Puisi: Di Tikungan Musim (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Di Tikungan Musim" karya Diah Hadaning menghadirkan gambaran yang kuat tentang penderitaan dan kehancuran yang dihadapi oleh perempuan dan ...
Di Tikungan Musim

Para perempuan menangisi cakrawala
air mata membanjir jadi rawa-rawa
hujan salah musim jadi elegi
tanpa tanda tanpa kata
bukit longsor
laut pasang
gempa melanda
kota luka
para demang bersaluang
yang tersisih mengerang-erang
para dajal hunus pedang.

Para perempuan 'ratapi danau suci
yang raib bersama riuh suara perawan
ramai mabuk suka serahkan mahkota purba
melangkah pejam lupa pintu lupa jendela
dajal bersalam menyamar lelaki anak zaman
bersarang dalam diri memimpin alpa
yang lupa di rumah ada perempuan setia
o, kota tua, negeri tua, zaman tua
sesiapa tertatih mencari mahkota
kebenaran sisa peradaban
saat bumi retak laut gelegak.

Teratak Gondosuli, September 2007

Analisis Puisi:

Puisi "Di Tikungan Musim" karya Diah Hadaning menghadirkan gambaran yang kuat tentang penderitaan dan kehancuran yang dihadapi oleh perempuan dan masyarakat luas akibat bencana alam dan ketidakstabilan sosial. Melalui penggunaan bahasa yang kuat dan gambaran yang mendalam, puisi ini mengeksplorasi tema-tema seperti ketidakadilan gender, kerusakan lingkungan, dan kehilangan tradisi.

Gambaran Kehancuran Alam: Puisi ini menggambarkan kehancuran alam yang melanda, seperti longsor, banjir, dan gempa bumi. Gambaran ini menunjukkan kekuatan alam yang melampaui kendali manusia dan menyebabkan penderitaan bagi masyarakat.

Perempuan sebagai Korban: Penekanan pada tangisan dan kesedihan para perempuan dalam puisi menggambarkan bahwa mereka sering kali menjadi korban utama dari bencana alam dan ketidakstabilan sosial. Mereka harus menanggung penderitaan dan kehilangan tanpa memiliki kekuatan atau suara untuk melawan.

Kritik terhadap Kekuatan dan Pemimpin: Puisi ini juga menyiratkan kritik terhadap kekuatan dan pemimpin yang gagal melindungi dan memimpin masyarakat mereka melalui masa-masa sulit. Para "demang" yang gagal dalam tanggung jawab mereka digambarkan sebagai pemimpin yang tidak mampu atau tidak peduli terhadap nasib rakyat mereka.

Kehilangan Tradisi dan Kebudayaan: Gambarkan tentang "danau suci yang raib" dan "mahkota purba" mencerminkan kehilangan tradisi dan kebudayaan yang berharga. Kehancuran fisik dan sosial juga membawa dampak pada warisan budaya yang menjadi bagian integral dari identitas masyarakat.

Pencarian Kebenaran dan Keharmonisan: Dalam kekacauan dan kehancuran, puisi ini mengisyaratkan bahwa masyarakat mencari kebenaran dan keharmonisan yang telah hilang. Ada upaya untuk memahami dan mengatasi penderitaan, meskipun dalam kondisi yang sulit.

Melalui penggambaran kehancuran alam dan ketidakstabilan sosial, serta dampaknya pada perempuan dan masyarakat secara keseluruhan, puisi "Di Tikungan Musim" menawarkan kritik sosial yang dalam dan menjadi panggilan untuk refleksi tentang tanggung jawab manusia terhadap alam, tradisi, dan satu sama lain.

"Puisi: Di Tikungan Musim (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Di Tikungan Musim
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.