Puisi: Sajak Merah (Karya Diah Hadaning)

Puisi: Sajak Merah Karya: Diah Hadaning
Sajak Merah


Ada apa di kaki bebukitan?
Biri-biri dan petani saling peluk
membagi duka sepanjang musim
bicara cuma dengan kedip mata:
Oi padi, oi rumput semi
berpeluklah bersama kami
merah langit hari ini
merah pula matahari
merah bebukitan
merah pula tubuh keringatan
adakah karena murka Tuhan?
Di kaki cakrawala
perahu dan nelayan saling pagut
membagi tangis sepanjang tahun
berberkayuh cuma dengan nafas keluh:
Oi ikan, oi bayang pelangi
berpeluklah bersama kami
merah langit hari ini
merah pula matahari
merah cakrawala
merah pula duka-duka
adakah karena sesaji kurang lengkapnya?
Hari ini biri-biri dan petani pulang baring
di otaknya hari-hari pun berpusing
hari ini perahu dan nelayan pulang hening
di pintu rumah si bungsu yang lapar jatuh terguling
merah bebukitan
merah cakrawala
merah-merah-merah
di pelupuk mata menggenang darah.


1979

Analisis Puisi:
Puisi "Sajak Merah" karya Diah Hadaning adalah sebuah karya sastra yang sarat dengan gambaran alam dan keadaan manusia yang penuh dengan keindahan dan penderitaan. Puisi ini memperlihatkan kekuatan kata-kata untuk menggambarkan perasaan, pertanyaan, dan kebingungan yang ada di dalam diri manusia.

Puisi ini dimulai dengan pertanyaan retoris, "Ada apa di kaki bebukitan?" Penyair memberikan gambaran tentang kehidupan di desa, di mana biri-biri dan petani saling berbagi kehidupan mereka yang sulit dan duka yang melekat dalam musim yang panjang. Meskipun hanya dengan kedipan mata, mereka bisa saling berkomunikasi dan saling memahami.

Penyair menggambarkan suasana dengan kata-kata merah yang terus muncul dalam puisi ini. Merah langit, matahari, bebukitan, tubuh yang berkeringat, dan juga merahnya pelupuk mata yang menggenang darah. Merah di sini bisa mengandung berbagai arti, seperti keindahan, kemarahan, atau penderitaan. Puisi ini menghadirkan kekuatan visual melalui penggunaan warna merah, yang memberikan kesan kuat dan mengesankan.

Namun, di tengah keindahan dan penderitaan yang dihadirkan dalam puisi ini, ada pertanyaan yang mengemuka. Mengapa segala sesuatunya berwarna merah? Apakah itu karena murka Tuhan atau karena sesaji yang kurang lengkap? Pertanyaan-pertanyaan ini mencerminkan kebingungan dan kecemasan manusia terhadap kehidupan dan kondisi yang mereka hadapi.

Puisi ini juga menunjukkan sisi manusiawi dan kehidupan sehari-hari. Biri-biri dan petani pulang ke rumah dengan kelelahan setelah berjuang di ladang, dan perahu dan nelayan juga pulang dengan keheningan setelah berlayar di laut. Keadaan ini mencerminkan kehidupan manusia yang penuh dengan upaya dan kesulitan, serta perasaan lapar dan kelelahan yang mereka hadapi.

Puisi "Sajak Merah" karya Diah Hadaning menciptakan gambaran alam yang kuat, mempertanyakan keadaan manusia, dan menggambarkan keindahan dan penderitaan dalam kehidupan sehari-hari. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan arti kehidupan, keberanian, dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di tengah-tengah keadaan yang sulit.

"Puisi: Sajak Merah (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Sajak Merah
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.