Puisi: Gerimis Bulan Penuh (Karya Aldian Aripin)

Puisi: Gerimis Bulan Penuh Karya: Aldian Aripin
Gerimis Bulan Penuh (1)

Langit bening bulan kuning
Jernih air mata udara pun bening.

'Ku lontar langkah di atas jalan berbengkah-bengkah
Sekedar pelipur lara, terlalu kalut di rumah.

Seperti tak bertujuan, aku bersiul tak kupikiri
Apakah ada yang mendengar: karena lemah sekali.

Dan lagunya pun tak dapat-dapat menyesuaikan diri.


Gerimis Bulan Penuh (2)

Jalan yang 'ku lalui terlalulah panjang
Karena itu aku surut ke belakang
Malam pun dingin
Dada 'ku dekap dengan tangan bersilang.

Adakah orang tahu, bahwa di jalan ini
Ada seorang yang berputar-putar
Lalu menuju jalan kembali
Membawa pulang rusuhnya sendiri.


Gerimis Bulan Penuh (3)

('Ku buka pintu aku pun masuk)

Terdengarlah ia
Aba tidur terompet jauh menjerit
Di malam-malam begini, hanyalah ia
Melerai hati dan damai.


Gerimis Bulan Penuh (4)

Di manakah itu, hatiku bertanya
Entah pun di mana, tapi pastilah ia
Di asrama polisi atau tentara.

(Terdengar lonceng sepuluh kali
Di beberapa tempat sahutannya berdapat-dapat)


Gerimis Bulan Penuh (5)

Ia yang menjerit mati
Jadilah tenang damai seperti tadi.

Sobeklah malam tiada cacat
Apapun yang terjadi di pagi, tak akan 'ku ingat.


Gerimis Bulan Penuh (6)

Aku lupa mengapa pisau ini terletak di atas meja
Tercerai pula dari sarungnya.
(Seolah akan dipergunakan)

'Ku pikir seorang ibu biasa memakainya di dapur
Seorang anak akan mempermainkannya lalu lukalah ia
Seorang putus asa akan membenamkannya
Ke dasar jantungnya.

Alangkah banyaknya kegunaan sebuah benda
Buat apa ia oleh penemunya
Seperti pisau ini.

'Ku tenyang ketajaman matanya
Dengan kelembutan mataku.


Gerimis Bulan Penuh (7)

(Angin malam mengantar gerimis)

Janganlah mengetuk-ngetuk juga
Tolakkan saja -
Masih tersedia tempat bagimu.

Janganlah menjenguk-jenguk juga
Kalaupun begini duniaku
Tapi di sini ada sebilah belati!


Gerimis Bulan Penuh (8)

(Di jauhan angin menderu)

Janganlah mengembara-ngembara juga
Memanglah memerhangat pelukan pengantin baru
Tapi betapa menggigil yang tidur tidak berbaju.


Gerimis Bulan Penuh (9)

Janganlah mengetuk-ngetuk juga
Menjenguk ke dalam asingnya duniaku
Kalaulah karena belati ini
Biarlah ia 'ku sarungkan kembali!


Gerimis Bulan Penuh (10)

Betapa tarikan dunia
Olehnya kuhampiri jendela.

Dari jendela malam 'ku tinjau
Semoga lengah hati yang risau.

Gerimis membasah daun menengadah
Berlinang atasnya bulan purnama.


Gerimis Bulan Penuh (11)

Ada orang jalan sendirian
Di malam-malam sangsai, di hujan-hujan renyai.

Membenam dendam di kalbu kelabu
Walau di wajah tulus setuju.

(Terhadap soal yang tak tersesalkan selalu
Karena ada yang sudah mendahulu)

Bulan yang duka. Ia duka. Akupun duka
Dan duka memang beserba.

Betapa pun pusang, betapa nyaman
Ia jalan sendirian.


Gerimis Bulan Penuh (12)

Ke balai aku telungkup, seluruh lamunan 'ku tutup
Dan dari jiwa yang 'ku tekan pecah teriakan:
Ya Rasul, ya Tuhan!


Gerimis Bulan Penuh (13)

Keluh kesah terbawa diri yang rebah
Bagai angin malam di luar masih gelisah
Dan ini jiwa dari tubuh yang resah
Kalut kemelut tak menemu arah.


Gerimis Bulan Penuh (14)

Tiada lagi terdengar langkah
Tinggal jejak di tanah basah....


1958

Puisi: Gerimis Bulan Penuh
Puisi: Gerimis Bulan Penuh
Karya: Aldian Aripin
© Sepenuhnya. All rights reserved.