Puisi: Ayat-Ayat Api (Karya Sapardi Djoko Damono)

Puisi "Ayat-Ayat Api" karya Sapardi Djoko Damono merenungkan kehidupan, kematian, dan perubahan dalam kehidupan manusia.
Ayat-Ayat Api (1)


Mei, bulan kita itu, belum ditinggalkan penghujan

di mana gerangan kemarau, yang malamnya dingin
yang langitnya bersih; yang siangnya menawarkan
bunga randu alas dan kembang celung, yang dijemput angin
di bukit-bukit, yang tidak mudah tersinggung

yang lebih suka menunggu sampai penghujan
dengan ikhlas meninggalkan kampung-kampung
(diusir kerumunan bunga dan kawanan burung)

di mana gerangan kemarau, yang senantiasa dahaga
yang suka menggemaskan, yang dirindukan penghujan.


Ayat-Ayat Api (2)
(kepada Wislawa Szymborska)


Seorang anak laki-laki
menoleh ke kiri ke kanan
lalu cepat-cepat menyelinap
dalam kerumunan itu
dan tidak kembali.

Tiga orang lelaki separo baya
bergegas menyusulnya
dan tidak kembali.

Lima enam tujuh orang perempuan
meledak bersama dalam api
dan, tentu saja,
tidak kembali.

Agak ke sebelah sana
di seberang jalan
seorang penjual rokok
membayangkan dirinya duduk
di depan pesawat televisi
takjub menyaksikan
sulapan itu.


Ayat-Ayat Api (3)


Ada seorang perempuan
diam saja berdiri
di dekat tukang rokok
di seberang jalan raya itu.

Ada satpam memperhatikannya
dari ujung gang itu
ada polisi sekilas melihatnya
dari dekat gardu telepon itu
ada anak tetangga sebelah
menyapanya
ada guru SD
yang masih mengenalnya
menepuk bahunya
ada neneknya di rumah
yang sudah suka lupa -

Ada suaminya ada anak-anaknya
(yang
mungkin
saja
sedang
memikirkannya
juga)
yang kini
(tentunya
mungkin
moga-moga
saja
tidak!)
berada dalam sebuah toko besar
(atau
tidak
lagi
bisa)
yang sedang terbakar.


Ayat-Ayat Api (4)


“Entah kenapa, pagi ini,
seluruh tubuhku terasa gemetar,
tidak seperti biasanya. Dulu
kau pernah berkata,
kita ini bagai daun tua
gemetar sebelum disapu angin
gemetar karena menguji diri sendiri
apakah kita masih kuat bertahan
di dahan
sebelum angin terakhir
sebelum siang terakhir
sebelum tik-tok terakhir -
tapi sudahlah,
aku toh harus juga ke kantor
sehabis tetek-bengek pagi: segelas kopi,
setangkep roti.
Hari ini akan mendung tanpa hujan,
kata ramalan cuaca.
Aku akan pulang cepat nanti
sebelum makan malam.”

Tapi tukang sulap, entah kenapa,
ternyata punya kehendak lain.


Ayat-Ayat Api (5)


Di antara yang meretas dalam kepala kita
dan api yang berkobar di seberang sana
melandai beberapa patah sabda

di antara yang di kepala, yang berkobar, dan sabda
bergetar ayat-ayat yang kita hapal lafaznya
yang hanya bisa kita tafsir-tafsirkan maknanya.


Ayat-Ayat Api (6)


Ada yang menghitung waktu api
dengan bunyi-bunyi aneh
seperti yang pernah kita dengar
ketika masih dalam rahim ibu.

Ada yang menghitung jam api
dengan isyarat-isyarat ganjil
seperti yang pernah kita kenal
ketika masih dalam kobaran itu

Ada yang menghitung detik api
dengan kedap-kedip pelik
seperti yang pernah mereka lihat
ketika orang-orang memakamkan kita.


Ayat-Ayat Api (7)


Gambar-gambar
di koran hari ini
godaan
bagi kita

untuk tetap
menyisakan
aneka
kata seru.


Ayat-Ayat Api (8)


di atap rumah seberang jalan
seekor burung gereja mengibas-ngibaskan
sayapnya sehabis gerimis
di pagi (yang bagai mata kena jeruk) itu

kelopak air berguguran ke sana ke mari
sementara di sudut atas gedung itu
di seberang sana, di bekas sarangnya
asap sisa api kemarin masih juga.


