Puisi: Nyanyi Zubo (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Nyanyi Zubo" karya W.S. Rendra menggambarkan penderitaan dan kehampaan yang dialami oleh tokoh yang disebut Zubo, serta kehampaan dalam ...
Nyanyi Zubo

Nyanyimu hitam, Zubo
derita botak kepalamu.
Dering kaleng di jalan terguling
memberi luka pada malam.

Zubo! Zubo!
Kata-kata darah yang hitam
mengetuki botak kepalamu.
Bergulung-gulung kau, Sayang,
lalu menyerah dalam mimpimu.

Zubo! Zubo!
Menjerit-jerit kandil yang tunggal.
Sinar-sinar kuning mencambuki
dinding-dinding yang sepi.
Bukit-bukit kerontang
Tanah kapur kerontang
Dan tiada perempuan.

Mimpi-mimpi mengendap, Sayang,
menikam dirimu dari belakang.
Dan bulan akan bernyanyi:
- Datanglah, Hujan, datang!
Menyiram atas mayatnya putih.
Datanglah, Hujan, datang!
Si hagoan mampus telentang
dibunuh para mimpi!

Zubo! Zubo!
Pecahan-pecahan gelas kaca
bermukim di dua mata.
Nyanyimu hitam Zubo,
segolek berendam segala mimpi.

Sumber: Kisah (November, 1955)

Analisis Puisi:

Puisi "Nyanyi Zubo" karya W.S. Rendra adalah sebuah karya yang penuh dengan gambaran-gambaran yang kuat dan penggunaan bahasa yang menggugah. Puisi ini menggambarkan penderitaan dan kehampaan yang dialami oleh tokoh yang disebut Zubo, serta kehampaan dalam kehidupannya.

Gelapnya Gambaran: Puisi ini dimulai dengan gambaran-gambaran yang gelap dan menyedihkan. Nyanyiannya yang hitam, derita botak kepala, dan dering kaleng yang terguling mengekspresikan suasana yang suram dan penuh dengan kesengsaraan.

Personifikasi Zubo: Tokoh Zubo dalam puisi ini merupakan perwakilan dari individu yang menderita dan terpinggirkan dalam masyarakat. Penggunaan nama "Zubo" memberikan kesan personal dan menghidupkan karakter tersebut, sehingga pembaca bisa merasakan kepedihan dan kesendirian yang dia alami.

Bunyi dan Suara: Puisi ini juga mempergunakan bunyi dan suara untuk menciptakan atmosfer yang kuat. Dering kaleng yang terguling dan jeritan kandil menambahkan dimensi audiovisual pada pengalaman pembaca, meningkatkan kesan dramatis dalam puisi.

Mimpi dan Kematian: Puisi ini menyelipkan tema mimpi dan kematian secara kuat. Mimpi-mimpi yang mengendap dan menikam dari belakang menambahkan lapisan kegelapan dan ketidakpastian dalam kehidupan tokoh Zubo. Kemunculan hujan sebagai penutup puisi menandakan harapan akan kelegaan dan penyucian, meskipun dalam bentuk kematian.

Kesendirian dan Kehampaan: Kata-kata seperti "tanah kapur kerontang" dan "tiada perempuan" menggambarkan kesendirian dan kehampaan yang mendalam. Zubo digambarkan terisolasi dalam kehampaan dan kesedihan yang tidak terucapkan.

Pecahan Gelas Kaca: Metafora "pecahan-pecahan gelas kaca bermukim di dua mata" menyoroti kehancuran dan penderitaan yang menghantui Zubo. Pecahan gelas kaca merupakan simbol dari rasa sakit dan penderitaan yang dia alami.

Dengan menggunakan gambaran-gambaran yang kuat dan bahasa yang kaya, W.S. Rendra berhasil menciptakan sebuah puisi yang menggugah perasaan dan meresapi kesengsaraan yang dialami oleh tokoh Zubo. Puisi ini tidak hanya menggambarkan penderitaan individu, tetapi juga menyentuh tema-tema universal tentang kesendirian, kehampaan, dan harapan akan pembebasan dari penderitaan.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Nyanyi Zubo
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.