Puisi: Burung-Burung Gagak di Atas Tanah Retak (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Burung-Burung Gagak di Atas Tanah Retak" menghadirkan realitas sosial yang sulit dan ketidaksetaraan yang tajam dalam masyarakat.
Burung-Burung Gagak di Atas Tanah Retak


Colo, Colo, seribu duka
jadi warna merah di langit
matahari jadi kepingan bola api
pijar dan keji
Una Una Pak Tua bungkuk runduk tersuruk
sempat ditelannya segugus kesombongan
anak negeri tanah ini
Colo, Colo, sisa keangkeran
cengkeramkan orang
perut-perut merangkak dalam otak
diburu burung-burung gagak
dan ‘rang kota kirim doa-doa retak
dan ‘rang kota kirim rasa-rasa koyak
dan eak-eak jadi kerak.

Lidah-lidah bengkak
kelopak mata bengkak
bayi-bayi bengkak
jompo-jompo bengkak
takut dipatuk burung-burung gagak
sementara di jantung kota
pekik merdeka menggema galak.

Jakarta, Agustus 1983

Analisis Puisi:
Puisi "Burung-Burung Gagak di Atas Tanah Retak" karya Diah Hadaning menggambarkan suasana gelap dan suram yang dialami oleh masyarakat yang terpinggirkan. Puisi ini menciptakan gambaran perasaan kebingungan dan ketakutan, serta menggambarkan ketidaksetaraan dalam masyarakat.

Kritik Sosial: Puisi ini adalah kritik sosial terhadap ketidaksetaraan dan ketidakadilan dalam masyarakat. Diah Hadaning menggambarkan sebuah realitas di mana ada perbedaan antara yang kaya dan yang miskin, yang memiliki dan yang tidak memiliki. Puisi ini menciptakan gambaran bahwa masyarakat terpinggirkan berjuang untuk bertahan hidup sementara kaum elit hidup dalam kemewahan.

Burung Gagak Sebagai Simbol Kegelapan: Burung-gagak yang digambarkan di puisi ini adalah simbol ketakutan dan kegelapan. Mereka menggambarkan perasaan teror dan kesulitan yang dialami oleh masyarakat yang kurang beruntung. Puisi ini menciptakan kontras antara "burung-gagak" dan "pekik merdeka," menunjukkan kesenjangan dalam masyarakat.

Ekspresi Perasaan: Dalam puisi ini, penyair menggunakan kata-kata yang kuat dan gambaran yang intens untuk mengungkapkan perasaan kesedihan dan ketakutan. Puisi ini menciptakan gambaran dari lingkungan yang suram di mana orang-orang merasa terpinggirkan dan tertekan.

Ketidakadilan Sosial: Puisi ini menggarisbawahi ketidakadilan sosial di mana sebagian masyarakat hidup dalam kemewahan sementara yang lain berjuang untuk bertahan hidup. "Matahari jadi kepingan bola api/pijar dan keji" menggambarkan perasaan ketidaksetaraan yang tajam.

Perasaan Terbelenggu: Puisi ini menciptakan gambaran tentang perasaan terbelenggu dan tertekan yang dialami oleh masyarakat yang terpinggirkan. Mereka merasa "takut dipatuk burung-burung gagak," yang merupakan simbol dari ancaman dan kegelapan.

Kontras dan Ketidaksetaraan: Puisi ini menunjukkan kontras yang tajam antara kaum elit yang merayakan "pekik merdeka" dan masyarakat terpinggirkan yang merasa terkekang dan takut. Ini adalah gambaran ketidaksetaraan sosial dan ketidakadilan dalam masyarakat.

Penggunaan Bahasa yang Kuat: Diah Hadaning menggunakan bahasa yang kuat dan gambaran yang tajam untuk menggambarkan realitas sosial yang keras. Puisi ini mengekspresikan perasaan kebingungan dan ketakutan dengan intensitas yang luar biasa.

Puisi "Burung-Burung Gagak di Atas Tanah Retak" menghadirkan realitas sosial yang sulit dan ketidaksetaraan yang tajam dalam masyarakat. Diah Hadaning dengan kuat menyampaikan pesannya tentang kehidupan yang keras dan masyarakat yang terpinggirkan dalam suasana yang suram dan menggelisahkan.

Puisi: Burung-Burung Gagak di Atas Tanah Retak
Puisi: Burung-Burung Gagak di Atas Tanah Retak
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.