Puisi: Kemarau di Desa Bangkirai (Karya Taufiq Ismail)

Puisi "Kemarau di Desa Bangkirai" karya Taufiq Ismail menggambarkan secara kuat dan dalam pengalaman kekeringan dan harapan akan hujan di sebuah desa.
Kemarau di Desa Bangkirai

Seekor anjing melolong larut di lereng bukit bertubir
Bulan merah di sungai bulat mengapung. 
Hangus dan pijar
Kurus lembah kuning patah daun tebu didukung punggung gunung
Melantun bayang tetes pancuran: tubuh jerami merapuh

Malam Ramadan dinginnya menusuk ke hulu tubuh
Kemarin tengah hari udara meleleh di Padang Panjang
Kerbau si Sati, kambing coklat mengah-ngah
Kilangan berputar deriknya ngilu tebu begitu kurus-kurus

Di ladang padi sekeping bumi kering makin retak-meretak
Di jantung penghuni rindu dan dahaga tetak-menetak

Kami terbaring di pondok pelupuh Malam Ramadan ngilunya lagi
Ketika teriakan siamang bertalu membelahi lembah
Sati melompat bangkit menerjang daun jendela:
Hitam kental mencat daerah sangsai

Lereng huma padi mendenting kehausan
Musim manis 'pabila tiba?

Hari berhujan sayang subuh berasap tungku tengguli

Tapi malam kemarau belah teriakan siamang bertalu-talu
Menopan ke jantung penghuni mengentali deru
Musim hujan datang! Musim hujan datang!

Hujan oooi, hujaaaaan!
Hujan oooi, hujaaa – aaa aa – aaan!

Sumber: Kisah (Juli, 1955)

Catatan:
Penduduk sekitar Baruh di kaki gunung Singgalang bertahayul, bahwa apabila di larut malam siamang berteriak-teriak, maka keesokannya tentu akan terjadi apa-apa yang luar biasa.

Analisis Puisi:

Puisi "Kemarau di Desa Bangkirai" karya Taufiq Ismail adalah representasi yang indah dari kekeringan dan kemarau yang mempengaruhi kehidupan di sebuah desa.

Gambaran Alam dan Kehidupan Desa: Taufiq Ismail menggunakan gambaran alam yang kering dan terpanggang untuk menggambarkan keadaan desa Bangkirai selama kemarau. Imaji seperti lereng bukit bertubir, sungai bulat yang hangus, dan lembah kuning dengan pohon daun tebu yang patah menciptakan suasana yang kering dan tandus.

Kemarau dan Kehidupan Sehari-hari: Puisi ini mencerminkan dampak kemarau terhadap kehidupan sehari-hari penduduk desa. Ada gambaran tentang kekeringan ladang padi, ketidaknyamanan akibat cuaca yang panas, dan kehausan yang menyiksa. Ismail menggambarkan keadaan ini dengan detail yang khas, memberikan nuansa kepedihan dan kesulitan yang dirasakan oleh penduduk desa.

Sentuhan Budaya dan Tradisi: Penyair menghadirkan elemen budaya dan tradisi lokal dalam puisi ini, seperti nuansa Ramadan yang dingin, anjing yang melolong, serta teriakan siamang yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat desa.

Harapan akan Musim Hujan: Meskipun kekeringan dan kemarau melanda, ada harapan yang kuat akan kedatangan musim hujan. Pengulangan frasa "Musim hujan datang!" menciptakan ritme yang kuat dan menyoroti keinginan dan doa akan kedatangan hujan yang ditunggu-tunggu.

Gaya Bahasa yang Kuat: Taufiq Ismail menggunakan bahasa yang kaya dan metafora yang kuat untuk menggambarkan keadaan alam dan perasaan manusia. Imajeri yang hidup, personifikasi alam, dan ritme yang kuat memberikan kekuatan dan keindahan pada puisi ini.

Puisi "Kemarau di Desa Bangkirai" adalah karya yang menggambarkan secara kuat dan dalam pengalaman kekeringan dan harapan akan hujan di sebuah desa. Dengan bahasa yang indah dan gambaran yang kuat, Taufiq Ismail berhasil menyampaikan pesan tentang perjuangan manusia di tengah kerasnya alam.

Puisi Taufiq Ismail
Puisi: Kemarau di Desa Bangkirai
Karya: Taufiq Ismail

Biodata Taufiq Ismail:
  • Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
  • Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.