Puisi: Kesaksian tentang Mastodon-Mastodon (Karya: W.S. Rendra)

Puisi "Kesaksian tentang Mastodon-Mastodon" mengkritik keras sistem yang tidak adil dan merusak, serta mengingatkan kita akan konsekuensi dari ...
Kesaksian tentang Mastodon-Mastodon

Pembangunan telah dilangsungkan,
Di tanah dan di air sedang berlangsung perkembangan.

Aku memberi kesaksian
bahwa di sini
langit kelabu hambar dari ufuk ke ufuk.
Rembulan muncul pucat
seperti istri birokrat yang luntur tata-riasnya.
Sungai mengandung pengkhianatan
dan samudera diperkosa.
Sumpah serapah keluar dari mulut sopir taksi.
Keluh kesah menjadi handuk bagi buruh dan kuli.

Bila rakyat bicara memang bising dan repot.
Tetapi bila rakyat bisu itu kuburan.
Lalu apa gunanya membina ketenangan kuburan,
bila ketenangan hanya berarti kesesakan peredaran darah!

Aku memberi kesaksian
bahwa negara ini adalah negara pejabat dan pegawai.
Kebudayaan priyayi tempoh dulu
diberi tambal sulam
dengan gombal-gombal khayalan baru.
Bagaikan para pangeran di zaman pra-ilmiah
para pangeran baru bersekutu dengan cukong asing,
me-monopoli alat berproduksi dan kekuatan distribusi.
Para pedagang pribumi hanya bisa menjual jasa
atau menjadi tukang kelentong.
Boleh menjadi kaya tetapi hanya mengambang kedudukannya.

Tirani dan pemusatan
adalah naluri dari kebudayaan pejabat dan pegawai.
Bagaikan gajah para pejabat
menguasai semua rumput dan daun-daunan.
Kekukuhan dibina
tetapi mobilitas masyarakat dikorbankan.
Hidup menjadi lesu dan sesak.
Ketenangan dijaga
tetapi rakyat tegang dan terkekang.
Hidup menjadi muram, tanpa pilihan.

Aku memberi kesaksian
bahwa di dalam peradaban pejabat dan pegawai
falsafah mati
dan penghayatan kenyataan dikekang
diganti dengan bimbingan dan pedoman resmi.
Kepatuhan diutamakan,
kesangsian dianggap durhaka
dan pertanyaan dianggap pembangkangan.
Pembodohan bangsa akan terjadi
karena nalar dicurigai dan diawasi.

Aku memberi kesaksian, bahwa:
Gajah-gajah telah menulis hukum dengan tinta yang munafik.
Mereka mengangkang dengan angker dan perkasa
tanpa bisa diperiksa,
tanpa bisa dituntut,
tanpa bisa diadili secara terbuka.

Aku bertanya:
Apakah ini gambaran kesejahteraan
dari bangsa yang mulia?

Aku memberi kesaksian
bahwa gajah-gajah bisa menjelma menjadi mastodon-mastodon.
Mereka menjadi setinggi menara dan sebesar berhala.
Mastodon-mastodon yang masuk ke laut dan menghabiskan semua ikan.
Mastodon yang melahap semen dan kayu lapis.
Melahap tiang-tiang listrik dan filem-filem import.
Melahap minyak kasar, cengkih, kopi, dan bawang putih.
Mastodon-mastodon ini akan selalu membengkak
selalu lapar
selalu merasa terancam
selalu menunjukkan wajah yang angker
dan menghentak-hentakkan kaki ke bumi.

Maka mastodon yang satu
akan melutut kepada mastodon-mastodon yang lain.
Matahari menyala bagaikan berdendam.
Bumi kering.
Alam protes dengan kemarau yang panjang.
Mastodon-mastodon pun lapar
dan mereka akan saling mencurigai.

Lalu mastodon-mastodon akan menyerbu kota.
Mereka akan menghabiskan semua beras dan jagung.
Mereka akan makan anak-anak kecil.
Mereka akan makan gedung dan jambatan.

Toko-toko, pasar-pasar, sekolah-sekolah
masjid-masjid, gereja-gereja
semuanya akan hancur
Dan mastodon-mastodon masih tetap merasa lapar
selalu was-was.
Tak bisa tidur.
Yang satu mengawasi yang lain.

Aku memberi kesaksian
seandainya kiamat terjadi di negeri ini
maka itu akan terjadi tidak dengan pertanda bangkitnya kaum pengemis
atau munculnya bencana alam
tetapi akan terjadi dengan pertanda
saling bertempurnya mastodon-mastodon.

Jakarta, November 1973

Sumber: Doa untuk Anak Cucu (2013)

Analisis Puisi:

Puisi "Kesaksian tentang Mastodon-Mastodon" karya W.S. Rendra adalah sebuah pengamatan kritis terhadap sistem politik dan ekonomi yang korup dan otoriter.

Metafora Mastodon sebagai Kekuatan Otoriter: Mastodon dalam puisi ini merupakan metafora untuk kekuatan otoriter yang rakus dan tidak terkendali, yang bergerak dengan kekuatan dan dominasi. Mereka melambangkan elit politik dan ekonomi yang menguasai dan mengeksploitasi rakyat serta alam.

Pembangunan dan Kerusakan Lingkungan: Pembangunan yang dilakukan tanpa pertimbangan lingkungan menjadi tema sentral. Puisi menyoroti dampak negatif dari pembangunan yang tidak terkendali, termasuk kerusakan alam, kekurangan sumber daya, dan konflik sosial.

Kritik terhadap Kekuasaan dan Ketidakadilan: Penyair secara tegas mengkritik korupsi, ketidakadilan, dan ketidakberdayaan rakyat dalam sistem politik dan ekonomi yang korup. Para mastodon dianggap sebagai simbol dari kekuatan yang menindas dan tidak bertanggung jawab, yang mengeksploitasi dan merampas kekayaan alam dan sumber daya masyarakat.

Kesaksian dan Kritik Sosial: Puisi ini merupakan bentuk kesaksian penyair terhadap kondisi sosial dan politik yang tidak adil. Melalui penggunaan bahasa yang kuat dan gambaran yang menggugah, penyair mengekspresikan kekecewaannya terhadap ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang ada.

Penggambaran Kiamat sebagai Akibat Tindakan Manusia: Puisi menggambarkan gambaran apokaliptik tentang akhir zaman, bukan karena bencana alam atau kekuatan alam semata, tetapi karena konflik dan pertempuran antara kekuatan manusia yang rakus dan tidak terkendali.

Dengan demikian, puisi "Kesaksian tentang Mastodon-Mastodon" adalah sebuah karya sastra yang mengkritik keras sistem yang tidak adil dan merusak, serta mengingatkan kita akan konsekuensi dari perilaku manusia yang rakus dan tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat. Puisi ini menjadi panggilan untuk refleksi dan tindakan yang bertanggung jawab terhadap masa depan bumi dan umat manusia.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Kesaksian tentang Mastodon-Mastodon
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.