Ayat-Ayat Api (9)


Api adalah lambang kehidupan
itu sebabnya ia tidak bisa
menjadi fosil

Api adalah lambang kehidupan
itu sebabnya kita luluh-lantak
dalam kobarannya.


Ayat-Ayat Api (10)


Sore itu akhirnya ia berubah juga
menjadi abu sepenuhnya
sebelum sempat menyadari
bahwa ternyata ada saat untuk istirahat

di antara gundukan-gundukan
yang sulit dipilah-pilahkan
- ah, untuk apa pula
toh segera diterbangkan angin selagi hangat.


Ayat-Ayat Api (11)


Di akhir isian panjang itu
tertera pertanyaan
“apa yang masih tersisa dari tubuhmu”

Isi saja “tak ada”
tapi, o ya, mungkin kenangan
yang tentunya juga sia-sia bertahan.


Ayat-Ayat Api (12)


Ia akhirnya menerima perannya
sebagai tokoh khayali; digeser ke sana
ke mari: di halaman koran, di layar televisi,
dan sulapan bunyi-bunyian di radio;

Ia pun harus pandai-pandai
menempatkan dirinya dalam deretan
gagasan, peristiwa, dan benda
yang harus segera kita lupakan.


Ayat-Ayat Api (13)


Kau tak berhak mengingat apa-apa lagi
dekat perbatasan kaurogoh KTP-mu - tapi untuk apa pula

kau akan menyeberangi kenyataan terakhir
sesudah bentukmu diubah sama sekali

kau tak lagi memerlukan apa pun: sisir, sepatu,
pakaian seragam, bahkan ingatan akan penyeberangan ini

duduklah baik-baik, kau tak berhak mondar-mandir lagi
tak berhak punya maksud apa pun: ini bukan lakon Anoman Obong.


Ayat-Ayat Api (14)


Kami memang sangat banyak
Astagfirullah

menumpuk di dekat sampah
tak sempat diangkut

tergoda minyak
habis terbakar

kami memang sangat banyak
Astagfirullah.


Ayat-Ayat Api (15)


Waktu upacara hampir usai kau tak ingat
bahwa kuburan di kampung sudah penuh

Mungkin satu-satunya basa-basi yang tersisa
adalah menguburmu sementara dalam ingatan kami.


1998-1999

Sumber: Ayat-Ayat Api (2000)

Analisis Puisi:
Puisi "Ayat-Ayat Api" karya Sapardi Djoko Damono adalah serangkaian ayat-ayat yang membahas api dalam berbagai konteks. Puisi ini memiliki makna mendalam dan memberikan gambaran yang kaya tentang api sebagai simbol, dan bagaimana api berinteraksi dengan manusia.

Ayat-Ayat Api (1)

  • Puisi dimulai dengan penggambaran bulan Mei sebagai bulan yang belum disentuh hujan dan kemarau yang seakan-akan "dingin" pada malam hari.
  • Penggambaran ini mungkin mencerminkan perasaan penulis tentang perubahan musim dan alam yang bisa memberikan inspirasi bagi karyanya.

Ayat-Ayat Api (2)

  • Ayat kedua memberikan penghormatan kepada Wislawa Szymborska, seorang penyair Polandia, dan berbicara tentang anak laki-laki yang pergi dari kerumunan dan tidak kembali.
  • Puisi ini menciptakan ketidakpastian dan misteri, dengan menggambarkan beberapa orang yang hilang dan menunjukkan bahwa ada hal-hal yang tidak dapat dijelaskan.

Ayat-Ayat Api (3)

  • Ayat ketiga menggambarkan seorang perempuan yang berdiri di seberang jalan, diam, dan dilihat oleh banyak orang, termasuk satpam, polisi, anak tetangga, dan guru SD.
  • Ini menciptakan gambaran tentang seorang perempuan yang mungkin dalam situasi yang sulit atau mendalam, tetapi banyak orang yang melihatnya tidak tahu apa yang sedang terjadi.

Ayat-Ayat Api (4)

  • Ayat keempat menyampaikan perasaan gemetar dalam tubuh penulis pada suatu pagi, yang mengarah pada suatu kejadian yang tidak biasa.
  • Puisi ini menciptakan perasaan kecemasan dan ketidakpastian dalam diri penulis.

