenyal tanpa lemak
Atau soto kuning euis? Dengan kerupuk
Kulit, dorokdok yang khidmat dimakan
Di kios suram di tengah pasar
Ada juga yang membawa nasi sendiri 
Berpesta dengan lauk telor asin – yang 
Dibelah empat untuk berempat
Mungkin juga kupat omo? Kuahnya
Berminyak bihunnya melunak, atau 
Kupat intja atau o’ed?
Atau bubur ayam dengan kurupuk remas?
Bersantai sambil banyak omong, dengan
Cengek garing giling serta kecap ekstra—
Berkeringat dan bergembira selepas panen
Atau cendol dengan aroma duren, es sirop
Dengan alpukat dan cangkaleng, goyobod
Yang ditimbun kristal es serut?


Pasar Soreang (3)


Odading serta kueh tambang yang selalu
Dipluntir, ali agrem & jalabriah tersedia
Untuk teman menghabiskan siang
Surandil merah berpupur parutan kelapa,
Awug yang bagai tumpeng dipotong agar
Lapisan gula merahnya bisa ditambang
Katimus, nagasari, uras isi oncom, bacang,
Dan robur nan pepal melulu karbohidrat -
Tersedia dalam kenangan, sia-sia ditelusuri
Jalan tanah berlubang, debu atau kubangan
Lumpur menghilang dibalik lapisan beton -
Masa kanak perlahan menyusut kian surut
Aku mirip pengungsi pencari tanah kelahiran
- yang diusir dan tak diperkenankan kembali
Mungkin hantu bernyawa tanpa ingatan


Pasar Soreang (4)


Halaman parkir bau tai serta kencing kuda
& uar ransum ampas tahu - ongok. Delman
Serta gerobak berseling sepi pasang ladam
Dan sekarang hari pasar, hari di mana hasil
Bumi diunggah ke atas truk, sedang barang
Kelontong diturunkan untuk didistribusikan
Hingar-bingar toa menawarkan obat untuk
Segala penyakit, menata lingkar penonton:
Untuk sulap, acrobat sepeda beroda satu,
Serta atraksi piul si adang buta, yang kuasa
Meniru ringkik kuda. Kegembiraan sampai
Jam 09:00 - sebelum kota kembali lengang
Kegersangan padi siap bunting, tenang tanpa 
Parpol yang menyiapkan rintisan jadi bupati,
Dan bahkan presiden - dengan obral janji
Dangdut, bujur ngageol, serta placebo resesi.


Pasar Soreang (5)


Omo kuik tidak leluasa kalau melangkah,
Kakinya seret diseret-seret, seperti gerak
Roda lokomotif kehilangan daya
Dari sana mendapat nama: kuik. Membawa
Tongkat agar panceg ketika jalan - merayap
Separuh tertatih sering termangu
Rasanya tidak gila - cuma depresi tidak bisa
Berjalan, seperti bibi rumsi yang senantiasa
diejak kanak sebagai si banyak tumila
atau ehoy yang selalu 'ngiler itu. berprofil
imbecil dengan: si tangan serta kaki kanan
cacat dan sukar digerakkan
real monster masa kanak - sering dicemooh!
: di mana mereka kini? Apa mereka memang 
Sufi suci seperti angan Isac Bashevis Singer?


2015

Beni Setia
Puisi: Pasar Soreang
Karya: Beni Setia

Biodata Beni Setia:
  • Beni Setia lahir pada tanggal 1 Januari 1954 di Soreang, Bandung Selatan, Jawa Barat, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.