Puisi: Sahur di Lautan Lumpur (Karya Sosiawan Leak)

Puisi "Sahur di Lautan Lumpur" karya Sosiawan Leak menggambarkan suasana dan pengalaman masyarakat yang terdampak oleh bencana alam atau krisis, .....
Sahur di Lautan Lumpur


Bau embun, basah tanah
dan segar udara
yang pulang dari malam kembaranya
ke fajar rumahnya
tak lagi teman makan sahur kami.
Kini, asap asing dan bau misteri
sebagaimana merahasianya nasib, selalu berkelebat
berlarian di sela kerumunan
mengusutkan tikar, memainkan bayang-bayang
di dinding-dinding barak pengungsian
sesekali,
ada yang menyeringai di antara wajah anak istri
ada yang jumpalitan menjelma sayur dan nasi
ada yang merebut niat pasrah ke Ilahi
sepanjang waktu sahur kami
ada pula yang menjelma sesal
dan umpatan
entah kepada setan atau untuk Tuhan.
Sementara pagar halaman, atap, dan wuwungan
yang kemarin dilumur lumpur dengan perlahan
seolah memanggil lemah dari kedalaman
tak menjelma riak, tak merupa gelombang
hanya diam
sediam waktu makan sahur kami
sediam waktu yang tak kunjung berlalu
melalangkan pilu demi pilu.


Solo, 27 September 2006

Sumber: Dunia Bogambola (2007)

Analisis Puisi:
Puisi "Sahur di Lautan Lumpur" karya Sosiawan Leak menggambarkan suasana dan pengalaman masyarakat yang terdampak oleh bencana alam atau krisis, di mana makna dan ritual kehidupan sehari-hari, bahkan saat makan sahur, telah berubah drastis. Puisi ini menggambarkan keadaan yang penuh dengan penderitaan, perubahan, dan ketidakpastian.

Simbolisme Alam dan Lingkungan: Puisi ini menggunakan berbagai elemen alam seperti bau embun, basah tanah, dan udara segar sebagai simbol kondisi sebelum bencana. Lingkungan alam yang dihadirkan menciptakan kontras dengan suasana kemudian, yang dipenuhi dengan asap asing dan bau misteri. Ini menggambarkan perubahan drastis yang terjadi akibat bencana atau krisis, dan bagaimana lingkungan yang dulu familiar berubah menjadi tidak dikenali.

Kontras Malam dan Fajar: Puisi ini menggunakan kontras antara malam dan fajar untuk menciptakan pergeseran suasana dan makna. Malam yang dulunya tenang dan penuh embun menjadi waktu yang lebih gelap dan penuh dengan misteri. Fajar, yang biasanya membawa harapan dan awal yang baru, kini menghadirkan asap asing dan bau misteri yang mengacaukan makna tradisional fajar.

Keintiman dan Kerumunan: Puisi ini menunjukkan kontras antara keintiman keluarga saat makan sahur dan kerumunan pengungsian. Pengalaman makan sahur yang dulunya berdampingan dengan bau embun dan segar udara sekarang digantikan oleh asap asing dan bau misteri dalam kerumunan pengungsian. Ini mencerminkan hilangnya kedamaian dan keintiman dalam kehidupan sehari-hari akibat bencana atau krisis.

Perubahan Niat dan Emosi: Puisi ini menggambarkan perubahan niat dan emosi masyarakat yang terdampak. Dari kesederhanaan dan kesucian niat sahur, kini muncul beragam reaksi dan perasaan. Ada yang menjelma menjadi wajah anak istri, ada yang menjelma sayur dan nasi, ada yang merasa putus asa atau marah, bahkan kepada setan atau Tuhan. Ini menggambarkan kekacauan dalam pikiran dan perasaan yang timbul akibat perubahan kondisi.

Kehilangan dan Ketidakpastian: Puisi ini menyoroti perasaan kehilangan dan ketidakpastian yang dirasakan oleh masyarakat terdampak. Halaman, atap, dan wuwungan yang dulu familiar dan membawa rasa aman, kini tidak lagi memiliki riak atau gelombang. Ini mencerminkan perasaan kehilangan identitas dan kestabilan, serta ketidakpastian mengenai masa depan.

Puisi "Sahur di Lautan Lumpur" adalah gambaran yang kuat tentang dampak bencana atau krisis terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat. Puisi ini menggambarkan perubahan drastis dalam lingkungan, emosi, dan makna yang dulu familiar. Melalui gambaran ini, penyair mengajak pembaca untuk merenungkan kekuatan alam yang dapat merubah segalanya dan menggugah perasaan manusia yang rentan dan beragam dalam menghadapi cobaan.

Sosiawan Leak
Puisi: Sahur di Lautan Lumpur
Karya: Sosiawan Leak

Biodata Sosiawan Leak:
  • Sosiawan Leak (nama asli Sosiawan Budi Sulistyo) lahir pada tanggal 23 September 1967 di Kampung Somadilagan, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.