Ayat-Ayat Api (5)

  • Ayat kelima berbicara tentang perasaan yang tergambar dalam benak manusia, dalam pikiran, api, dan kata-kata yang dihafal.
  • Hal ini menciptakan pemahaman bahwa manusia mencoba mencari makna dalam kehidupan dan kejadian, bahkan jika itu memerlukan interpretasi yang dalam.

Ayat-Ayat Api (6)

  • Ayat keenam menggambarkan cara orang mengukur waktu api dengan bunyi, isyarat, dan kedipan.
  • Ini menciptakan gambaran tentang bagaimana orang berusaha memahami dan mengendalikan api, bahkan dalam pengaturan kebakaran.

Ayat-Ayat Api (7)

  • Ayat ketujuh berbicara tentang gambar-gambar dalam koran yang dapat menggoda penulis untuk membuat kata-kata atau reaksi tertentu.
  • Ini menciptakan pemahaman tentang bagaimana media dan gambaran bisa mempengaruhi persepsi dan emosi kita.

Ayat-Ayat Api (8)

  • Ayat kedelapan menggambarkan seorang burung gereja di atap rumah yang mengibas-ngibaskan sayapnya setelah hujan.
  • Ini menciptakan gambaran tentang keindahan alam dan kehidupan yang berlanjut meskipun kebakaran telah terjadi di sebelahnya.

Ayat-Ayat Api (9)

  • Ayat kesembilan berbicara tentang simbolisme api sebagai simbol kehidupan yang tidak bisa menjadi fosil.
  • Ini menciptakan pemahaman bahwa api adalah simbol yang hidup dan dinamis dalam kehidupan manusia.

Ayat-Ayat Api (10)

  • Ayat kesepuluh menyampaikan bahwa api akhirnya berubah menjadi abu sebelum kita menyadari bahwa saatnya untuk beristirahat.
  • Ini menciptakan gambaran bahwa dalam hidup, segala sesuatu memiliki masa yang terbatas, dan kita harus belajar untuk melepaskan.

Ayat-Ayat Api (11)

  • Ayat kesebelas membahas bahwa dalam kepala kita, api, dan kata-kata yang kita hafal, ada makna yang perlu kita tafsirkan.
  • Ini menciptakan pemahaman tentang pentingnya interpretasi dan pemahaman dalam kehidupan.

Ayat-Ayat Api (12)

  • Ayat kedua belas berbicara tentang bagaimana api harus "menempatkan dirinya" dalam pemikiran dan peristiwa yang harus dilupakan manusia.
  • Ini menciptakan gambaran bahwa dalam hidup, ada saat-saat ketika kita harus melupakan atau melepaskan sesuatu.

Ayat-Ayat Api (13)

  • Ayat ketiga belas berbicara tentang perubahan bentuk manusia dan bagaimana seseorang tidak memiliki kendali atas proses tersebut.
  • Ini menciptakan pemahaman tentang ketidakmampuan manusia untuk mengontrol segala sesuatu dalam kehidupan, termasuk kematian.

Ayat-Ayat Api (14)

  • Ayat keempat belas menggambarkan bahwa manusia bisa menumpuk seperti sampah dan akhirnya terbakar.
  • Ini menciptakan gambaran tentang sifat manusia yang rentan terhadap kehancuran dan kerusakan.

Ayat-Ayat Api (15)

  • Ayat terakhir berbicara tentang waktu yang hampir habis dan bahwa manusia akan pergi dengan meninggalkan ingatan kepada orang lain.
  • Ini menciptakan pemahaman tentang pentingnya ingatan dan warisan dalam kehidupan manusia.
Puisi "Ayat-Ayat Api" adalah sebuah karya yang kompleks dan mendalam, yang menggunakan bahasa dan gambaran untuk merenungkan kehidupan, kematian, dan perubahan dalam kehidupan manusia.

Puisi Sapardi Djoko Damono
Puisi: Ayat-Ayat Api
Karya: Sapardi Djoko Damono

Biodata Sapardi Djoko Damono:
  • Sapardi Djoko Damono lahir pada tanggal 20 Maret 1940 di Solo, Jawa Tengah.
  • Sapardi Djoko Damono meninggal dunia pada tanggal 19 Juli 2020.
© Sepenuhnya. All rights reserved.