Puisi: Minggu Pagi di Sebuah Puisi (Karya Joko Pinurbo)

Puisi "Minggu Pagi di Sebuah Puisi" menghadirkan penggambaran yang kuat tentang kehidupan, agama, dan kisah Paskah. Puisi ini mengajak pembaca .....
Minggu Pagi di Sebuah Puisi


Minggu pagi di sebuah puisi kauberi kami
kisah Paskah ketika hari masih remang dan hujan,
hujan yang gundah sepanjang malam,
menyirami jejak-jejak huruf yang bergegas pergi,
pergi berbasah-basah ke sebuah ziarah.

Bercak-bercak darah bercipratan
di rerumputan aksara di sepanjang via dolorosa.
Langit kehilangan warna, jerit kehilangan suara.
Sepasang perempuan (: sepasang kehilangan)
berpapasan di jalan kecil yang tak dilewati kata-kata.

"Ibu akan ke mana?" perempuan muda itu menyapa.
"Aku akan cari di Golgota, yang artinya:
tempat penculikan," jawab ibu yang pemberani itu
sambil menunjukkan potret anaknya.
"Ibu, saya habis bertemu Dia di Jakarta, yang artinya:
surga para perusuh," kata gadis itu bersimpuh.

Gadis itu Maria Magdalena, artinya:
yang terperkosa. Lalu katanya, "Ia telah
menciumku sebelum diseret ke ruang eksekusi.
Padahal Ia cuma bersaksi bahwa agama dan senjata
telah menjarah perempuan lemah ini.
Sungguh Ia telah menciumku dan mencelupkan jari-Nya
pada genangan dosa di sunyi-senyap vagina;
pada dinding gua yang pecah-pecah, yang lapuk;
pada liang luka, pada ceruk yang remuk."

Minggu pagi di sebuah puisi kauberi kami
kisah Paskah ketika hari mulai terang, kata-kata
telah pulang dari makam, iring-iringan demonstran
makin panjang, para serdadu berebutan
kain kafan, dan dua perempuan mengucap salam:
"Siapa masih berani menemani Tuhan?"


1998

Sumber: Celana (1999)

Analisis Puisi:
Puisi "Minggu Pagi di Sebuah Puisi" karya Joko Pinurbo menggambarkan suasana pada hari Minggu pagi dalam konteks sebuah puisi. Puisi ini mengeksplorasi tema Paskah, hari kebangkitan dalam agama Kristen, dengan latar belakang suasana hujan dan kehilangan.

Puisi ini dimulai dengan menggambarkan suasana Paskah pada hari Minggu pagi yang masih remang dan hujan. Hujan tersebut melambangkan kegelisahan dan kegelapan yang melingkupi malam sebelumnya. Jejak-jejak huruf yang bergegas pergi mencerminkan pengalaman manusia yang terburu-buru dalam mencari makna dan arti kehidupan.

Di tengah suasana ini, ada cerita tentang seorang ibu yang berziarah ke Golgota, tempat penculikan, yang merujuk pada penyaliban Yesus Kristus. Ibu tersebut menunjukkan potret anaknya kepada seorang perempuan muda yang ternyata adalah Maria Magdalena. Maria Magdalena mengungkapkan pertemuannya dengan Yesus di Jakarta, yang ia gambarkan sebagai surga para perusuh.

Maria Magdalena berbicara tentang pengalaman yang penuh dengan simbol dan makna. Ia menyampaikan bahwa Yesus telah menciumnya sebelum diseret ke ruang eksekusi. Dalam pernyataannya, ia menggambarkan dosa, luka, dan kelemahan perempuan yang diabaikan oleh agama dan senjata. Melalui gambaran ini, puisi mencerminkan kekuatan pengampunan dan pembebasan yang Yesus bawa.

Puisi kemudian kembali ke suasana Minggu pagi, ketika hari mulai terang dan kata-kata kembali dari makam. Ia menggambarkan iring-iringan demonstran yang semakin banyak dan para serdadu yang berebut kain kafan. Di akhir puisi, dua perempuan bertanya siapa yang masih berani menemani Tuhan, menggambarkan tantangan dan kesulitan yang dihadapi oleh mereka yang berani mengikuti jalan Tuhan di tengah kehidupan yang penuh dengan konflik dan kekerasan.

Puisi "Minggu Pagi di Sebuah Puisi" menghadirkan penggambaran yang kuat tentang kehidupan, agama, dan kisah Paskah. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan arti kehidupan, perjuangan, dan tantangan yang ada di sekitar kita, serta menggugah kita untuk terus mencari kebenaran dan ikut serta dalam perjalanan rohani.

Minggu Pagi di Sebuah Puisi
Puisi: Minggu Pagi di Sebuah Puisi
Karya: Joko Pinurbo
© Sepenuhnya. All rights reserved.