Puisi: Pertanda (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Pertanda" karya Diah Hadaning menghadirkan sebuah cermin bagi kompleksitas hubungan manusia, perubahan alam, dan pertanda-pertanda yang ....
Pertanda (1)

Seorang lelaki membiuskan cerita lama
kepada perempuannya yang sederhana
dan didustai sekian lama
atas nama fatamorgana
seorang lelaki picingkan mata meniti wajah
yang di masa silam diraih siang malam
tapi musim cepat berubah
diam-diam surat suci berlumur nanah
sementara di kota-kota
derita anak manusia semakin parah
jadilah perempuan yang baik
bisik lelaki menggiring
masa silam aksaranya: jadilah segala bagiku.

Lelaki mencoba senyum sembunyikan dosa:
(perempuan telah tahu namun membiarkannya
kali ini diam ternyata emas)
para perempuan akhirnya diam kaku
kaki mereka berubah jadi pohon
wajah berubah jadi cahya ajaib
terkurung dalam lampion-lampion merah
tragedi tanah tumpah darah.

Pertanda (2)

Kelelawar tak sabar di ambang fajar
ciptakan tanda atau hanya fatamorgana
fajar dini hanya bias purnama di kali
obat gaib bagi jiwa lukisan aib
jarum jam karat cipta dengus sekarat
sekadar tanda?
tanya orang muda mengaku lahir dari batu
kusumpah pengukir jiwa yang jahanam kan terkutuk
karena membuat bunda remuk
kusumpah alam murka kan gulung para pendosa
tragedi buah anggur
tanpa belati pun hancur.

Teratak Gondosuli, September 2007

Analisis Puisi:
Puisi "Pertanda" karya Diah Hadaning menyajikan gambaran yang kompleks tentang hubungan antara lelaki dan perempuan, serta refleksi tentang kondisi manusia dan alam. Dengan penggunaan bahasa yang kuat dan gambaran yang mendalam, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang berbagai pertanda dalam kehidupan.

Tema Sentral

  1. Hubungan Manusia dan Perempuan: Puisi menyoroti dinamika hubungan antara lelaki dan perempuan, di mana lelaki memainkan peran dominan dan perempuan sering kali mengalami penindasan atau pengkhianatan. Namun, terdapat juga elemen kebingungan dan keraguan dari kedua belah pihak.
  2. Pertanda dan Prasangka: Puisi mengeksplorasi konsep pertanda (omen) sebagai tanda-tanda yang mengisyaratkan akan terjadinya peristiwa penting atau tragis. Prasangka terhadap pertanda-pertanda ini menjadi bagian integral dari kehidupan manusia, meskipun kebenarannya sering kali diperdebatkan.
  3. Perubahan dan Tragedi: Puisi menggambarkan perubahan zaman dan kondisi manusia yang semakin memburuk, ditandai dengan gambaran derita anak manusia yang semakin parah dan tragedi tanah tumpah darah. Perubahan alam dan perubahan perilaku manusia saling terkait dalam puisi ini.

Gaya Bahasa dan Imaji

  1. Metafora yang Kuat: Puisi menggunakan metafora yang kuat untuk menggambarkan situasi dan perasaan, seperti kaki yang berubah menjadi pohon, wajah yang berubah menjadi cahaya ajaib, dan lelaki yang mencoba menyembunyikan dosa di balik senyumnya.
  2. Bahasa yang Provokatif: Bahasa yang digunakan dalam puisi ini provokatif dan penuh dengan kontradiksi, menciptakan ketegangan dan kebingungan di antara pembaca. Frasa-frasa seperti "terkurung dalam lampion-lampion merah" menggambarkan situasi yang menggemparkan dan mencekam.
  3. Gelombang Emosi: Puisi ini menciptakan gelombang emosi yang kuat, mulai dari pengkhianatan dan penyesalan hingga kemarahan dan keputusasaan. Perasaan-perasaan tersebut tercermin melalui kata-kata yang dipilih dengan hati-hati oleh penyair.
Puisi "Pertanda" karya Diah Hadaning adalah sebuah puisi yang menantang dan menggugah. Melalui penggunaan gambaran yang kuat dan bahasa yang provokatif, puisi ini menghadirkan sebuah cermin bagi kompleksitas hubungan manusia, perubahan alam, dan pertanda-pertanda yang melingkupi kehidupan kita. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang tanda-tanda yang muncul dalam kehidupan sehari-hari, serta konsekuensi dari tindakan dan pilihan yang dibuat manusia.

Puisi: Pertanda
Puisi: Pertanda
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.