Puisi: Suwuk Manikcemar (Karya Mustofa Bisri)

Puisi "Suwuk Manikcemar" menggambarkan kondisi eksistensial manusia yang rapuh dan terbatas, serta menyoroti perjuangan manusia untuk mencari ...
Suwuk Manikcemar

Sang manikcemar
telah tergenggam tangan
nyawamu.

Runduk tunduk
merunduk
tunduk runduk
menunduk.

Merunduk
menunduk
tunduk
runduk
terbentuk!

Tengkukmu paku bengkok
lututmu sikusiku
gagu kaku
kaku gagu.

Tak tidak
tak tak.

Tak tidak - tak tak
tak tak - tak tidak
tak tidak - tak tak

Gagu kaku
kaku gagu
kaku semua
gagu semua.

Semua ya ya ya - ya saja.
Yayaya yayaya yayaya saja.

Yayaya.

Yayaya saja.

Laa Ilaha Illallah Muhammadur Rasuulullah.

1410 H

Sumber: Ohoi (1988)

Analisis Puisi:

Puisi "Suwuk Manikcemar" karya Mustofa Bisri adalah sebuah karya yang penuh dengan metafora dan gambaran simbolis yang menggambarkan keadaan manusia dalam kondisi tertentu.

Metafora Manusia dan Kehidupan: Puisi ini menggunakan gambaran seorang "manikcemar" yang tergenggam tangan sebagai metafora kehidupan manusia yang rentan dan terbatas. Manikcemar di sini mewakili esensi keberadaan manusia yang rapuh dan sementara.

Gagasan Kekuatan Kehidupan: Melalui repetisi kata-kata seperti "runduk", "tunduk", "merunduk", dan "menunduk", puisi ini mengekspresikan kehampaan dan kelemahan manusia dalam menghadapi kehidupan. Gambaran "tengkukmu paku bengkok" dan "lututmu sikusiku" menggambarkan rasa tertekan dan terkekang yang sering dirasakan oleh manusia.

Keadaan Kaku dan Terkekang: Puisi ini menyoroti keadaan kaku dan terkekang yang sering mewarnai kehidupan manusia. Gambaran "gagu kaku" mencerminkan perasaan terbelenggu dan terhimpit oleh tekanan dan norma-norma sosial yang ada.

Pembebasan dan Kebenaran: Di bagian akhir puisi, penulis menyisipkan kalimat "Laa Ilaha Illallah Muhammadur Rasuulullah", yang merupakan syahadat dalam agama Islam yang berarti "Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah Rasul Allah". Hal ini dapat diinterpretasikan sebagai upaya untuk mencapai pembebasan dan mencari kebenaran dalam kehidupan yang kaku dan terkekang.

Penggunaan Bahasa dan Ritme: Puisi ini menggunakan ritme yang kuat dan repetisi kata-kata tertentu untuk menciptakan efek yang mendalam dan menggugah perasaan pembaca. Pengulangan kata-kata juga memberikan tekanan pada tema keseragaman dan kekakuan dalam kehidupan manusia.

Secara keseluruhan, puisi "Suwuk Manikcemar" adalah sebuah puisi yang menggambarkan kondisi eksistensial manusia yang rapuh dan terbatas, serta menyoroti perjuangan manusia untuk mencari pembebasan dan kebenaran dalam kehidupan yang kaku dan terkekang.

Mustofa Bisri
Puisi: Suwuk Manikcemar
Karya: Mustofa Bisri (Gus Mus)

Biodata Mustofa Bisri:
  • Dr. (H.C.) K.H. Ahmad Mustofa Bisri (sering disapa Gus Mus) lahir pada anggal 10 Agustus 1944 di Rembang. Ia adalah seorang penyair yang cukup produktif yang sudah menerbitkan banyak buku.
  • Selain menulis puisi, Gus Mus juga menulis cerpen dan esai-esai keagamaan. Budayawan yang satu ini juga merupakan seorang penerjemah yang handal.
  • Gus Mus adalah seorang kiai yang memiliki banyak profesi, termasuk pelukis kaligrafi dan bahkan terlibat dalam dunia politik.
© Sepenuhnya. All rights reserved.