Puisi: Hari Terakhir seorang Penyair, Suatu Siang (Karya Goenawan Mohamad)

Puisi "Hari Terakhir seorang Penyair, Suatu Siang" menggambarkan suatu siang yang memiliki keunikan dan makna khusus bagi penyair. Dengan ...
Hari Terakhir seorang Penyair, Suatu Siang


Di siang suram bertiup angin. Kuhitung pohon satu-satu
Tak ada bumi yang jadi lain: daun pun luruh, lebih bisu
Ada matahari lewat mengendap, jam memberat dan hari menunggu
Segala akan lengkap, segala akan lengkap, Tuhanku.

Kemudian Engkau pun tiba, menjemput sajak yang tak tersua
Kemudian hari pun rembang dan tanpa cuaca
Siang akan jadi dingin, Tuhan, dan angin telah sedia
Biarkan aku hibuk dan cinta berangkat dalam rahasia.


1964

Sumber: Sajak-Sajak Lengkap, 1961-2001 (2001)

Analisis Puisi:
Puisi "Hari Terakhir seorang Penyair, Suatu Siang" karya Goenawan Mohamad merangkum perasaan penulis mengenai akhir hidupnya dan pertemuan dengan Tuhan. Dalam analisis ini, kita akan menjelajahi berbagai elemen puisi yang membentuk atmosfer, makna, dan perasaan yang tersirat.

Setting dan Atmosfer: Puisi ini menggambarkan suasana siang yang suram dan hening. Angin yang bertiup, pohon-pohon yang terhitung satu per satu, serta daun-daun yang luruh menciptakan gambaran alam yang tenang namun sarat makna. Suasana suram ini menciptakan ketenangan, seolah-olah alam menantikan sesuatu yang istimewa.

Keheningan Daun Luruh: Keheningan daun yang luruh menciptakan gambaran kebisuan alam. Hal ini bisa diartikan sebagai keheningan dalam menghadapi akhir hidup. Kemunduran daun juga dapat mewakili siklus kehidupan yang tak terhindarkan, menunjukkan bahwa segala sesuatu akan kembali ke asalnya.

Kedatangan Tuhan: Penggunaan bahasa "Engkau pun tiba" mengisyaratkan kehadiran Tuhan. Tuhan dianggap menjemput "sajak yang tak tersua," menandakan akhir dari penciptaan karya-karya sastra yang mungkin tidak bisa dicapai oleh manusia secara keseluruhan. Ini juga bisa diartikan sebagai akhir perjalanan hidup seorang penyair.

Siang yang Dingin dan Angin yang Sedia: Penggambaran siang yang dingin dan angin yang telah siap menciptakan kesan pertemuan akhir yang meriah dengan Tuhan. Ketidakpastian cuaca menciptakan nuansa misterius, memberikan kesan bahwa perjumpaan ini bukanlah akhir yang muram, melainkan suatu kejadian yang istimewa.

Pergulatan Cinta dan Hibuk dalam Rahasia: Ketika penyair menyatakan "Biarkan aku hibuk dan cinta berangkat dalam rahasia," muncul elemen perasaan yang mendalam. Pergulatan cinta dan hibuk menggambarkan hubungan yang kompleks dengan Tuhan. Penggunaan kata "rahasia" menekankan pada dimensi spiritual yang tak terpahami oleh akal manusia.

Puisi "Hari Terakhir seorang Penyair, Suatu Siang" menggambarkan suatu siang yang memiliki keunikan dan makna khusus bagi penyair. Dengan menggambarkan elemen alam dan pengalaman spiritual, Goenawan Mohamad mampu menciptakan suasana yang sarat makna dan mendalam. "Hari Terakhir seorang Penyair, Suatu Siang" memimpin pembaca ke dalam refleksi mengenai kehidupan, kematian, dan pertemuan akhir dengan Tuhan.

Puisi Goenawan Mohamad
Puisi: Hari Terakhir seorang Penyair, Suatu Siang
Karya: Goenawan Mohamad

Biodata Goenawan Mohamad:
  • Goenawan Mohamad (nama lengkapnya Goenawan Soesatyo Mohamad) lahir pada tanggal 29 Juli 1941 di Batang, Jawa Tengah.
  • Goenawan Mohamad adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.